Ahmad Daryoko/IST

Oleh : Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.

Dalam Sidang MK tahun 2003 terkait Uji Materi UU Ketenagalistrikan No 20/2002 ttg Privatisasi/Penjualan PLN. Ahli dari LN (Prof David Hall dari Greenwhich University , UK ) menyampaikan presentasi akibat penjualan Perusahaan Listrik Negara spt Kamerun dsb. Dipastikan setelah perusahaan listrik negara tsb berpindah tangan ke swasta (pasti Asing) maka bila tanpa subsidi Pemerintah, pasti akan melonjak antara 5 – 6 kali lipat. Dan di Kamerun pada 2000 an terjadi revolusi sosial !

Hal diatas terjadi mengingat kelistrikan memiliki karakter “exclussive right” (monopoli alamiah) dimana kalau monopoli tsb di pegang Negara bisa di arahkan untuk kesejahteraan rakyat (tergantung Visi Pemimpin). Tetapi bila aparat Negara terdiri dari para “bandit listrik” maka perusahaan listrik negara bisa dijual ke Asing dan mereka bisa ikut menjadi pemilik baru perusahaan listrik itu !

Mengapa tarip bisa melonjak tdk terkendali setelah dikuasai Asing ?

Karena itu tadi, kelistrikan itu monopoli ! Sehingga perusahaan listrik swasta (Kartel Liswas) bisa pasang harga suka2 mereka , tanpa ada saingan ! Dan Negara tdk bisa kontrol lagi kecuali bila mau bayar ratusan triliun biaya “subsidi” ke Kartel Liswas tsb . Konsumen yang tdk mau bayar listrik maka sambungan listriknya di putus ! Saat sekarangpun kejadian spt itu sdh dimulai. Siapa yg telat bayar langsung diputus. Tidak ada ampun ! Karena secara defacto PLN tdk memiliki jaringan ritail lagi, setelah tahun 2010-2011 dijual oleh Dirut PLN Dahlan Iskan ke Taipan 9 Naga. PLN hanya dipakai namanya saja ! Semua sdh dibawah otoritas perusahaan ritail swasta dng mengerahkan tenaga Outsourcing.

Untuk Jawa-Bali pembangkit2 nya sdh dikuasai Huadian, Shenhua, Chengda, Chinadatang, CNEEC, Shinomach, General Electric, Kanshai, Mitsubisi dll. PLN hanya tinggal memiliki jaringan Transmisi dan Distribusi saja (dan sdh disewakan ke Kartel Liswas).

Dalam waktu dekat sesuai “road map” yang disepakati dalam “The Power Sector Restructuring Program” atau PSRP (yang merupakan follow up LOI 31 Oktober 1997) PLN Jawa- Bali akan diserahkan ke Kartel Liswas. Sedang PLN Luar Jawa-Bali akan diserahkan ke Pemda setempat.

KESIMPULAN :

Sebenarnya PSRP dng program privatisasinya sudah dilarang oleh putusan MK yaitu pts No. 001-021-022/PUU – I/2003 tgl 15 Desember 2004 dan pts MK No. 111/PUU-XIII/2015 tgl 14 Desember 2016. Tetapi oleh para oknum pejabat yang kebetulan pengusaha spt JK,Luhut BP, Dahlan Iskan dan Erick Tohir dll putusan MK tsb di “plintir2” dan malah mengajak swasta Aseng/Asing, Tommy Winata, James Riady, Prayoga Pangestu / Taipan 9 Naga mengambil alih PLN menjadi Kartel Liswas. Dan mulai 2020 Jawa-Bali sudah mereka kuasai sepenuhnya dan memberlakukan mekanisme pasar bebas listrik yang berkonsekuensi terjadinya lonjakan harga listrik yang tinggi dan berakibat subsidi listrik 2020 sebesar Rp 200,8 triliun (Repelita Online 8 Nopember 2020).

Meskipun PLN dlm Laporan Keuangan 2020 mengatakan justru untung Rp 5, 99 triliun.

Dari kejadian Laporan Keuangan tsb mestinya BPK turun untuk memeriksa perbedaan2 tersebut. Termasuk System kelistrikan yang ada ! Masih sesuai Konstitusi atau sudah melanggar ?

Apalagi Akuntan Publik yang dipakai adalah PWC yang dipakai WB,ADB,IMF dll dalam menggiring privatisasi PLN !

Akhirnya marilah siap2 menghadapi tagihan listrik yang lebih mahal lagi. Karena hakekatnya PLN hanya dipakai namanya saja oleh Kartel Liswas !

JAKARTA, 22 JUNI 2021