Ketika Jurig jadi model iklan promo lingkungan, apa yang salah?

CATATAN #NGOPI AENDRA MEDITA 

Pagi ini seorang teman kirim pesan yang mengutip soal komunikasi iklan yang dcuatkan  David Mackenzie Ogilvy, CBE, (23 Juni 1911-21 Juli 1999) atau lebih dikenal Ogilvy. Dan pemilik Ogilvy & Mather di dunia. Teman saya kini aktif di sebuah agency iklan. Dulu sama saya kerja bareng di Fortune Indonesia Advertising sebuah perusahaan bidang komunikasi konsultan terdepan di tanah air.

Soal Ogilvy saya sempat beli bukunya berjudul Ogilvy on Advertising tahun 2005 di Washington DC USA waktu lawatan liputan sebuah festival film di sana. Tapi buku Ogilvy on Advertising kini bisa banyak didapat di toped atau bukalapak dll.

Ogilvy adalah seorang eksekutif periklanan bahkan ia disebut sebagai “Bapak Periklanan” dunia itulah yang didapukkan pada Ogilvy oleh New York Times. Bahkan tahun 1962, Majalah Time menyebutnya Ogilvy sebagai “penyihir yang paling dicari di industri periklanan.”

David Mackenzie Ogilvy mendirikan Ogilvy & Mather ini telah membantu mengkampanyekan perusahaan besar seperti Dove, Rolls-Royce, Shell,dll. Jasa paling kuat ia adalah meningkatkan brand awareness ratusan bisnis global dan meraup keuntungan milyaran dolar. Jika Anda membaca buku David Ogilvy, Anda pasti terinsipirasi dengan ide-idenya yang brilian.

Ia mempunyai konsep yang kuat dan  kunci Ogilvy sangat tak suka mengurui dengan cara misalnya kalimat “Konsumen Bukan Orang Bodoh” adalah konsep utama Ogilvy. Kata Ogilvy, konsumen adalah orang yang pintar namun sayangnya banyak brand yang lupa akan hal itu. Dunia internet telah mengenalkan kita kepada hal-hal yang tidak kita pahami sebelumnya. Hal ini juga berpengaruh terhadap keberadaan dunia periklanan. Ogilvy mempunyai cara pandang yang tajam bagaimana komunikasi itu menjadi bagian yang ideal. Cukup satu hal dulu saja soal konsep dari Ogilvy.

Terkait itu saya mau coba korelasikan soal ini dengan sebuah kampanye paling aneh, absurd dan buruk. Saya pekan lalu masih tahun 2022 sempat di kota kelahiran tercinta yaitu Bandung. Lantas ada sejumlah “Jurig” (hantu basa sunda) di baliho. Lucunya jurig-jurig ini bergandengan dengan Gubernur dan Wakil gubernur.

Oh Bandung jadi sarang jurig-jurig ya… Ada Jurig juga di Gedung Merdeka (Asia-Afrika)  yang gentayangan di siang bolong depan gedung sejarah KAA. Bandung jadi kota Jurig…Euy….! Bandung jadi banyak horor dan ada ditengah kota.

Ketika Jurig jadi model iklan promo lingkungan soal Ciatrum adalah bagian kampanye lingkungan, kenapa icon Jurig jadi kekuatan, plan strategi komunikasinya apa? Apa tidak ada cara lain yang lebih elegan untuk bangun Citarum Harum ini? Publik mestinya dicerdaskan oleh informasi bukan disesatkan dengan satu ketakutan. Lingkungan Citarum Harum lalu muncul Jurig ini yang aneh dan absurd. Jurig  adalah ajakan ketakutan bukan ajakan tramah lingkungan yang menuju harumnya Citarum. Kampanye komunikasi yang rasa paling konyol.

Jika melihat perkembangan zaman, dunia digital ini malah diajak ke zaman purba. Ajakan kamapanye Jurig adalah menciptakan pesimis bukan perubahan berdampak besar kekikinian. Tak ada  optimis komitmen besar Ciatrum Harum yang  akan betul-betul mampu mendekatkan Lingkungan Citarum Harum malam Jurig membawa kita pada pertumbuhan kampungan yang jauh lebih aneh dan tak mendidik bahkan jauh dari ajakan modern dan cenderung sangat tak masuk akal bicara Jurig di era moderen kini.Sudah dulu soal Jurig ah…yang tidak relevan cara promo yang ‘Menggigit’ yang selalu dikuatkan David Ogilvy  “Apa yang kau katakan lebih penting dari bagaimana caramu mengatakannya.” 

Dicatatan #NGOPIPAGI ini juga saya ingin sampaikan bahwa begitu banyak yang bahas isue terdepan saat ini adalah selain PERPPU kado tahun baru yang absurd juga. Maka Jurig adalah yang paling absurd bagi saya. Dan saya mending minum kopi Mandailing deh yang saya peroleh di Toko #BIJIKOPIDUNIA234. TABIK..!!! ***