OLEH Cecep A Hidayat
Dalam Islam dikenal dua istilah, yakni tauhid uluhiah dan tauhid rububiah. Tauhid uluhiah lebih menekankan pada aspek penyembahan atau peribadat an kepada Allah, sementara tauhid rububiah lebih menekankan pada aspek pengetahuan tentang Tuhan yang menciptakan dan mengatur alam (Rabb al-‘alamin).
Denan kata lain, tauhid uluhiah menyentuh tataran metafisik, sementara tauhid rububiah menyentuh aspek fisik.
Wahyu pertama kepada Nabi disebutkan dengan kata bismirabbik (dengan nama Rabb), yang berkaitan dengan tauhid rububiah; bukan disebut bismillah (dengan nama Ilah/ Allah), yang berkaitan dengan tauhid uluhiah. Ini berarti bahwa wahyu pertama lebih memberikan penekan an yang kuat kepada Nabi untuk membaca tanda alam (ayat kauniah) yang bersifat fisik atau kasat mata yang ada di sekitarnya. Ini bukan berarti ibadah hal yang tak penting.
Namun, ibadah lebih sering bersifat indi vidual yang efeknya hanya bagi individu terkait, sementara pembacaan terhadap alam efeknya tak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain.
Pembacaan terhadap tanda alam melahirkan ilmu pengetahuan, terutama sains dan teknologi yang sangat bermanfaat bagi umat manusia. Ini sekaligus mempermudah manusia untuk beribadah kepada Allah. Dengan kata lain, kemajuan sains dan teknologi memfasilitasi manusia untuk lebih mudah, enak dan nyaman beribadah, serta dapat mengantarkan mereka pada kekhusyukan.
Tak dapat dimungkiri juga bahwa kemajuan sains dan teknologi sering malah melalaikan manusia dari ibadah dan Allah, bahkan menjauhkan dari-Nya, membuat jiwanya kosong dan hampa yang berefek pada munculnya depresi, stres, sakit jiwa, disorientasi, saling memangfaatkan sesama, sikut menyikut, lupa akan sakit tidaknya orang lain, akhirnya lupa pada alam di sekitar dan lingkungannya dan seterusnya.
Karena itu, dalam hadis Nabi di katakan bahwa orang berilmu pengetahuan yang notabene berawal dari aktivitas membaca tanda alam, lebih utama dibandingkan ahli ibadah tapi tak berilmu pengetahuan. Dalam hadis lain juga dikatakan bahwa orang berilmu (ulama) adalah ahli waris para nabi.
Para nabi tidak mewariskan dinar atau dirham, tetapi ilmu pengetahuan (HR al-Bukhari). Dalam hadis lain, Nabi mengatakan, perumpamaan orang berilmu dan ahli ibadah laksana bulan purnama dan bintang dalam hal kuat dan terangnya cahaya di mata subjek yang melihat di bumi (HR Abu Dawud).
Melalui aktivitas membaca alam yang ditekankan dalam wahyu pertama, Allah sesungguhnya ingin memberikan landasan fundamental bagi kemajuan umat manusia pada masa depan. Wallahu a’lam. ¦
Membaca tanda Alam akan terjadi Bencana
Kita tidak terbiasa membaca tanda-tanda alam. Menganggap bencana dalam skala kecil sebagai rutinitas tahunan. Padahal, dari yang kecil tersebut, kalau tidak segera ditanggulangi, segera membesar
Indonesia adalah negara yang rentan dengan bencana alam. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan sebanyak 1.945 kali bencana alam terjadi di Indonesia sepanjang 2022. tercatat jumlah kejadian bencana sebanyak 1.945 kejadian,” tulis laporan BNBP melalui akun twitternya @BNPB_Indonesia, dikutip
Adapun kejadian bencana alam yang mendominasi adalah cuaca ekstrem, banjir, dan tanah longsor.
