Omnibus Law Kesehatan Dipaksakan, Paulus Yanuar: Menghamba pada Investasi Asing
JAKARTASATU.COM – Paulus Yanuar mewakili Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) menyampaikan keresahan tenaga kesehatan atas Undang-undang (UU) Omnibus Law Kesehatan.
Setidaknya ada lima keresahan yang disampaikan Paulus dalam Webinar yang bertema “Menggugat RUU Omnibus Law Kesehatan”, Senin (8/5/2023).
Adapun keresahan pertama yang disampaikan seseorang yang berprodesi sebagai Dokter tersebut adalah soal anggaran.
Paulus menjelaskan bahwa pada UU No. 36 tahun 2009 alokasi anggaran kesehatan paling sedikit 5% dari APBN dan 5% dari APBD. Kemudian dalam rangka RUU omnibus Law dinaikkan jadi 10 persen tapi dalam daftar inventarisasi pemerintah. Artinya usulan dari pemerintah di tiadakan.
“Negara yang selama ini sudah hadir dalam bentuk 5% APBN dan 5% APBD menjadi tidak ada kepastian, tidak ada ketentuan. Lalu mereka katakan ya fleksibel, nanti bisa 15% atau bisa 0% mungkin ya tetap aja tuh berhak itu,” ucap Paulus.
Keresahan kedua adalah tentang BPJS Kesehatan yang berpindah naungan dari lembaga otonom di bawah Presiden menjadi di bawah Kementerian Kesehatan.
Keresahan tersebut muncul karena otonomitas dan juga kewenangan BPJS, serta pengambilan keputusan menjadi berkurang. Juga mengingat jabatan menteri sebagai jabatan politik hingga dinilai membahayakan.
Ketiga, Paulus menyebutkan keresahan tentang Omnibus Law yang berhikmat pada para investor.
Bagi para lulusan kedokteran luar negeri, ada program adaptasi, yakni program untuk melihat apakah sesuai, cakap, dan mampu untuk bekerja sebagai dokter. Namun, dengan Omnibus Law Kesehatan, program adaptasi untuk lulusan luar negeri tersebut tidak perlu untuk kepentingan investasi.
Lalu yang keempat soal rumah sakit dapat memproduksi dokter spesialis.
Paulus menjelaskan bahwa UU dengan naskah lebih dari 800 halaman tersebut tidak transparan.
“Jadi sebelum tanggal 14 Februari sempat beberapa kali Kami mencatat ada 3 kali, mungkin lebih. Dan tidak ada yang mengaku siapa yang membuat naskah itu,” ungkapnya.
Namun, yang berkata Paulus bahwa yang bukan hanya tenaga kesehatan saja yang akan dirugikan, melainkan masyarakat pun turut dirugikan.
“Yang kami juga tidak bisa terima, yaitu bahwa Korban atau kerugian yang terdaftar adalah pada masyarakat yang selama ini mendapatkan pelayanan kesehatan,” tukasnya.
Lalu dia menceritakan mengatakan bahwa kecemasan itulah yang membuat para dokter dan tenaga kesehatan melakukan aksi di Patung Kuda, Monas, Jakarta, Pagi tadi, Senin (8/5/2023).
Kecemasan yang terakhir adalah adanya upaya pelemahan demokrasi dengan Omnibus Law.
“Kami tidak mengerti kenapa pelemahan demokrasi kok dimulai dari sektor kesehatan, bukan sektor politik, bukan sektor yang lain,” ungkapnya.
“Lihat saja untuk demonstrasi kali ini beredar sekian banyak sekali edaran dari instansi pemerintah, baik secara halus maupun secara tegas menyatakan melarang pegawai instansi pemerintah ikut (demonstrasi). Sampai sejauh mana asasi manusia mereka menyadari. Jadi pelemahan demokrasi malah terhadap yang bersikap kritis,” sambungnya.
Lalu, Paulus menjadikan Dr. Zainal Muttaqin sebagai contoh sosok yang kritis terhadap pemerintah lalu diperlakukan secara tidak adil, yakni dipecat dari Rumah Sakit Kariadi Semarang.
“Cara-cara demikian ini adalah pelemahan demokrasi. Jadi sangat sedih kami dari orang orang bergerak di sektor kesehatan, kok pelemahan demokrasi dimulai Dari sektor kami,” ucapnya miris.
Menurutnya, ada tiga hal yang menjadi dasar kesejahteraan masyarakat, yaitu mata pencaharian, pendidikan, dan kesehatan. Dan dia mengatakan bahwa ketiga hal tersebut telah dibawa pada kepentingan asing dengan Omnibus Law.
“Dan kalau dilihat undang-undangnya memang ratusan halaman, UU Cipta Kerja, katanya 1000 halaman. Tapi kalau mau dengar satu kalimat, Sebenarnya kata kuncinya dari 3 hal itu, berhikmat pada investasi asing. Nah itulah menghamba pada investasi asing. Apakah itu yang kita inginkan? apakah itu cita cita proklamasi?” pungkasnya.
MAT/CR-JAKSAT