CATATAN JAKARTASATU.COM
SOAL Garuda Indonesia Airways (GIA) perusahaan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam sebulan terakhir makin panas diguncingkan. Perguncingan GIA makin panas karena memang hutangnya yang buncit. GIA berteriak rugi karena hutang yang kini mencapai lebih Rp70 Triliun.
Pandemi Covid19 alasan yang masuk dalam kemasan hutang itu dan jadilah seolah pemakluman yang semua akan dan harus bisa memahami. Tapi ada sejumlah pihak malah menduga adanya terpapar korupsi. Wartawan Senior dari Bandung Imam Wayudi menulis bahwa tak semata pandemi yang memang memicu dampak merugi. Slot penerbangan terbatas. Jumlah penumpang pun minus drastis selain ia juga menyidir ada dugaan korupsi disana.
Imam bahkan menulis ini tragedi! Kabar merugi bin utang, berlanjut skenario. Garuda Indonesia terancam pailit. Lantas mau drop dan berganti nama Pelita Air. Sependek itu tak ada suara pihak yang mesti bertanggungjawab. “Sebutlah jajaran direksi, bahkan komisaris. Terkesan cuma menumpuk berkat bulanan. Jauh dari kepatutan. Ya, tadi — lantaran sumber dana relatif “mudah”,”tulis Imam sangat keras menyorotinya.
“Tragedi! Garuda Indonesia hari-hari ini, terkesan ada yang ditutupi. Tapi sudah tak bisa lagi. Tragedi yang tampak tak mudah beroleh solusi. Malah potensial meledakkan bola api,” beber kang IW panggilan akrabnya.
Ketajaman Imam bahkan menuliskan dengan menyebut ini bagai dramaturgi yang tiba-tiba mengangga ke permukaan. Publik bengong. Seolah hendak “ngajak” memikul beban bersama. Ya, lantaran maskapai plat merah itu bermodal dengkul. Giliran merugi, lantas dramatisasi megap-megap — tinggal menengadah tangan. Ada spasi Penyertaan Modal Nasional (PNM). Tradisi tanpa solusi. Uenaaakk tenan.
Defiyan Cori Ekonom Konstitusi bahkan pernah menulis bahwa Erick Tohir pernah mengungkapkan, pada Tahun 2045 nanti bukan tidak mungkin tak akan lagi BUMN sebagai perusahaan pelat merah lantaran daya beli masyarakat yang terus meningkat sehingga tak dibutuhkan lagi perusahaan-perusahaan yang mendapatkan penugasan dari negara. “Pernyataan Erick Tohir ini jelas asal bunyi dan bernuansa punya kepentingan ekonomi pribadi atau kelompok tertentu dan secara terang-terangan merupakan makar terhadap konstitusi ekonomi Pasal 33 UUD 1945, terutama ayat 2 dan 3.
“Dasar Hukum Rasionalisasi BUMN memang tidak harus ada di semua sektor, tapi memangkas tanpa dasar hukum yang pasti tentu tidak salah publik menduga ada kepentingan pihak tertentu (keterlibatan konsultan asing), apalagi rekam jejak (track record) Erick Tohir sebagai orang yang terbiasa melakukan transaksi di pasar bursa,”tulis Cori.
Pasal 33 UUD 1945 sebagai dasar punya konstitusi ekonomi bukan soal selera Menteri BUMN dan menggunakan konsultan asing untuk menafsirkan penguasaan negara atas cabang produksi penting dan yang menguasai hajat hidup orang banyak untuk mengurangi jumlah unit BUMN jelas pelanggaran konstitusi yang amat berat. “Sebab, penguasaan negara itu bukan hanya sebatas pembuat kebijakan (regulator) saja dalam bidang ekonomi, kalau cuma sebagai regulator, maka tak perlu ada negara (DPR dan Presiden), karena korporasi swasta bisa melakukan kartel atau hal lain yang menyesuaikan keadaan atau situasi perekonomian,”jelas Cori.
Sementara itu Pemerhati Politik dan Kebangsaan M Rizal Fadillah menyoroti soal GIA menuliskan dalam opinian yang juga viral yang isinya masalah utama Garuda adalah salah urus (mismanagement), kemandirian yang terganggu, serta menjadi perusahaan perahan dari banyak kepentingan. Sebagaimana BUMN lain, Garuda pun menjadi perusahaan yang tak luput dari budaya bagi-bagi kue politik. Komisaris dan Direksi yang terkendali dan profesionalisme yang terkendala.
“Pemerintah harus terbuka bagi pembenahan mendasar. DPR dituntut lantang dan cermat dalam pengawasan dan penyelamatan. Tidak terjebak oleh budaya bagi-bagi kue yang dapat menyebabkan anggota menjadi kelu untuk bersuara. Bungkam seribu bahasa, Pemerintah harus terbuka bagi pembenahan mendasar. DPR dituntut lantang dan cermat dalam pengawasan dan penyelamatan,” jelas Rizal Fadillah.