Rinciannya sebaga berikut, bencana banjir terjadi sebanyak 756 kali, tanah longsor 377 kali, cuaca ektrem 694 kali. Sementara itu gempa bumi terjadi sebanyak 12 kali, kebakaran hutan dan lahan 94 kali dan gelombang pasang dan abrasi 11 kali. “Dari dampak bencana alam tersebut menimbulkan korban meninggal dunia 104 jiwa, hilang 15 jiwa, 692 luka-luka dan terdampak dan mengungsi 2.433.952 jiwa,” tutup laporan itu. Dan yang baru terjadi adalah bencana alam Gempa Bumi di Cianjur yang memakan korban lebih dari 250 orang dan jumah pengungsi mencapai 61.908
Bencana Alam memang datang tak diundang. Meski teknologi sudah bisa memprediksi beberapa bencana tapi tetap tidak ada salahnya membaca tanda-tanda alam agar selamat dan sehat.
Tanda-tanda alam yang bisa dipelajari itu seperti membaca gerakan angin yang tidak biasa, tekanan udara atau cuaca yang ekstrim. Selain membaca tanda alam, yang juga bisa diwaspadai adalah perilaku hewan yang berubah.
Selama berabad-abad hewan dapat memprediksi bencana alam, jauh sebelum manusia dapat memprediksinya. Hewan seolah-olah memiliki indera keenam untuk dapat mengetahui akan adanya badai, gempa bumi dan tsunami.
Para ilmuwan berteori bahwa hewan mampu menangkap getaran-getaran atau perubahan tekanan udara di sekitar mereka yang tidak dapat dilakukan manusia.
“Saya tidak berpikir bahwa ini adalah indera keenam, setidaknya tidak ada yang dapat kita ukur pada saat ini,” kata Diana Reiss, Ph.D., direktur penelitian mamalia laut di Wildlife Conservation Society, berbasis di Bronx Zoo di New York City, seperti dilansir Foxnews, Kamis (4/3/2010).
Menurut Reiss hewan memiliki sensor yang sangat halus. Pada beberapa spesies, ada yang memiliki kemampuan sensor diluar kemampuan manusia.
Selama bertahun-tahun, para ilmuwan telah mencoba menentukan kemampuan sensor tersebut, sehingga suatu hari dapat digunakan manusia untuk mendeteksi adanya bencana alam.
Peneliti di China telah mempelajari masalah ini sejak tahun 1950-an dan menemukan bahwa beberapa hewan seperti ular, dapat mendeteksi gempa bumi. Ular terlihat keluar dari sarang mereka di tengah hibernasi (tidur panjang) musim dingin, dan binatang lain tampaknya juga dapat merasakan gempa sebelum benar-benar terjadi.
Di Sri Lanka dan Thailand ada sebuah cerita tentang gajah-gajah berlari ke bukit satu jam sebelum tsunami tahun 2004 yang menghancurkan desa dan membunuh hingga 150.000 orang di kedua negara itu.
“Saya tidak bisa mengerti, dan hal ini bisa menjadi penelitian yang berulang-ulang,” kata Ravi Corea, presiden dan pendiri Sri Lanka Wildlife Conservation Society.
Corea mengatakan bahwa orang-orang melihat tiga gajah yang melarikan diri menuju tempat yang lebih tinggi satu jam sebelum adanya tsunami, di suaka margasatwa terbesar kedua di Sri Lanka, Yala National Park.
Reiss dan Corea menjelaskan bahwa pada kenyataannya hewan-hewan ini memiliki pendengaran yang fenomenal. Mereka mengatakan gajah dapat merespons dan memproduksi gelombang infrasonik (gelombang suara pada frekuensi yang lebih rendah dari gelombang yang dapat didengar manusia). Mamalia yang memiliki kemampuan sama adalah jenis paus tertentu.
Menurut Corea ada kemungkinan perubahan geografis menghasilkan suara dengan frekuensi rendah yang tidak bisa didengar oleh manusia, tapi dapat ditangkap oleh gajah.
