#Ngopipagi kali ini saya dengan Arabika Flores Bajawa Honey. Rasanya wow…Dalam sejarahnya Kopi Flores Bajawa berasal dari daerah yang subur dan alami. Kopi Flores karakter rasanya unik dimana kuat dengan khas perpaduan aroma nutty dan ada sedikit tembakau. Jadi jangan heran kopi jenis ini kini sedang naik daun dan bahkan mendunia.
Tapi kali ini saya tak ingin cerita panjang lebih soal Kopi Flores Bajawa. Namun sedang melihat di akhir pekan ini betapa ramenya peristiwa soal bangsa ini. Ada Habib Kribo yang kabur debat dengan Prof Eggy Sudjana dalam sebuah Podcast yang mana bahas kasus awalnya HBS. Ada juga ramenya aktibis 98 yang juga praktisi pendidikan Kang Ubed mengadukan 2 anak Presiden ke KPK dan ini bikin semua kaget. Tumben juga media-media panas membahasnya, biasanya adem ayem. Tapi Magnet 2 anak presiden yang diduga KKN ini memang makin memanas. Laporan itu memuat klaim data adanya “abuse of power” yang dilakukan anak-anak Jokowi dengan melindungi PT. SM, perusahan pembalak hutan di Sumatera Selatan, dari perkara hukumnya. Ini kasus yang seksi dan beulir terus bahkan ada juga yang menyerang Ubed sebagai orang PKS, padahal Ubed adalah pendidik alias dosen UNJ yang tak boleh ber politik.
Data-data yang di setor Ubed memang bikin panas, akibatnya Ubed ada yang mau laporkan Ubed ke Polisi. Hehehe sungguh absurd kalau menyebut data Ubed itu Hoax, itu data jelas dan sudah bisa dibuktikan. Ah tapi begitulah kondisinya. Sampai saat ini KPK belum berbunyi juga atas laporan Kang Ubed ini, tapi pihak istana dalam hal ini KSP sudah bersuara, meski suaranya sebatas ungkapan standar. Sejumlah aktivis ekponen 98 banyak mendukung Kang Ubed. Tapi yang jelas permain di medsos lewat Buzzerp gencar meyerang Kang Ubeb.
Ada juga yang menarik soal laporan PCR 2 menteri ke Polda Metro Jaya oleh Prodem ditanggapi oelh juru bicara Menteri LBP bilang musush dalam selimut….Ketua Majelis Jaringan ProDEM Iwan Sumule melaporkan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir terkait isu bisnis PCR ditanggapi juru bicara Luhut Binsar Pandjaitann, Jodi Mahardi menyerang balik pelapor.
Jodi mengatakan pelapor seharusnya ikut mengawasi pemenuhan kebutuhan alat peralatan pertahanan. Dibanding membuat laporan ke Polda. “Itu pengurus Gerindra seperti Iwan Sumule dan Ferry Juliantono daripada ngurusin PT GSI sibuk bawa-bawa laporan ke Polda dan konferensi pers menuduh Pak Luhut dan Pak ET mencari untung, padahal sudah jelas sebuah niat bantuan dan kewirausahaan sosial,” ujar Jodi, dalam keterangannya, Jumat (14/1/2022).
Kita tahu bahwa Luhut dan Erick Thohir dilaporkan ke Polda Metro Jaya akhir 2021 lalu. Laporan tersebut teregistrasi dengan nomor LP/B/5734/XI/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA. Dalam laporan tersebut, ProDem melaporkan Erick Thohir dan Luhut atas dugaan pelanggaran tindak pidana kolusi dan nepotisme Pasal 5 angka (4) juncto Pasal 21 dan Pasal 22 UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Ya begitulah aduan demi aduan seperti sedang dimainkan drama terus bergulir tanpa dramaturgi yang asyik, rakyat menjadi penonton saja.
Masih di pekan ini, yang rame benar soal ekpor batu bara. Emas hitam ini jadi pegunjingan hebat, terkait dengan krisis batubara nasional saat ini, sikap Pemerintah membuka kran ekspor atas desakan sebagain negara importir harus dilawan dan ditolak. Keputusan menutup dan membuka, harus dipertimbangkan atas kepentingan nasional, dan bukan atas tekanan internasional. Tapi kenyataannya kini dibuka kembali.
