Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan/ ata-JAKSAT

Pada awal abad ke 20, mata uang dunia masih dicover oleh emas. Orang menyimpan emasnya di bank, dan menukarkannya dengan uang kertas, dan setiap saat dia bisa menukarkannya lagi dengan emas. Atas dasar ini, rakyat mempercayai bank dan pemerintah untuk memegang uang mereka.

Pada tahun 1914, pecahlah perang dunia pertama. semua berpikir kalau perang akan berakhir dalam hitungan bulan, dengan menghitung jumlah cadangan emas yang ada pada masing-masing negara yang terlibat konflik. Namun perang malah berakhir sampai 4 tahun (1918), karena negara yang terlibat perang memanipulasi ekonominya dengan hutang dan uang fiat.

Saya akan menyoroti Jerman. Selain berhutang, mereka melakukan manipulasi terhadap mata uangnya dengan cara yang unik :

1. Membeli senjata dan perlengkapan perang dengan menggunakan cadangan emas
2. Sementara itu, untuk menggaji rakyat dan prajuritnya mereka mencetak uang melampaui cadangan emas mereka.

Pada masa perang, dimana rakyat mennganggap momen itu sebagai krisis, rakyat menyimpan uangnya dan membelanjakannya dengan sangat hati-hati, hingga inflasi tidak terasa, namun saat perang berakhir, Jerman dikenai denda rampasan perang, ditambah beban bayar hutang ke debitur mereka, dan saat yang bersamaan rakyat mulai mengeluarkan tabungan mereka dan mulai melakukan spending besar-besaran, barulah semuanya berasa. Dalam sekejab Jerman memasuki “Hyper Inflasi” dimana uang yang selama ini dikumpulkan menjadi tidak ada harganya. Begitu tidak berharganya, sampai ada cerita orang kepasar dengan membawa gerobak uang, gerobaknya di rampok, sementara uangnya ditinggalkan.

Gambar seorang ibu membeli kol dibayar dengan sekeranjang uang

Sound Familiar? Yes itulah yang terjadi sekarang. Namun saya tidak bicara tentang Indonesia, saya bicara tentang apa yang dilakukan Amerika.

Untuk membuat ekonomi mereka tetap mengapung, Paman Sam terus mencetak uang, yang konon sudah mencapai US$.9 Trilyun di 2020. Dibandingkan dengan paket bail out atas krisis 2008 yang menyeret seluruh dunia dalam krisis, hanya senilai US$.700 milyard. Dan yang membuatnya lebih parah, paket stimulus ini tidak masuk ke akar rumput, melainkan ke wallstreet, yang digunakan oleh para penerimanya untuk membeli saham dan berbagai produk investasi yang membuat harganya melambung keatas, dan bonus-bonus untuk para eksekutifnya tetap tinggi (ini adalah ekonomi palsu). Akibatnya, kebutuhan atas stimulus ekonomi ini akan terus membengkak seiring jalannya waktu, dan The Fed akan terus mencetak uang.

Menengok ke tahun 1923, dimana Jerman mengalami hyperinflation, apa yang dilakukan Paman Sam ini akan jauh lebih parah dampaknya. Sekarang rakyat berhemat karena krisis, hingga inflasi belum terasa. Bayangkan apa yang terjadi jika krisis berlalu? Mungkin yang dialami Amerika bukan seperti Jerman 1923, tapi lebih mirip Zimbabwe sekarang ini.

Indikatornya sudah terasa : Dollar melemah sendiri tanpa adanya intervensi khusus dari pemerintah Indonesia.

So, kembali ke masalah kita. Bagaimana kita mengambil manfaat dari semua ini?

1. Berhutang banyak-banyak dalam dollar, dan gunakan uangnya segera untuk program yang langsung menyentuh akar rumput, seperti pembangunan food estate di Kalimantan, atau infrastruktur yang tertunda, atau pinjaman bagi UMKM, atau pembangunan desa melalui dana desa. Gunakan dollar ini untuk membeli barang – barang import strategis.
2. Saat nanti krisis berlalu dan dollar terjun bebas, jangan ditunda lagi, segera kumpulkan dollar yang ada, dan lunasi semuanya

Yang harus dipertimbangkan :

1. Pastikan hutang yang kita pinjam cukup besar untuk membiayai kebutuhan kita plus cadangan
2. Kita juga harus siap jika ternyata kita salah langkah

Solusinya? Ada di instrumen.

Saya usulkan, instrumen untuk pengumpulan dananya menggunakan ABS (Asset Backed Securities) yang dipatok ke dollar dan di back oleh komoditi berharga, seperti Sawit, Nickel, Emas Freeport, hasil laut, atau apapun yang dimiliki Indonesia sekarang

Sincerely
William Win Yang
Pengamat Ekonomi
Business Strategist
Pengarang buku :
1. Secrets of the Dragon
2. Dragon Slayer Strategy
3. How to be a Taipan
4. Investing in Digital Startups
5. Taipan – Lahirnya Para Konglomerat
6. Taipan – dibawah bayang-bayang papi
7. Taipan – The Winner Takes it All (Coming soon)