Iqbal Mochtar dari Forum Ketahanan Kesehatan Bangsa

Tiba-tiba Muncul Siapa di Balik Omnibus Law Kesehatan

JAKARTASATU.COM – Penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan terus dilakukan oleh para dokter dan tenaga kesehatan. Hal itu karena dinilai banyak merugikan profesi dokter dan tenaga kesehatan.

Bersama para dokter dan pakar bidang lainnya dalam webinar “Menggugat RUU Omnibus Law Kesehatan”, Iqbal Mochtar dari Forum Ketahanan Kesehatan Bangsa mengatakan bahwa RUU tersebut terlalu dipaksakan dan tidak ada urgensi yang signifikan.

Iqbal menceritakan bahwa RUU Kesehatan tersebut tiba-tiba muncul pada bulan Oktober 2022 lalu dengan jumlah halaman hampir 500 halaman. Kemudian setelah ada diskursus terjadi diskusi dan kontroversi. Kemudian draft tersebut berubah sebanyak 4 kali hingga ada 4 versi draft RUU yang muncul dalam waktu beberapa bulan. Dalam waktu 6 bulan, draft RUU itu menjadi draft formal RUU.

Informasi yang beredar bahwa ada kemungkinan RUU tersebut akan disahkan pada tanggal 16 sampai 18 Mei 2023.

“Tetapi ini merupakan hal yang sangat aneh. Karena sebuah undang undang, itu biasanya memakan waktu tahunan untuk proses pembuatan dan pengesahannya,” tegas Iqbal.

Iqbal membandingkan RUU Kesehatan tersebut dengan UU Kebidanan yang membutuhkan waktu hampid 15 tahun untuk membuatnya dan begitu pun dengan UU Psikis.

Terlebih lagi, RUU Kesehatan tersebut akan menggantikan seluruh UU tentang Kesehatan yang dibuat dengan komplek.

“Ketika kita berbicara tentang RUU Kesehatan, ini hanya akan menggabungkan, meniadakan atau mengompilasi 9 dari 10 atau 10 UU yang kebanyakan UU ini sifatnya homogen. Dan sepanjang yang kita tahu selama ini tidak ada redundansi, tidak ada pertentangan, tidak ada konflik antara UU satu dengan UU lain,” kata Iqbal.

“Kemudian ketika muncul, naskah akademiknya tidak jelas dan sampai sekarang kita tidak tahu siapa yang berada di balik pembuatan undang-undang ini,” lanjutnya.

Lalu, Iqbal pun mempertanyakan siapa yang ada di balik RUU tersebut. Dan menjelaskan telah terjadi tuding-menuding antara berbagai institusi, seperti DPR mengatakan bahwa RUU tersebut dibuat oleh Kemenkes. Sementara Kemenkes ketika mengatakan bahwa itu adalah inisiatif DPR.

“Jadi bayangkan genesisnya aja kita tidak tahu ini asalnya dari mana. meskipun pada akhirnya itu ketahuan dan kita bisa lihat dalam video yang beredar yang di sampaikan oleh ibu Irma bahwa sebenarnya ini dibuat oleh Kemenkes, kemudian meminjam tangan balik untuk kemudian seolah olah bahwa ini merupakan inisiatif DPR,” ungkapnya.

“Jadi ini ada hal yang tidak benar dari genesis pembuatannya. Jadi terkesan memang bahwa ada hal yang disembunyikan. Ada hal yang ingin tidak ditampakkan kepada masyarakat dan ini tentu saja menimbulkan pertanyaan yang serius,” sambungnya.

Bahkan Iqbal mengungkapkan bahwa Organisasi formal profesi seperti IDI, PDGI, PPNI, dan IAI tidak dilibatkan dalam proses pembuatannya.

“Walaupun at the end itu ada beberapa public hiring yang mengundang mereka, tetapi itupun undangan itu tidak serius, segera diundang, kemudian dipisah-pisah diminta untuk memberikan masukan dan masukannya pun ternyata tidak diterima,” jelas Iqbal.

Lalu Iqbal yang berprofesi sebagai dokter itu pun menyebutkan beberapa kesan umum yang dihadirkan oleh RUU Kesehatan.

1. Monopoli peran oleh Kementerian Kesehatan;
2. Terjadinya marginalisasi profesi dan Organisasi Profesi dipecah;
3. Anggaran kesehatan yang tidak jelas besarannya;
4. Surat Tanda Registrasi (STR) seumur hidup yang tidak akan diperbaharui;
5. Pendidikan dokter spesialis dengan hospital base yang akan menyebabkan percepatan produksi dokter spesialis tanpa standar quality assurance;
6. Rumah sakit tidak dapat dituntut, melainkan dokter dapat dituntut;
7. Tidak perlu surat rekomendasi;
8. Satuan Kredit Profesi (SKP) hanya dikeluarkan Kemenkes;
9. Kemudahan bagi dokter asing untuk bekerja di Indonesia tanpa tes dan tidak wajib menguasai bahasa Indonesia;
10. Upah minimum profesi yang tidak diperhatikan.

“Jadi saya kira ini adalah beberapa hal yang menurut saya sangat serius dan menjadi alasan bagi kita untuk menggugat
RUU kesehatan ini,” pungkasnya. (MAT/CR-JAKSAT)