Cadangan batubara nasional sebatas 2,5 % dari total cadangan batubara dunia, sehingga kebijakan pengelolaan harus memikirkan kebutuhan batubara di dalam negeri jangka panjang, sesuai kebijakan yang telah ditetapkan di dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), yang dikeluarkan Dewan Energi Nasional. (DEN). “Kesalahan mendasar kelangkaan batubara bagi PLN akibat perusahan batubara melanggar DMO dan juga lemahnya Pemerintah dalam melakukan pengawasan. Ini terbukti dengan sebagian besar perusahaan dengan DMO nol persen, dan baru diketahui di saat krisis terjadi,”ujar Yusri Usman pengamat energy CERI.
Masalah mendasar ketergantungan pasokan batubara ke pembangkit PLN adalah dirubahnya pasal 75 UU Minerba no. 4 tahun 2009 di UU Minerba no. 3 tahun 2020 yang menghilangkan hak prioritas BUMN untuk mengelola tambang PKP2B yang telah terminasi. “Semestinya dengan proyeksi kepentingan nasional (PLN) dalam membutuhkan batubara, Pemerintah (ESDM) harus tegas untuk mengembalikan tambang batubara PKP2B pasca terminasi kepada Pemerintah, yang dilanjutnya dapat dikelola BUMN. Ironis, di saat kebutuhan batubara oleh PLN jelas meningkat, perpanjangan PKP2B menjadi IUPK tanpa mempertimbangkan kondisi ini,” ungkapnya.
Yusri mengatakan bahwa kebijakan Menteri BUMN mencopot direktur energi primer PLN dan akan membubarkan PT PLN Batubara serta anak perusahaan angkutan laut PLN, jelas sebagai kebijakan cuci tangan pemerintah dengan mengorbankan pihak yang tak bersalah. PT. PLN Batubara, jelas hanya memasok sebagian kecil kebutuhan PLN dan bukan sebagai “biang kerok” kejadian krisisnya pasokan batubara saat ini. Kejadian krisis bukan sepenuhnya kesalahan PLN, bahkan Independent Power Producer (IPP)/atau IPP juga menghadapi masalah yang sama. Kesalahan sangat jelas ada di dalam ruang pengawasan oleh Pemerintah sendiri.
“Di dalam situasi krisis yang berskala nasional dan memberikan dampak besar terhadap kerugian nasional, Menteri ESDM tidak dengan tegas memanggil perusahaan tambang untuk diperintahkan segera mengamankan pasokan. Bahkan semua surat penugasan kepada penambang dan rapat-rapat selama krisis sebatas diserahkan kepada Dirjen Minerba,” lanjutnya.
Yusri juga menambahkan bahwa langkah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, yang mengusulkan penyelesaian masalah krisis DMO Batubara dengan membentuk Badan Layanan Umum (BLU) adalah jelas langkah yang melanggar konstitusi. Memaksakan PLN untuk membeli batubara dengan harga pasar, dengan bantuan dana BLU, menempatkan PLN harus “mengemis” setiap bulannya kepada BLU yang notabene sumbangan pengusaha tambang batubara.
“UU Minerba pasal 5, jelas dan tegas Pemerintah diberi wewenang untuk menetapkan harga dan tingkat produksi nasional (tanpa merugikan pengusaha selama ini). Dengan membentuk BLU dan memutuskan PLN harus membeli harga batubara dengan harga internasional serta memaksakan pola CIF, dicurigai sebatas menguntungkan pengusaha, sekaligus melanggar amanah konstitusi,” paparnya.
Ditepi lain ada informasi adanya “Ratu Batubara” dibalik krisis Batu bara Indonesia? Siapa yang dimaksud Tan Paulin treader kuat batubara itu?
Tan Paulin, trader batu bara asal Kalimantan Timur muncul dan mengejutkan sehingga Anggota Komisi VII, Muhammad Nasir, mengkritik pemerintah yang tidak becus mengawasi pasokan batu bara sehingga terjadi krisis untuk pasokan domestik. Dia menyebut, ada sosok ‘Ratu Batu Bara’ di Kalimantan Timur (Kaltim), yang kerap mengambil hasil tambang tersebut dan tidak melaporkannya ke pemerintah. Dan batu baranya dari tambang liar hal ini seiring krisis pasokan batu bara domestik.
