by M Rizal Fadillah

by M Rizal Fadillah

Setelah “diacak-acak” oleh semangat demokratisasi maka ternyata Konstitusi dikotori oleh perlilaku politik yang menunggangi. Mencuri kedaulatan rakyat untuk memperkuat Pemerintahan. Sayangnya Presiden berprofil lemah sehingga Konstitusi menjadi mainan. Tafsir dibuat seenaknya membingkai pelanggaran dengan kepalsuan kekuasaan.

Pemerintahan Jokowi tercatat paling parah dalam penghormatan Konstitusi mulai dari kelicikan Pemilu, pelanggaran HAM, hingga penyalahgunaan Perppu. DPR mampu dikendalikan dengan mudah. Mozaik dan konstelasinya bisa digeser geser. Kewenangan diubah menjadi kesewenang-wenangan.

Kini saatnya kembali ke fitrah Konstitusi yakni UUD 1945 asli. UUD yang belum tercemari oleh banyaknya kepentingan pendek. New normal adalah ekuilibrium. Mengembalikan kedaulatan rakyat dengan menempatkan wakil wakilnya lebih terhormat. MPR memegang kekuasaan tertinggi. Presiden pun harus berada di bawah rakyat melalui MPR agar tidak arogan, masa bodoh, atau hanya memperbesar kekuasaan dan kekayaan diri saja.

Lima urgensi untuk kembali ke UUD 1945 asli, yakni :

Pertama, kembali pada filosofi berbagsa dan bernegara yang digariskan “the founding fathers” baik mengenai konsepsi kedaulatan, negara hukum, fondasi perekonomian, dan sebagainya.

Kedua, MPR kembali berwibawa dan menjadi lembaga yang disegani oleh Presiden. Dapat menentukan GBHN sehingga siapapun yang memerintah harus mengikuti arah yang digariskan oleh rakyat melalui MPR.

Ketiga, melakukan penghematan biaya secara signifikan untuk pemilu Presiden/Wapres serta memperkecil kemungkinan terjadinya gesekan sosial akibat kompetisi terbuka yang bersifat transaksional.

Keempat, pengaturan strategis dapat kembali dituangkan dalam berbagai Ketetapan MPR, sehingga tidak seperti sekarang dimana soal “haluan ideologi” dipaksakan menjadi konten UU. Salah kaprah dan bisa menjadi sebab dari pembelokkan makna.

Kelima, sebagaimana Dekrit 5 Juli yang menempelkan “Piagam Jakarta” menjadi kompromi ideologis. Maka akibatnya tidak perlu lagi mundur maju untuk diskursus Pancasila dan UUD 1945. Implementasi merupakan tuntutan prioritas, logis, dan konkrit.

Kembali ke UUD 1945 adalah dasar bagi solusi. Kembali ke UUD 1945 adalah kembali ke fitrah Konstitusi. Kembali untuk melururuskan arah dan kiblat perjuangan bangsa Indonesia sekaligus kembali menghormati kerja keras para pendiri bangsa.

Kembali ke UUD 1945 adalah pilihan strategis untuk new normal politics setelah kondisi kini yang luar biasa karut marut diombang ambing oleh permainan kekuasaan yang sangat kasar dan bodoh.
Menari-nari di tengah ketidakberdayaan rakyat.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 25 Mei 2020