Oleh : Husni Agus *)
AMIEN RAIS tidak sedang ngabanyol (melucu) ketika melontarkan isu usulan jabatan presiden tiga periode yang sebelumnya terdengar sayup-sayup di pentas politik tanah air.
Orang boleh saja menilai usulan Amien Rais itu konyol dan hanya guyonan politik (political joke) semata. Namun, ocehan Amien Rais bukan tanpa alasan, bila melihat gambar besar peta perebutan kekuasaan menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Strike! Pancingan Amien Rais mengenai sasaran. Presiden Jokowi seperti disampaikan juru bicara presiden Fadjroel Rachman, menyatakan “untuk saat ini” tidak ada keinginan tiga periode. “Presiden tegak lurus konstitusi UUD 1945, masa jabatan presiden dua periode,” kata Fadjroel kepada wartawan, Senin 15 Maret 2021.
Tidak hanya jubir. Kaki tangan presiden dalam urusan Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), Menko Mahfud MD memberikan penegasan, pemerintahan Jokowi tidak ada rencana untuk mengusulkan jabatan Presiden RI bertambah jadi tiga periode. “ Kalau ada orang-orang mendorong Pak Jokowi menjadi presiden lagi, itu hanya dua alasannya. Satu ingin menjerumuskan, dua ingin menjilat. Itu kan kata Pak Jokowi,” ungkapnya.
Lidah tak bertulang Pak Profesor! Apalagi dalam dunia politik tidak ada hal yang mustahil, serba penuh kemungkinan, mengikuti situasi atau kondisi konstelasi politik yang berkembang di kancah perebutan kekuasan. Guyonan pun bisa menjadi kenyataan, sepertihalnya guyonan Donald Trump menjadi presiden dalam kartun Bart & Simpson, yang beberapa tahun kemudian menjadi kenyataan terpilih sebagai Presiden AS meski dipandang sebagai American Nightmare.
Berbicara kemungkinan, sudah tentu bisa “ya dan tidak”, namanya juga mungkin. Lantas, apakah Jokowi akan ke periode ketiga? Ada beberapa alasan yang mendorong Jokowi lanjut ke periode ketiga, setidaknya, berkaitan dengan pencapaiannya di periode kedua yang terkendala pandemi Covid-19. Selain itu, juga erat kaitannya dengan penampakan peta politik perebutan kekuasaan menjelang Pilpres 2024.
Tapi tunggu dulu! Urusan jabatan presiden tiga periode, sangat berkaitan dengan amandemen UUD 1945 Pasal 7 yang sangat mungkin menjadi bahan diskusi di MPR dan partai-partai politik, tentunya dengan alasan menyelamatkan negara dari keterpurukan ekonomi dan lain-lain.
Nah, terlepas siapa yang nanti mengusulkan agar masa jabatan presiden diubah menjadi tiga periode, pergerakan antisipatif dari kubu regim berkuasa menjelang Pilpres 2024 sudah tampak jelas dengan adanya intervensi “pemerintah” terhadap Partai Demokrat via Moeldoko. Bagaimanapun juga, kemelut di Partai Demokrat bukan semata-mata perkara sakit hati sejumlah kader karena terdepak dari kepengurusan partai, kemudian meminta “pertolongan” dari Moeldoko selaku orang dekat Jokowi guna menyelamatakan Partai Demokrat.
Ada hidden agenda? Boleh jadi begitu. Tujuannya jelas, mengganjal Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mencalonkan diri pada Pilpres mendatang, mengingat sosok SBY masih “dipercaya dan diyakini” masyarakat bisa menyelamatkan negara — bisa memimpin Indonesia ke arah yang lebih baik.
Lho, memangnya SBY mau nyapres lagi? Kemungkinan itu bisa saja terjadi. Terlebih lagi, bila uji materi UU Pemilu tentang Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang dilayangkan Partai Perindo dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu, juga adanya kehendak dari masyarakat agar jabatan presiden ditambah menjadi tiga periode, seperti diungkapkan Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid kepada pers. “Secara pribadi saya setuju adanya wacana masa jabatan Presiden menjadi 3 periode sepanjang atas dasar kehendak rakyat yang tercermin dari fraksi dan kelompok DPD,” ujarnya.
Kemungkinan ini, memang, tidak masuk dalam hasil survai Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA yang memprediksi 14 bakal calon presiden (capres) 2024. Dengan kata lain, kemungkinan SBY nyapres lagi di luar prediksi lembaga survei sekelas LSI, padahal dunia politik itu bersifat VUCA (mengambil istilah militer untuk Volatile, Uncertain, Complex and Ambiguous – mudah menguap, tidak menentu, rumit dan serba mendua).
Jika jabatan presiden menjadi tiga periode, SBY besar kemungkinan turun gunung dalam kontestasi Pilpres 2024, tentunya dengan alasan ingin menyelamatkan negara dan bangsa dari carut marut pengelolaan pemerintahan Jokowi.
Mengikuti jejak Mahathir Mohammad? Sepertinya begitu. Mahathir turun gunung untuk kembali menjadi PM Malaysia dengan alasan ingin membereskan negerinya yang amburadul di bawah pemerintahan PM Najib.
SBY adalah sosok kuat sebagai seorang pemimpin negara. Keyakinan dan kepercayaan masyarakat sangat luar biasa, terbukti perolehan suara SBY mencapai 70% ketika ia terpilih kembali menjadi presiden periode kedua, bila dibandingkan dengan perolehan suara Jokowi yang hanya 55% di periode kedua – itu pun kemenangan yang penuh misteri dan tragedi sepanjang sejarah pemilihan presiden di tanah air ini.
Ocehan Amien Rais di saat gonjang-ganjing Partai Demokrat menghadapi intervensi pemerintah via Moeldoko, setidaknya, menyemangati SBY untuk turun gunung bertarung di Pilpres 2024 bila usulan jabatan presiden tiga periode menjadi kenyataan.
Begitupula Jokowi meski untuk saat ini menyatakan tidak ada keinginan. SBY versus Jokowi di Pilpres 2024 bukan suatu “kecelakaan” tetapi jika itu terjadi tentunya sudah direncanakan seperti itu. “In politics, nothing happen by accident. If it happens, you can bet it was planned that way,” begitu kata Franklin D. Roosevelt.***
*)Wartawan Senior