William Win Yang, Pakar Analis Financial penulis sejumlah Buku/FOTO BY AENDRA

OLEH William Win Yang *)

Sejak awal saya memang orang yang sukar di yakinkan oleh produk-produk asuransi, terutama dengan membanjirnya produk asuransi di pasaran yang senantiasa menelepon saya dan mengucapkan : “Selamat anda beruntung” . (keberuntungan yang hadir tiap hari bukan lagi keberuntungan).

Namun sejak desember 2020 sikap saya terhadap asuransi dan unit link menjadi makin tegas. Tegas untuk mengatakan NO!!!
NO!!! karena saya meragukan bahwa saya akan mendapat hak saya pada waktunya tiba nanti. You can say :
“Kami dari grup besar”
“Kami dari luar negri”
“Fundamental kami kuat” Dan lain sebagainya
But the answer still no!!!

And it’s not about you!!! It’s about the condition!!! Ini tentang kondisi yang tidak memungkinkan saya merasa 100% aman dengan yang namanya asuransi dan unit link. (dan saya sarankan para pembaca mempertimbangkan sudut pandang saya juga).
Karena saya curiga mungkin saja kamu (asuransi, unit link, manajer investasi) membeli lembar saham yang salah atau produk investasi yang salah, atau mungkin produk investasi kamu dibeli oleh orang yang salah, yang menyebabkan perusahaan kamu jadi nol dalam waktu semalam. (I’m very serious about this).

Kasus ini dialami kebetulan dialami kawan saya sendiri, seorang nasabah “Wana Arta”, sebuah perusahaan asuransi dan unit link yang sudah kawakan, dengan nasabah yang mayoritas adalah pensiunan dan orang konservatif. Suatu hari kawan saya mendapat surat dengan kop surat “Juniver Girsang & Partners” yang merupakan pengacara dari “Asuransi Wanaarta” (WTF). Yang isinya menyatakan bahwa tabungannya di Wanaarta disita oleh negara …… WTF!!!!!???
WTF?!?! Disita oleh negara? Atas dasar apa???

Usut punya usut adalah karena konon wanaarta dicurigai sebagai nominee dari tersangka pembobolan Jiwasraya : “Benny Tjokro” alias Bentjok.
Whattt ?? how come? Dan apa hubungannya dengan nasabah? Kenapa nasabah harus ikut menanggung semuanya?

Bagaimana Wanaarta dituduh sebagai nominee dari BenTjok?

Selidik punya selidik, ternyata karena wanaarta membeli saham-saham yang terafiliasi dengan Bentjok di Market.

Whattt?? What’s wrong with that?

Kenapa nasabah harus ikut menanggung semuanya?
Dari poin pertama yang menetapkan Wanaarta sebagai nominee saja cukup meresahkan, dan tidak jelas. Namun yang lebih meresahkan adalah surat dari pengacara Wanaarta berikut ini :

Bayangkan kita punya tabungan investasi di suatu asuransi, kemudian menerima surat macam ini di rumah kita. Hal pertama yang kita pikirkan adalah : “hubungannya apa?”
Bagaimana mungkin kejahatan (jika benar ada) oleh perusahaan harus ditanggung oleh nasabahnya juga? jika demikian, jika saya menabung di BCA, dan BCA terlibat suatu kejahatan korporasi, maka uang saya sebagai nasabah yang tidak tahu apa-apa ini akan disita negara? WTF?

The drama continues
Para nasabah tentu saja tidak terima dan melakukan protes bahkan tuntutan hukum. Hingga saat artikel ini saya tulis, perjuangan mereka tidak juga selesai, dan belum menemukan titik kejelasan.

Diantara para pejuang itu adalah “Pak Wahjudi” dia seorang yang berumur kisaran 50 – 60, yang sangat gigih menggalang dukungan untuk melakukan perlawanan. Dia selalu hadir di sidang, dan terakhir menggunakan kursi roda. Tampaknya dia terkena stroke atau stress berat. Tampaknya dia mempercayakan seluruh kekayaan masa tuanya di Wanaarta yang kemudian menguap dalam semalam dengan alasan disita negara.
Diluar kasus Wanaarta, banyak kisah serupa lainnya, namun yang perlu dicermati juga adalah saham Hanson dengan kode saham MYRX. Banyak korban dituduh nominee karena secara sial membeli saham ini melalui mekanisme market (beli di pasar modal seperti biasa).

Hanson dirampas seluruh asetnya oleh negara, yang mana ada dua drama di Hanson ini :
1. Hanson adalah perusahaan publik, yang sahamnya hanya sebagian dimiliki oleh BenTjok. Akibatnya yang dirugikan adalah publik yang memegang sahamnya. Karena asetnya diambil semua maka perusahaannya jadi nol. Pembeli saham yang selama ini melihat fundamental dan chart, yang merupakan pemilik aset Hanson harus kehilangan investasi mereka karena kejahatan yang dituduhkan pada Ben Tjok yang sama sekali tidak dikenalnya

2. Namun yang paling tragis dari penyitaan tanah di Madja yang dikelola oleh Ciputra. Saya mendengar juga tanah ini dirampas negara baik yang masih dimiliki Hanson maupun yang sudah dibeli oleh orang lain. (bayangkan rumah yang kita beli dirampas negara karena pengembang kita dituduh melakukan kejahatan)