Tentang Dirut Garuda
Catatan JAKARTASATU.COM kembali membuka file lama sebenarnya siapa Direktur Garuda Indonesia Airway (GIA) saat ini?
Adalah Irfan Setiaputra yang melalui RUPSLB, para pemegang saham PT Garuda Indonesia (Persero), telah memutuskan secara resmi menunjuk Irfan Setiaputra sebagai Direktur Utama perusahaan maskapai penerbangan berpelat merah ini pada Januari 2020.
Kalau melihat dari rekam jejaknya, Irfan yang saat diangkat menjadi Dirut GIA tengah menjabat sebagai CEO Sigfox Indonesia, pengelola jaringan Internet of Things (IoT) sejak Februari 2019 tersebut memang memiliki pengalaman yang mumpuni.
Laki-laki kelahiran Jakarta 24 Oktober 1964 ini, setelah menamatkan kuliahnya di Fakultas Teknik Informatika ITB di tahun1989 tercatat sudah melanglang buana di beberapa perusahaan bidang teknologi informatika yang ternama seperti IBM, LinkNet, dan Cisco,
Tidak hanya mencicipi karir di perusahaan swasta, Irfan juga pernah dipercaya untuk menjabat sebagai Direktur Utama perusahaan BUMN yaitu PT INTI pada Maret 2009 saat dibawah kepemimpinan Menteri BUMN Sofyan Djalil.
Namun sayangnya, ketika Kementerian BUMN dipimpin oleh Dahlan Iskan, tepatnya pada Juli 2012, Irfan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Dirut PT Inti dengan alasan gajinya terlalu kecil dibandingkan ketika bekerja di tempat sebelumnya. Kala itu Dahlan Iskan sebagai Menteri BUMN yang menerima surat pengunduran diri Irfan.
“Saya ingin membereskan kondisi keuangan saya yang sudah menipis. Soalnya gaji saya di PT Inti turun di atas 50 persen dibanding gaji sebelum masuk perusahaan BUMN,” ujar Irfan waktu itu selepas konferensi pers di Kementerian BUMN Jakarta, Senin (30/7/2012)
Setelah mengundurkan diri dari BUMN tersebut Irfan kembali ke sektor swasta. Ia sempat berkarier di PT Titan Mining Indonesia dari Agustus 2012 hingga Juni 2014. Kemudian menjadi CEO PT Cipta Kridatama pada rentang Juli 2014 hingga Mei 2017.
Di Mei 2015, Irfan sempat dipercaya menjadi COO ABM Investama Tbk PT (ABMM) hingga Mei 2016. Setelah itu ia juga dipercaya menjadi President Director & CEO Reswara Minergi Hartama pada Mei 2017 hingga Desember 2017, sampai yang terakhir ia menjabat sebagai CEO Sigfox Indonesia, sebelum dipercaya untuk menjadi Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) sekarang.
Nah jika dilihat dari pengalaman tersebut, semoga saja kali ini gaji sebagai Dirut Garuda Indonesia tidak lebih kecil dibandingkan dengan gaji di Sigfox sehingga Irfan tidak perlu harus mengundurkan diri lagi seperti yang dilakukan saat menjadi Dirut PT Inti dahulu.
Ada berita juga bahwa saat Kondisi Garuda Indonesia yang diujung tanduk seolah tidak menjadi hal penting yang perlu dipikirkan. RMOL menuliskan bahwa Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra justru memilih plesiran selama dua pekan ke Amerika dan Eropa dibanding mempersiapkan diri menghadapi gugatan PKPU di pengadilan niaga dan juga menghadapi kondisi keuangan yang sangat memprihatinkan.
Jadi soal Gaji kecil di BUMN PT INTI dan mungkin “gaji” besar di Garuda dengan fasilitas sangat super mewah Irfan ini makin ketahuan arah kerjanya apa? Memang sebelumnya ada sebuah video Irfan yang menyatakan bahwa garuda adalah tanggung jawab dia, tapi tak neyatakan mudur karena dibawah pilot utama dia GIA mengalami hal terpuruk dengan hutang yang super buncit Rp70 Triliun.
Bagusanya Irfan jantan dan menyatakan keberaniannya sama saat ia mundur dari PT INTI sambil melakukan konferensi pers di Kementerian BUMN Jakarta, 30 Juli 2012 mundur dari PT INTI karena gaji kecil. Ini Garuda diambang bangkrut dia masih bisa berlibur nyaman. Hehehe Irfan…Irfan lidah menang tak bertulang. Tabik…!
AENDRA MEDITA, PEMIPIN REDAKSI JAKARTASATU
Kondisi Garuda Indonesia yang diujung tanduk seolah tidak menjadi hal penting yang perlu dipikirkan. Pasalnya, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra justru memilih plesiran selama dua pekan ke Amerika dan Eropa dibanding mempersiapkan diri menghadapi gugatan PKPU di pengadilan niaga dan juga menghadapi kondisi keuangan yang sangat memprihatinkan.