by Tarmidzi Yusuf
_Pegiat Dakwah dan Sosial_
Setidaknya Jokowi dalam beberapa hari ini melempar dua angin segar. Sayangnya yang melemparkan angin segar tersebut Jokowi. Mudah-mudahan bukan angin lalu.
Pertama, Jokowi minta masukan dan kritik, mudah-mudahan bukan karena ingin menepis statemen tokoh senior PDIP Kwik Kian Gie yang takut berbicara saat rekan separtainya Jokowi sedang berkuasa. Kwik Kian Gie membandingkannya dengan Soeharto yang dituduh otoriter oleh segelintir orang. Lantas yang otoriter itu siapa?
Kedua, kemarin Jokowi melemparkan wacana revisi UU ITE. Seriuskah atau hanya sekedar wacana?. Maklum yang berbicara Jokowi bukan Amien Rais, bukan pula Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Kita dapat melihat dua statemen Jokowi tersebut, apakah hanya sekedar wacana atau serius dalam dua keputusan politik:
_Pertama_, cabut semua peraturan perundang-undangan yang berpotensi bertentangan dengan UUD 1945 seperti UU ITE No 16 tahun 2016 jo UU No 11 tahun 2008, UU Omnibus law, UU No 2/2020 tentang Corona, UU No 4/2020 tentang Minerba, dugaan swastanisasi beberapa BUMN strategis seperti PLN, Pertamina dan BUMN lainnya serta stop pembiaran mendatangkan TKA China komunis ke Indonesia.
_Kedua,_ pembebasan beberapa tahanan yang beraroma politis tanpa syarat. Sebut saja Habib Bahar bin Smith, Syahganda Nainggolan, M Jumhur Hidayat, Anton Permana, Gus Nur, Habib Rizieq Shihab dan enam pentolan pengurus FPI; Ahmad Shobri Lubis, Haris Ubaidillah, Habib Hanif al-Athos, Habib Idrus al-Habsy, Habib Ali Alatas dan Panglima LPI Maman Suryadi serta tahanan lainnya yang sangat kental nuansa politisnya daripada nuansa hukumnya.
Bila kedua keputusan tersebut belum diambil dalam rentang waktu 100 hari ke depan, maka silahkan Anda berkesimpulan sendiri sebelum kesimpulan Anda ada yang melaporkan ke polisi.
Bandung, 4 Rajab 1442/16 Februari 2021