Note : Sekali lagi, saya tidak tahu apakah BenTjok bersalah atau tidak, namun dengan adanya kasus ini, saya jadi ragu apakah BenTjok sungguh bersalah?
Kembali ke pertanyaan semula : How come?
1. Konon kejakasaan memiliki kekuasan untuk langsung menyita aset yang dianggap berpotensi merupakan hasil kejahatan, sebelum dilarikan.
2. Dan itulah yang dilakukan oleh kejaksaan.
3. Nasabah awalnya dikagetkan akan hal ini, kemudian diminta tenang untuk menunggu hasil putusan pengadilan. Karena memang ini adalah tindakan preventif dari kejaksaan.
Diyakinkan, setelah penyelidikan maka uang nasabah akan dikembalikan.
4. Nasabah tenang, menunggu, dan putusanpun keluar….. harta mereka tidak dikembalikan, malah dirampas oleh negara.
5. Para aparat yang terlibat dalam kasus ini muncul keluar dengan bangga seolah berhasil
menyelamatkan uang negara…… WHAT THE FUUUUCCCKKKK ?!?!?!

Mereka seenaknya mengambil harta rakyat dengan kata “MERAMPAS”, kemudian melenggang keluar untuk menerima tepuk tangan karena berhasil menyelamatkan uang negara.

Jiwasraya adalah satu kasus dengan menelan banyak korban investor tidak bersalah, namun usaha penyelamatannya tidak hanya memberikan hasil yang belum jelas bagi investor sebelumnya, namun memakan lebih banyak korban orang yang tidak bersalah.
Dan lebih buruk dari jatuhnya korban-korban itu, kasus BenTjok ini (saya tidak menyebutnya kasus Jiwasraya) beresiko menggerus kepercayaan masyarakat pada sistem keuangan Indonesia. Bagaimana mungkin saya bisa mempercayakan harta saya pada sistem, kalau sistem dengan seenaknya bisa merampok saya ?

Kesimpulan
Kasus BenTjok ini hanyalah puncak gunung es. Pemerintah jangan anggap remeh :
Karena korban sakit hati, serta kecewa dengan sistem keuangan Indonesia yang semena-mena.

Mereka mungkin sedang memikirkan melarikan uang mereka semua keluar negri.
Mereka mungkin diam dan suara mereka tegusur oleh media atau kisah-kisah yang lebih seru Namun mereka semua punya koneksi, mereka punya teman (contohnya saya)
Teman yang bersedia mendengar mereka dan mempercayai mereka
Teman yang merasa hal ini bisa juga terjadi pada mereka
Suara-suara kesedihan dan kekecewaan sedang beredar di Whatsapp, telegram, dan luput dari pandangan aparat yang terlalu percaya diri
Sedikit demi sedikit sedang menumpuk

Hingga suatu saat semuanya sudah terlambat seperti kanker stadium 4
Ingat tahun 1997-1998, ekonomi Indonesia runtuh tidak hanya karena kebobrokan sistem keuangan kita saat itu, tapi lebih karena masyarakat kehilangan kepercayaan pada sistem.

Saya masih ingat tahun 1997 bulan november, saat 16 bank di likuidasi oleh pemerintah, efek lanjutannya adalah rush terhadap perbankan lainnya, yang menyebabkan bank sehat jadi sakit, dan yang sakit jadi sekarat, hingga ekonomi Indonesia terpuruk sampai ke titik nadirnya.

Kapan bom ini meledak, tidak ada yang tahu
Saat itu tiba pemerintah hanya bisa menyesal
Pemerintah harus segera ambil tindakan tegas untuk menyelamatkan bom waktu ini. Sekarang kita sedang menghadapi COVID 19. Ekonomi sedang terpuruk, APBN sedang tertekan, akan sangat celaka jika ditambah hilangnya kepercayaan masyarakat dengan sistem.

Usulan untuk mengembalikan kepercayaan publik
1. Pemerintah harus tidak hanya mengembalikan uang para nasabah yang tidak bersalah, tapi juga harus memberikan kompensasi atas luka yang sudah terjadi
2. Selain itu pemerintah juga harus menunjukan ketegasannya dengan menghukum berat semua aparat yang terlibat akan hal ini. (kalau perlu hukuman mati untuk memuaskan dendam sakit hati masyarakat)
3. Hukuman mereka harus diumumkan ke publik. Dengan demikian pemerintah memberikan pesan bahwa negara hadir untuk rakyat, dan negara akan menghukum semua orang yang menzolimi rakyat
Akhir kata So, wahai para agen asuransi dan unit link, mohon maaf, saya tidak membeli produk anda. Bukan karena saya tidak percaya akan kemampuan anda, atau kesehatan fundamental perusahaan anda, tapi karena bisa saja anda sial membeli saham yang salah di market.

Saya tidak mau menghabiskan waktu saya menghadiri sidang untuk menuntut apa yang seharusnya menjadi milik saya.

Saya tidak mau senasib seperti pak Wahjudi yang harus hadir ke sidang dengan menggunakan kursi roda
Saya tidak mau menangisi hilangnya hasil kerja seumur hidup saya, hanya karena manajer investasi saya sedang sial membeli saham yang salah di market, atau produk reksadananya dibeli oleh perusahaan yang salah di market.

*)William Win Yang
Pengamat ekonomi, pakar digital enterprise, business consultant Pengarang buku :
Secrets of the Dragon (2013)
The Dragon Slayer Strategy (2014)
How to be a Taipan (2016)
Investing in digital startups (2018)
Taipan – Lahirnya para konglomerat (2019)
Taipan – dibawah bayang-bayang papi (2020)
Taipan – The winners takes it all (2021)
The Dragon Slayer Trading Strategy (coming soon 2021)