“Ada siapa ini namanya tadi, produksi 1 juta (ton) per bulan, tapi enggak laporan ke Kementerian ESDM. Namanya Tan Paulin. Saya bilang, tangkap orang ini, siapa yang lindungi orang ini?” ujar Nasir dalam rapat, Kamis (13/1/2022) yang diunduh dalma video DPR RI yang viral.
Dia menjelaskan, uang yang dihasilkan dari penjualan batu bara tersebut jumlahnya fantastis hingga Rp 2,5 triliun. “Dan saya lihat nih Menteri ESDM santai-santai saja melihat hal ini,” ugkap Nasir.
Siapa Tan Paulin?
Ia Tak Punya Tambang Batu Bara, Pada Desember 2021, nama Tan Paulin mencuat seiring dengan aksi protes yang dilakukan ratusan pekerja dari PT Batuah Energi Prima (BEP) di depan Polres Kutai Kartanegara.
Aksi protes itu, dipicu penutupan jalan menuju lokasi tambang PT BEP yang ternyata dilakukan oleh masyarakat adat di sekitar lokasi tambang atas perintah Tan Paulin.
Perintah penutupan akses jalan ke lokasi tambang disebabkan Tan Paulin memiliki masalah bisnis dengan mantan direktur PT BEP.
Tan Paulin menutup akses ke lokasi tambang karena telah membeli tanahnya dari mantan direktur PT BEP. Namun saat protes dilontarkan Wisi Aseno, selaku kuasa hukum Tan Paulin menegaskan kliennya tidak punya tambang batu bara di Kalimantan Timur (Kaltim) melainkan sebagai traider (pedagang).
“Untuk diketahui, Tan Paulin tidak punya tambang batu bara koridor di Kaltim ini. Kalau dia sebagai traider itu benar, tetapi dia tidak ada memiliki tambang batu bara koridor di Kaltim ini,” kata Wisi Aseno, seperti dikutip Kaltimnow.id, 24 Desember 2021.
Digugat Kasus Penipuan Investasi
Sebelumnya pada Januari 2016, nama Tan Paulin sempat menjadi sorotan dalam kasus dugaan penipuan investasi. Hal itu, bermula dari gugatan Komisaris PT Energy Lestari Sentosa (ELS), Eunike Lenny Silas, terhadap H Abidinsyah, Donny Sugiarto, dan Tan Paulin, yang dijuluki sebagai tiga serangkai jaringan mafia tambang di Kaltim.
Kasus ini bermula dari tawaran investasi dari Donny Sugiarto Lauwani kepada Lenny Silas, yang akhirnya menggelontorkan dana investasi miliaran rupiah.
Untuk menggaransi dana yang dikucurkan ini, Donny menawarkan sejumlah Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada Lenny Silas.
Namun ternyata Donny bukan pemilik IUP bahkan tidak mempunyai usaha tambang karena pemilik tambang sesungguhnya adalah H. Abidinsyah.
Belakangan terkuak, H Abidinsyah, Donny Sugiarto Lauwani dan Tan Paulin merupakan tiga serangkai jaringan mafia tambang.
Abidinsyah yang juga pemilik tambang batubara PT Sungai Berlian Bhakti di Berau dan CV Sungai Berlian Jaya kemudian ditangkap Bareskrim Mabes Polri.
Sementara tersangka lainnya, Donny Sugiarto Lauwani, melarikan diri dan menjadi buron Interpol. Donny kini masuk Daftar Pencarian Orang (DPO), Mabes Polri.
Sedangkan, Tan Paulin belum tersentuh jerat hukum, meski sudah dilaporkan ke Mabes Polri.
Atas kasus penipuan investasi tersebut, Eunike Lenny Silas mengaku mengalami kerugian sekitar Rp500 miliar.
Paulin Ganti Gugat Lenny Silas
Belakangan pada Mei 2016, diketahui Tan Paulin balas menggugat Eunike Lenny Silas dalam kasus penipuan dan penggelapan batu bara.
Diberitakan, awalnya kasus bermula saat Lenny Silas meminjam batubara milik Tan Paulin, dengan janji akan dikembalikan dalam waktu 1 minggu. Lenny menjual batubara tersebut ke India.
