LEWAT PBB, TEGANYA PEMERINTAH MEMERAS RAKYAT KECIL
OLEH Memet Hakim Pengamat Sosial Ketuan Wanhat APIB
PBB adalah pajak yang dikenakan atas tanah dan bangunan yang muncul karena adanya kepemilikan hak, penguasaan, atau perolehan manfaat atas suatu bumi atau bangunan.
Sesuai UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang di syahkan 2019, pengelolaan PBB terbagi menjadi dua yakni
1. PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dikelola oleh pemda.
a) Objek pajak dari PBB-P2 sesuai dengan namanya, yaitu bumi dan bangunan yang ada di wilayah perkotaan dan perdesaan, seperti apartemen, rumah susun, hotel, pabrik, tanah kosong, dan sawah.
b) Berdasarkan UU HKPD (2019), tarif maksimal yang ditetapkan untuk PBB-P2 adalah 0,3 %, tarifnya bervariasi tergantung kebijakan (pemda) setempat, tapi tidak terkait Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
c) Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) untuk PBB-P2 ditetapkan paling rendah Rp 10 juta.
Berdasarkan Permenkeu No 67/PMK.03/20211, NJOPTKP, harus dikurangkan dengan NJOPTKP terlebih dahulu.
2. PBB sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan (PBB-P3):
a. Sesuai namanya, objek pajak PBB-P3 adalah perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor lainnya. Mengacu Pasal 2 Ayat 1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2015, PBB sektor lainnya mencakup perikanan tangkap, budidaya ikan, jaringan pipa, kabel telekomunikasi, kabel listrik dan jalan tol.
b. Menurut Pasal 1 PP No 25- 2002, objek PBB-P3 : i. Jika NJOP-nya ≥ Rp 1 miliar, Nilainya sebesar 40 persen dari NJOP termasuk sektor lainnya. ii. Jika NJOP dibawah Rp 1 miliar, NJKP ditetapkan 20 persen.
c. PBB-P3 mempunyai tarif tunggal 0,5 persen.
i. Untuk PBB-P3, NJOPTKP dikenakan sebesar Rp 12 juta.
ii. Sedangkan dalam perhitungan dasar PBB-P3 terdapat NJKP. NJKP untuk PBB-P3 ditentukan serendah-rendahnya 20 persen dan setinggi-tingginya 100 persen dari NJOP.
Menurut PMK NOMOR 34/PMK.03/2005, Hasil Penerimaan PBB dibagi untuk Pemerintah Pusat dan Daerah dengan imbangan sebagai berikut :
1. 10% (sepuluh persen) untuk Pemerintah Pusat;
a. 65% dibagikan secara merata kepada seluruh daerah kabupaten dan kota
b. 35% dibagikan secara insentif kepada daerah kabupaten dan kota yang realisasi tahun sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan sektor tertentu.
2. 90% (sembilan puluh persen) untuk Daerah.
a. 16,2% untuk Daerah Provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi;
b. 64,8% (enam puluh empat koma delapan persen) untuk Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Kabupaten/Kota;
c. 9% (sembilan persen) untuk Biaya Pemungutan yang dibagikan kepada Direktorat Jenderal Pajak dan Daerah.
Inilah table perkembangan PBB selama 5 tahun ini sbb :
Tahun 2023, jika perkiraan PBB tersebut dicapai sebesar 313 trilyun, jika dibagi 270 juta jiwa maka reratanyamenjadi sebesar Rp.1,16 juta/jiwa. Jika 1 keluarga memiliki 5 orang anggotanya, maka PBB yang harus dibayarkan adalah sebesar Rp 5.8 juta/kk. Ini merupakan jumlah yang besar untuk Sebagian besar penduduk baik yang tinggal di perkotaan ataupun dipedesaan.
Dini Widiastuti dari Oxam, 2017 (6 tahun yl) menyampaikan bahwa 4 orang terkaya ini memiliki US$ 25 miliar (Rp 333,8 triliun), setara dengan kekayaan sekitar 100 juta orang miskin yakni US$ 24 miliar (Rp 320,3 triliun).
Dari Forbes, 2023 tercatat, harta empat orang terkaya di negara ini sama sekarang telah mencapai US$ 78.3 atau setara Rp 1,221.48 trilyun. Kenaikan kekayaan 4 orang ini sebanyak 367 % selama 6 tahun atau reratanya 61 %/tahun.
Dilain pihak PP No 36 tahun 2021 menetapkan upah minimum Upah minimum terendah berlaku di Jawa Tengah sebesar Rp 1.813.011 ( Rp 21,756,132/Tahun) dan upah minimum tertinggi adalah di DKI Jakarta sebesar Rp 4.453.724 ( Rp 53,444,688/Tahun).
Menurut BPS, 2023, PDB per kapita mencapai Rp71,0 juta (US$4.783,9) dan GNI Indonesia tahun 2021 adalah $1,143.08B atau Rp 17,831 trilyun. Dibidang pertanian misalnya, pendapatan petani yang begitu kecil, mereka diwajibkan membayar PBB. Jika dibebaskan tentu ini bisa merupakan upaya pemerintah meringankan beban yang selama ini terus menghimpit mereka. Ingat Rp 5,8 juta/kk merupakan beban yang sangat berat.
Rakyat kecil jangan diperas lebih dalam lagi. Apalagi di APBN 2023 anggaran PBB dinaikan sebesar 36 %. Dilain pihak sektor Bea Masuk dan Cukai yang potensial kenaikkan targetnya dibawah 10% dan Bea Keluar justru turun sebesar 87%.
Dari postur APBN tampaknya ada upaya mengumpukan dana diluar pajak dengan memeras rakyat kecil dan mengurangi Bea untuk pengusaha kakap, apalagi PNBP tidak dipacu secara optimal, ada apa gerangan ? Dari data diatas diperoleh resume Sbb :
1. Rerata pendapatan penduduk Indonesia adalah Rp 71.0 Juta/bulan, kelihatannya ada perbaikan kemakmuran.
2. Pendapatan UMR terendah di Jawa Tengah sebesar Rp 21,7 juta/Tahun
3. Pendapatan UMR tertinggi di DKI Jakarta sebesar Rp 53,4 juta/Tahun
4. Sedang PBB reratanya adalah Rp 5.8 juta/kk, yakni 26,66 % terhadap pendapatan UMR terendah dan 10.85 % terhadap pendapatan UMR tertinggi.
5. Dilain pihak para pengusaha justru sulit bayar pajaknya atau bayar pajak dibawah yang seharusnya.
Fakta ini seharusnya dipahami oleh perangkat Desa sampai Presiden, bahwa telah terjadi ketimpangan kesejahteraan yang sangat parah, tidak salah jika pemerintah sekarang disebut lebih kejam dari penjajah Belanda.
Rakyat umumnya termasuk para petani seharusnya tidak dipungut PBB lagi.
Cukup memungut pajak dari 1% penduduk RI yang terkaya atau sekitar 5,4 juta orang saja, yang 99 % penduduk bisa dibebaskan dari kewajiban bayar PBB. Selain itu siapa lagi yang dapat dikenakan PBB ? Tentu para pengusaha asing yang menggunakan Bumi, Tanah dan Air sebagai sarana Produksinya. ***
Bandung, 02 April, 2023