JAKARTASATU.COM– Presiden Jokowi sepertinya telah keluar dari rambu konstitusi untuk menjadi wasit yang netral dalam pemilu. Dalam pemilu, seorang pejabat negara apapun posisinya, Presiden, Gubernur, Bupati, Walikota dan semua seharusnya dalam posisi yang netral.
Demikan kata Prof. Denny Indrayana, PhD pada acara Paramadina Public Policy Institute mengundang Bapak/Ibu menghadiri diskusi publik: “Fenomena Begal partai & Risiko Runtuhnya Demokrasi di Indonesia”. Jakarta, 9 Mei 2023
Ia menjelaskan 9 Strategi 10 Sempurna, yang dapat diuraikan dalam 10 point langkah-langkah politik Jokowi yang netral
Pertama, di tahap awal, Presiden Jokowi dan lingkaran dalamnya mempertimbangkan opsi untuk menunda pemilu 2024 sekaligus memperpanjang masa jabatan Presiden. Alasan pandemi covid 19 dijadikan pintu masuk. Seiring berjalannya waktu, opsi ini makin tidak relevan dan kehilangan logika pembenaran,”
Kedua, Masih di tahap awal, segaris dengan strategi penundaan pemilu, sempat muncul ide untuk mengubah konstitusi guna memungkinkan Presiden Jokowi menjabat lebih dari 2 periode. Opsi ini cepat tenggelam karena tidak mendapat dukungan dari parpol yang sudah bersiap maju dalam pilpres 2024. Apalagi ketum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menegaskan, sesuai konstitusi presiden hanya menjabat maksimal dua periode.
Ketiga, Menguasai dan menggunakan KPK merangkul kawan dan memukul lawan politik. Strategi mengkerdilkan KPK tersebut berjalan beriringan dengan strategi memperalat hukum sebagai instrument dalam strategi pemenangan pilpres 2024.
Keempat, Menggunakan dan memanfaatkan kasus hukum sebagai political bargaining yang memaksa arah parpol dalam pembentukan koalisi pilpres 2024.
Kelima, Jika ada petinggi parpol yang keluar dari strategi pemenangan, maka dia berisiko dicopot dari posisinya. Sudah menjadi fakta, seorang pimpinan parpol digeser, salah satu alasannya karena diketahui beberapa kali bertemu dengan bakal calon presiden yang tidak disenangi Jokowi.
Keenam, Mennyiapkan komposisi hakim Mahkamah Konstitusi untuk antisipasi dan memenangkan sengketa hasil pilpres 2024. Sebagai bagian dari memanfaatkan hukum dalam pemenangan pilpres, maka Jokowi paham benar peran strategis MK sebagai pengadil dan pemutus akhir pemenang pilpres 2024. Maka Komposisi hakim konstitusi pun sudah disiapkan untuk bisa mengamankan dan memuluskan jalan pemenangan.
Ketujuh, Memaksakan hanya ada dua pasangan calon presiden yakni Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Kalaupun ada pasangan capres ketiga yang tidak bisa dibendung, maka akan dilakukan langkah untuk memecah suara dukungan bagi Anies Baswedan yang banyak disupport oleh kaum Muslimin. Misalnya dengan mengajukan calon wapres dari kalangan Islam misalnya dengan pasangan Ganjar Pranowo – Sandi atau kelompok NU misalnya nama Machfud MD.
Kedelapan, Terkati dugaan akan mentersangkakan Anies Baswedan di KPK. Kita tau bahwa Anies dideklarasikan lebih cepat salah satunya karena adanya informsai bahwa ybs akan dijadikan tersangka di KPK. Opsi ini telah kehilangan momentum jika dipaksanakan sekarang, karena secara hukum tersangka tidak bisa membatalkan posisi sebagai seorang calon presiden.
Kesembilan, Mengambil alih Partai Demokrat melalui langkah politik yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Kita sama-sama paham bahwa Moeldoko telah dan terus berusaha mengambil alih Partai Demokrat. Terakhir diajukan upaya Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Jika dimenangkan, Anies akan kehilangan dukungan partai mercy, dan terancam tidak mendapat tiket pencapresan.
“Saya ingin kita jujur dan tegas mengatakan, yang mengambil alih Demokrat adalah Presiden Jokowi, bukan Moeldoko. Sudah jelas Moeldoko adalah KSP Presiden Jokowi, orang lingkar satu istana. Maka setiap langkahnya kalau dibiarkan, berarti mendapat persetujuan Presiden,” tegas Denny
“Ke sepuluh, yang menyempurnakan adalah dengan berbohong kepada publik, maka genaplah langkah menjadi 10 sempurna. Presiden Jokowi berulang kali mengatakan urusan capres adalah kerja para Ketum partai bukan urusan Presiden. Maka, beliau protes ketika semua soal capres dikaitkan dengan dirinya. Tetapi setelah buka puasa yang diadakan PAN, setelah melakukan pertemuan tertutup, Presiden Jokowi dengan seluruh partai pendukung pemerintah – kecuali Partai Nasdem yang tidak diundang untuk hadir, di hadapan media menyampaikan ide tentang koalisi besar, antara KIB dengan Gerindra dan PKB,”pungkasnya.
Yoss/ Jaksat