Kunjungan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ke pabrik Korea Aerospace Industries (KAI) di Sacheon, Provinsi Gyeongsang, Korea Selatan, hari ini (Jumat, 9/4), sangat vital bagi kelanjutan proyek pembuatan pesawat tempur K-FX/I-FX.

Apalagi dalam kunjungan ke Korea Selatan itu, selain bertemu dengan mitranya, Menhan Korsel Suh Woo, Prabowo juga bertemu dengan Presiden Korsel Moon Jaein di Cheong Wa Dae atau Blue House pada Kamis kemarin (8/4).

“Penting bagi Indonesia untuk menempatkan diri sebagai salah satu negara pembuat pesawat tempur. Ini akan memberikan sinyal kuat kepada dunia internasional bahwa sebagai salah satu negara kunci di dunia, Indonesia sangat serius menjaga kedaulatan,” ujar pemerhati hubungan internasional dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Teguh Santosa, dalam keterangan di Jakarta, Jumat (9/4).

Sejak periode kedua pemerintahan Joko Widodo, Indonesia rasanya tidak begitu antusias melanjutkan proyek yang dimulai di era Presiden Susilo Bambang Yudhyono (SBY) itu.

Pertemuan Presiden Joko Widodo dan Presiden Moon Jaein di Busan, bulan Desember 2019, misalnya, tidak menyentuh proyek strategis ini. Sejak tahun lalu pula Indonesia justru lebih sering membicarakan rencana pembelian pesawat tempur dari negara lain.

Selain itu, bersamaan dengan pandemi Covid-19, tahun lalu Indonesia memanggil pulang semua insinyur PT Dirgantara Indonesia yang ditugaskan untuk ikut membangun K-FX/I-FX di fasilitas KAI di Sacheon.

“Sikap Indonesia belakangan ini membuat Korea Selatan ragu-ragu pada komitmen Indonesia melanjutkan proyek K-FX/I-FX . Apalagi, Indonesia lebih sering membicarakan rencana pembelian pesawat-pesawat tempur bekas dari beberapa negara,” kata pengampu mata kuliah politik Asia Timur di UIN Jakarta ini.

Teguh menambahkan, dalam pertemuan antara Presiden Jokowi dan Presiden Moon di Seoul bulan September 2018, kedua negara sepakat merenegosiasi term and condition yang lebih spesifik mengenai proyek ini. Terutama mengenai cost sharing, payment schedule, intellectual property rights, dan transfer of technology.

Sementara dalam kesepakatan yang ditandatangani tahun 2015, disebutkan bahwa Indonesia akan menanggung 20 persen biaya pembuatan jet tempur generasi 4,5 ini.

“Sempat ada wacana dari Indonesia untuk mengundurkan penyelesaian proyek dari tahun 2026 menjadi 2030, tetapi pihak Korea Selatan keberatan karena akan berdampak besar pada komitmen-komitmen lain,” ujar mantan Ketua bidang Luar Negeri Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang pernah membawa delegasi PWI ke pabrik pesawat tempur Korea Selatan itu dan berdialog dengan insinyur-insyur Indonesia yang bekerja di sana.

“Nama Indonesia akan buruk di mata dunia internasional bila meninggalkan atau membatalkan perjanjian secara sepihak begitu saja. (Bila itu terjadi) di masa depan negara-negara sahabat yang lain akan ragu untuk menjalin kesepakatan dengan Indonesia karena khawatir Indonesia tidak menuntaskan komitmen,” demikian Teguh Santosa yang juga Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI).

Harapan Presiden Moon

Dalam pertemuan dengan Prabowo Subianto di Blue House kemarin (8/4), Presiden Moon Jaein mengatakan bahwa proyek prestisius itu adalah simbol tingkat kepercayaan dan kerjasama kedua negara yang sejak tahun 2017 lalu telah meningkatkan level hubungan menjadi special strategic partnership.

Presiden Moon menggambarkan kunjungan Prabowo sebagai wujud komitmen kuat Indonesia untuk melanjutkan kerjasama industri pertahanan dengan Korea Selatan. Indonesia adalah satu-satunya mitra asing dalam proyek ini.

Presiden Moon juga menyampaikan harapan agar kedua negara dapat memproduksi KF-X/IF-X secara massal, mentransfer teknologi, dan memasuki pasar luar negeri bersama.| RED-JAKSAT