Saat harus mengembalikan, Lenny tidak memenuhi jaji. Tan Pauline menuntut pembayaran Rp 3,2 Miliar. Lennya membayar dengan giro cek, namun setelah hendak dicairkan ternyata cek tersebut kosong. Tan Pauline melaporkan Lenny Silas atas tuduhan penipuan dan penggelapan batubara.
Persidangan berlangsung selama 8 bulan. Lennya Silas dijatuhi hukuman 6 bulan penjara dengan masa percobaan 1 tahun, setelah sebelumnya keduanya berdamai.
Jadi DPO
Di saat berusaha menjebloskan Eunike Lenny Silas ke penjara dalam kasus penipuan batu bara, Pauline Tan justru menjadi DPO. Pauline berstatus DPO setelah tidak memenuhi panggilan ketiga dalam kasus yang membelitnya.
“Dijadikan DPO sejak 31 Mei 2016,” ujar HK Kosasih, kuasa hukum Lenny kepada wartawan, Senin (6/6/2016),seperti dilansir detikcom.
Pauline dijadikan DPO atas kasus penipuan pembelian empat alat berat yang dilaporkan oleh Lenny ke Mabes Polri. Panggilan pertama Pauline mangkir dengan alasan sedang mengaukan praperadilan atas penetapan tersangka dirinya.
Namun praperadilan tersebut ditolak hakim Pengadilan Negeri Selatan Martin Pontoh. Pada panggilan kedua, Pauline juga tidak datang dengan alasan sakit dan pergi ke Singapura untuk berobat ke RS Mount Elizabeth. Penyidik lalu melayangkan surat panggilan ketiga sekaligus menetapkan Pauline sebagai DPO.
Kosasih jelas merupakan salah satu pihak yang tidak senang dengan buronnya Pauline. Dengan hilangnya Pauline maka kasus yang membelit Lenny bisa saja menjadi berkepanjangan. Karena itu pria asal Banjarmasin ini meminta pihak imigrasi agar segera mengambil tindakan.
“Kami ingin agar paspor Pauline dicabut saja agar yang bersangkutan segera dipulangkan ke Indonesia. Kalau tidak dicabut (paspor), maka pekara akan berlarut dan tidak selesai-selesai,” tandas Kosasih.
Mejual batubara 1 juta ton per bulan, senilai Rp 2,5 Triliyun
Sebagai trader bataubara, Tan Pauline termasuk pembeli besar di Kaltim. Dia murni pedagang, tanpa punya tambang. Batubara milik Tan Pauline saat ini diekspor. Karena harga diluar negeri lebih tinggi dibanding didalam.
Oleh karena itu saat diberlakukan larangan ekspor bataubara oleh pemerintah, Tan Paulin sebagai trader pasti sangat terpukul. Bayangan keuntungan besar didepan mata, tiba-tiba barang tidak boleh keluar. Apa yang dilakukannya?
Logika pebisnis pasti tidak mau rugi. Mereka pasti meloby otoritas untuk dicabut. Dan benar, aturan itu dicabut oleh Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Maka bisnis Tan Paulin lancar kembali.
Merusak infrastruktur Pemda
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Demokrat Muhammad Nasir menyoroti pengusaha Tan Paulin si “Ratu Batubara” itu. Menurutnya, ulah pemain tersebut membuat infrastruktur di Kalimantan Timur rusak.
“Waktu kita kunjungan Kalimantan Timur ini yang dibicarakan. Gara-gara dia infrastruktur yang dibangun Pemda rusak semua,” ujar Muhammad Nasir.
Dan kini batubara sedang dimainkan lagi.
Kita tunggu saja KPK bagaimana dan semoga laporan Kasus Kang Ubeb tidak sama nasibnya dengan laporan Agustinus Edy Kristanto dengan mengatakan belum cukup bukti pendukung, begitu KPK mengatakannya.
Itu itu saya cukup dulu catatan akhir pekan di #Ngopipagi ini, saya mau ngopi lanjutkan kopi yang nikmat dari Flores ini dimana kami merasakan petani menanam kopi dengan hati di perkebunan itu dan kini sudah dinikmati di secankir kopi yang aduhai….!!!
AENDRA MEDITA, pencinta bangsa Indonesia