Jendral Polisi (Purn) Prof. Drs. H. M. Tito Karnavian, M.A., Ph.D. begitulah nama dan gelar lengkapnya. Pinter dan karirnya bagus. Sayangnya mantan komandan Densus 88 dan Kapolri ini tangannya kotor, berlumuran darah dan suka melanggar aturan. Dibalik Jokowi ada Tito, sehingga Polri & ASN yg seharusnya netral menjadi alat penguasa yang efektif.
Sebut saja Tito secara sadar telah melanggar UU no 5 tahun 2014, tentang Aparatur Sipil Negara, yakni UU untuk ASN yang memiliki azas netral ( pasal 2), justru sekarang digunakan untuk memilih capres plat merah. Begitu juga menempatkan para plt Gubernur dan Bupati/walkot sesuai dengan skenarionya yakni kawan2 seiring. Bukan dipilih yg cakap dan mencintai negeri ini, tapi dipilih yang loyal pada presiden beserta oligarki. Sungguh ini pelanggaran serius yang sangat menyedihkan.
ASN juga diamanatkan untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun. Asas netralitas seorang ASN harus diwujudkan, bebas dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak pada kepentingan siapapun.
Memanfaatkan perangkat Desa dengan iming2 perpanjangan masa jabatan Kades menjadi 9 tahun, untuk mendukung capres plat merah.
Jika dilihat dari aspek Hukum selain ASN, TNI, dan Polri banyak lembaga/profesi yang diperintahkan untuk bersikap netral seperti Hakim, Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan, pejabat dan pegawai BUMN dan BUMD, pejabat negara yang bukan anggota parpol, kepala desa, perangkat desa dan anggota BPD serta warga negara yang tak memiliki hak memilih.
Tito juga melanggar UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, bahwa polri memiliki fungsi dalam bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu sikap netralitas penting dimiliki oleh para anggota Polri.
Tito secara sadar sangat aktif berpihak pada capres Jokowi saat itu, sampai ada ratusan petugas KPPS yang wafat tidak normal di TPS “dilarang” diotopsi. Artinya telah melakukan “obstruction of justice” atau perintangan penyidikan
Dokter Ani Hasibuan yg mencurigai pembunuhan massal ini justru dikriminalisasi, dokter yang membongkar kematian anggota KPPS itu bakal berurusan dengan pihak berwajib (Tribun news.com, 16 Mei 2019). Dokter Ani Hasibuan yang Bongkar Kematian KPPS Dipanggil Polisi, Dijerat 5 Pasal, Fadli Zon Bereaksi (Kamis, 16 Mei 2019). Inilah yang terjadi saat Tito jadi Kapolri
Sampai anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Mustofa Nahrawardaya heran ada wacana di kepolisian jika Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia diautopsi dinilai tidak manusiawi. Menurutnya jika tidak diautopsi maka kematian anggota KPPS akan semakin misterius.
Bunyi Pasal 28 Ayat (1) dan ayat (2) undang-undang nomor 2 tahun 2002 a.l: Dalam menjaga profesioalisme dan netralitas Polri dalam kehidupan berpolitik, disampaikan direktif sesuai dengan surat telegram Kapolri yang berisi sebagai berikut :
-Dilarang membantu mendeklarasikan bakal pasangan calon.
-Dilarang menghadiri atau menjadi narasumber pada kegiatan deklarasi, rapat, kampanye maupun pertemuan kecuali Pam yang diberikan surat perintah tugas.
-Dilarang mempromosikan, menanggapi dan menyebarluaskan foto bakal pasangan calon baik melalui media massa,online dan sosial.
-Dilarang melakukan foto bersama dengan bakal calon, massa maupun simpatisan.
-Dilarang foto delfi di medsos yang berpotensi diguanakan pihak tertentu untuk menuding keberpihakan Polri.
-Dilarang memberikan dukungan politik dalam bentuk apapun kepada partai politik maupun pasangan calon.
-Dilarang menjadi pengurus Timses.
-Dilarang menggunakan kewenangan atau membuat keputusan serta tindakan yang dapat menguntungkan atau merugikan kepentingan parpol.
-Dilarang memberikan fasilitas dinas maupun pribadi.
-Dilarang menjadi anggota KPU dan panitia Pemilu.
-Dilarang melakukan Black Campaign
-Dilarang membolisir semua organisasi sosial untuk kepentingan partai.
-Dilarang memberi komentar termasuk apaun terkait paslon.
-Dilarang menyimpan dan menempel atribut maupun dokumen paslon di instansi dan peralatan Polri.
Polri bertugas mengamankan penyelenggaraan pilkada sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Netralitas Polri diimplementasikan dengan tidak memihak dan mendukung paslon.
-Sarana dan prasarana tidak dilibatkan pada rangkaian kegiatan politik.
-Anggota tidak menggunakan hak memilih.
Sikap netral Polri ini juga diatur dalam Peraturan Polri (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 yang merupakan gubahan dari dua peraturan kapolri (perkap), yakni Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Perkap Nomor 19 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Polri.
Dalam Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tertuang pada Pasal 4 tentang etika kewarganegaraan huruf h berbunyi setiap pejabat dalam etika kewarganegaraan wajib bersikap netral dalam kehidupan politik.
Bukan hanya itu, pada tahun 2018 saat Kapolri dijabat oleh Jenderal Tito Karnavian, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadivpropam) Polri mengeluarkan 13 aturan sebagai pedoman bagi jajaran kepolisian bersikap netral dalam Pilkada serentak 2018 dan Pemilu 2019.
Jadi aturan yang sangat baik itu semua dilanggar demi hasrat kekuasaan. Terpecahnya bangsa ini tidak dapat dipisahkan dari sosok seorang Tito Karnavian. Sangat mungkin juga ada peran aktif Tito dalam berbagai kecurangan di KPU yl maupun yad.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menyebut, tantangan tugas Polri pada 2023 cukup berat untuk memulihkan kembali kepercayaan publik usai kasus Ferdy Sambo dan Teddy Minahasa.
Bambang saat dimintai tanggapan awal Januari lalu, berpendapat netralitas Polri menjadi tantangan berat, karena adanya kasus Ferdy Sambo ramai isu Satgasus Merah Putih yang disebut berperan dalam Pemilu 2019.
Pembentukan Satgasus Merah Putih ini merupakan dosa besar Tito terhadap kehidupan politik dan demokrasi di Indonesia.
“Tanpa ada kepercayaan masyarakat, sulit rasanya pemilu nanti dianggap polisi tidak netral,” kata Bambang, (Republika, 16 Jan 2023)
Sulit untuk memperbaiki kepercayaan yang telah rusak, akan tetapi bukan tidak mungkin. Asalkan polisi bisa menempatkan diri sebagai aparat netral bukan operator kecurangan, tentu secara perlahan kepercayaan itu akan kembali.
Bandung, 18 July 2023
Memet Hakim
Pengamat Sosial
Ketua Wanhat APIB