Namun gajah bukanlah satu-satunya hewan yang dapat mendeteksi adanya bencana. Burung, monyet, anjing dan semua makhluk lain tampaknya bertingkah aneh sebelum adanya bencana alam.
Beberapa kelelawar, yang aktif di malam hari dan biasanya tidur di siang hari, menjadi sangat aktif setengah jam sebelum gelombang tsunami datang.
Anjing yang biasanya terlihat senang, melompat-lompat dan berlari-lari dengan pemiliknya, menjadi tidak tertarik melakukan hal tersebut.
Begitu pula dengan monyet yang biasanya sangat suka dengan pisang, tiba-tiba menjadi tidak tertarik dan bertingkah sangat aneh.
Hal-hal tersebut mengajarkan kita untuk lebih memperhatikan tanda-tanda alam yang ada sebelum terjadinya bencana alam.
Corea juga menjelaskan bahwa hewan liar dapat bertahan hidup dengan selalu waspada. Alam sangatlah lentur, dan kita tidak boleh lupa bahwa manusia juga bagian dari alam.
Peristiwa anekdot Bencana Gempa Bumi Cianjur
Dari hasil survey bahwa bencana gempa hingga kini yang paling sulit diprediksi datangnya, ilmuwan baru bisa memprediksi kemungkinan terjadinya gempa karena ada pergeseran bumi tapi tidak tahu persis kapan waktunya. Sedangkan letusan gunung berapi harusnya juga mulai diwaspadai jika sudah ada tanda-tanda peningkatan suhu udara yang ekstrem sekitar gunung.
Ada satu peristiwa anekdot yang terjadi di sebuah sekolah swasta di bandung sebelum perstiwa Gempa Bumi Cianjur itu terjadi, Siang itu Pa Ahmad seorang guru sedang bebicara dengan Pa Yayat, mengenai cuaca hari itu yang yang sangat cerah, padahal dua hari sebelumnya hujan dan mendung menutupi alam kota Bandung dan sekitarnya.
Pa Ahmad berkata “dengan cuaca seperti ini saya khawatir akan terjadi bencana Gempa bumi,” Pa Yayat bertanya kenapa begitu,?
“Karena perubahan iklim yg drastis dari mendung ke cerah atau sebaliknya.
hal ini sangat mungkin mengusik bumi ini untuk menggeliat menjadi bencana alam gempa bumi.. seperti halnya gempa bumi sebelumnya di jogya atau di pangandaran atau di tempat-tempat lainnya.” Begitu Pa Ahmad menguatkan prediksinya
Hari pun berlalu, dua hari kemudian tepatnya hari Senin tanggal 21 Nopember 2022 pukul 12.15 dengan tiba tiba Bencana gempa bumi Cianjur terjadi
Ahmad pun otomatis merenung kembali , dia melihat cerahnya hari itu yang begitu megah, dia pun merenungkan kembali peristiwa hari itu sebelum terjadinya bencana gempa. karena pada pagi harinya ada tanda tanda aneh di sekitar lingkungan kehidupannya, ketika dia berangkat ke sekolah untuk mengajar, dia melewati pasar kaget di gang sempit, yang biasanya ramai di kunjungi orang, saat itu tak seorang pun yang lalu lalang hanya para penjual yang terlihat kebingungan karena tidak ada pembeli sama sekali. Padahal pagi hari itu begitu cerah… ternyata siang harinya Gempa dasyat terjadi di kota Canjur yang banyak kawan kerabatnya disana.
Dari peristiwa tersebut sangat mungkin kalau setiap peristiwa bencana besar itu kita amati dan renungkan suasana serta kondisi alam lingkungannya, maka akan menjadi tanda tanda alam yang dapat dijadikan oleh kita sedikitnya prediksi, akan peristiwa alam yang akan terjadi selanjutnya, terutama Bencana Gempa Bumi
Wallahu a’lam.
Bandung, 24 Nopember 2022