OLEH Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Dua kali panggilan Polda Metro Jaya, Habib Rizieq Shihab (HRS) berniat hadir. Karena alasan kesehatan, pengacara memberi pertimbangan agar HRS tidak hadir dulu dan diwakili pengacaranya. Pengacara minta kepada penyidik Polda Metro Jaya agar ada penundaan panggilan.
Panggilan ketiga, HRS tidak hadir karena sedang mengurus enam pengawalnya yang ditembak mati dalam peristiwa Tol KM 50. Sedang masa berkabung. Karena tak hadir, HRS akan dijemput paksa oleh Polda Metro Jaya.
Sebelum dijemput paksa, HRS mengutus pengacaranya untuk memberi tahu kepada Polda Metro Jaya agar tak perlu mengeluarkan biaya dan uang negara dengan mengerahkan pasukan baik Polri maupun TNI untuk menjemput dirinya. HRS akan datang ke Polda Metro Jaya hari sabtu, 12 Desember 2020.
Sebelum datang ke Polda Metro Jaya, HRS memberi pesan kepada Umat, bahwa dirinya telah menyiapkan diri untuk menghadapi segala risiko, apapun itu, termasuk ditahan maupun dibunuh. Apapun yang akan terjadi pada dirinya, perjuangan tidak boleh berhenti, katanya. Harus berlanjut.
HRS dikenal dengan “Tiga Tuntutan” yang selama ini menjadi garis perjuangannya yaitu: Pertama, pertahankan TAP MPRS No 25 Tahun 1966 Tentang Larangan Paham Komunisme, Marxisme dan Leninisme. Kedua, keadilan ekonomi, khususnya untuk pribumi, dan pemerintah tidak menjual aset negara kepada asing maupun aseng. Ketiga, menjaga toleransi beragama, dengan menindak tegas para penista agama, siapapun mereka dan agama apapun yang dihinanya.
Saat HRS datang ke Polda Metro Jaya pukul 08.45, Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menyambut dengan menyatakan bahwa “Jadi MRS itu takut ditangkap sehingga dia menyerah dan datang ke Polda Metro Jaya” (12/12). Pernyataan ini kemudian menimbulkan polemik di tengah masyarakat: apakah betul HRS takut ditangkap.
Beredar info, bahwa sebelum datang ke Polda Metro Jaya, banyak pihak yang menawarkan HRS untuk tidak hadir. Seperti Harun Masiku (kader PDIP saat itu). HRS bisa bersembunyi, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Tapi, HRS tegas menolak. “Saya akan hadapi, dan saya tidak akan lari”, begitu katanya. Nah, poin ini banyak yang demen. HRS tidak Pengecut!
Sehari sebelum HRS pulang ke Indonesia, otoritas keamanan tertinggi Arab Saudi kabarnya telah memberi tahu jika ia pulang ke Indonesia, banyak pihak yang akan ngerjain. Disarankan HRS tinggal tiga bulan atau setahun dulu di Arab Saudi dengan jaminan keamanan dan fasilitas. Bahkan jika mau tinggal berapapun lamanya, Arab Saudi akan memberikan jaminan keamanan dan fasilitas. Tapi, jika HRS pulang ke Indonesia, Arab Saudi tidak punya otoritas untuk menjamin keamanan itu. Dan jika karena situasi tertentu HRS ingin balik ke Saudi, 24 jam On Call, visa bisa disiapkan untuk HRS dan keluarga balik ke Arab Saudi.
“Indonesia negaraku, aku akan pulang. Saat ini, Indonesia butuh orang-orang yang memperjuangkannya. Bersama rakyat, saya akan berjuang untuk ikut bertanggung jawab menyelamatkan Indonesia” , jawab HRS.
Jika HRS takut hadapi risiko, takut ditangkap, bahkan takut dibunuh, tentu ia akan memilih berdiam diri di Arab Saudi sampai menunggu situasi politik nasional stabil dan kondusif. Tapi, HRS memang lain. Dia punya nyali di atas umumnya orang. Soal kalkulasi, tak ada orang tahu apa yang ada di pikiran HRS saat ini.
Setelah sekitar 15 jam diperiksa penyidik, HRS ditahan dengan kedua tangan diborgol. Imam besar FPI diborgol. Penggerak demo 212 diborgol. Tampak HRS keluar dari ruang penyidik dengan baju tahanan berwarna khas: orange.
Bagaimana kelanjutan perjuangan HRS? Terus atau ikut diborgol? Melanjutkan peejuangan atau menyerah pasrah?
Bagaimana pula reaksi dari para pendukung HRS? Hanya prihatin, menangis dan membuat pernyataan di medsos? Atau mereka akan ikut menyerahkan diri untuk ditahan bersama HRS, sebagaimana berbagai pernyataan di video yang banyak beredar?
Apakah para pendukung HRS, atas nama keadilan dan kesamaan di depan hukum, akan melaporkan kasus-kasus kerumunan yang lain? Termasuk melaporkan Gibran dan Bobby, putra dan menantu Jokowi yang diduga juga telah menciptakan kerumunan? Bahkan melaporkan Jokowi dan mendagri yang mengizinkan pilkada yang terbukti menyebabkan 79.241 petugas KPPS reaktif Covid-19? Sebagian malah ada yang meninggal. Atau para pendukung HRS akan memilih berkumpul dengan massa dalam jumkah besar dan melakukan protes ke Polda Metro Jaya?
Kabarnya, anggota FPI di seluruh Indonesia ada lima juta orang. Benarkah angka itu? Apakah mereka kompak, terkonsolidasi, lalu secara serempak bisa berkumpul di satu tempat dan melakukan protes? Dan siapa yang akan pegang komando dan mengkonsolidasikan massa pendukung setelah HRS diborgol?
Diborgolnya HRS kali ini (13/12) akan menguji tingkat militansi para pengikut dan pendukung HRS, serta kemampuan konsolidasi para tokoh yang berada di sekitar HRS. Publik akan melihat dan mengukurnya.
Jakarta, 13 Desember 2020