Jangan “Beli Kucing dalam Karung”
Di berbagai media sekarang sedang “heboh” soal pencalegan. Daftar Caleg Sementara (DCS) secara serentak sudah diumumkan KPU. Selanjutnya masyarakat diminta mencermati, memberikan masukan dan tanggapan.
Dengan kata lain, hak publik untuk mengoreksi. Bagi bacaleg bermasalah, tentu bikin dag-dig-dug. “Jangar,” kata orang Sunda. KPU masih membuka ruang pergantian bacaleg hingga penetapan DCT nanti. Bersama publik, pihak parpol perlu proaktif. Mungkin saja ada point seleksi yang terlewatkan.
Sejatinya, warga masyarakat harus berperan aktif — mencermati “track record” para caleg yang akan bertarung di Pileg 2024. Cuma sayang, KPU tidak membuka ruang secara lebih spesifik. Itu karena yang dibuka oleh KPU, hanya data yang normatif saja.
Idealnya, KPU membuka ruang koreksi para caleg secara lebih terang benderang. Meliputi domisili, riwayat pendidikan, pekerjaan, motivasi pencalonan serta program usulan (jika terpilih). Itu sangatlah berguna bagi kepentingan publik untuk menentukan pilihannya.
Masyarakat akan sulit berpartisipasi, jika hanya tanda gambar, nomor urut calon, foto terbaru, nama lengkap, jenis kelamin, dan kabupaten/kota tempat tinggal. Seandainya data lengkap disertakan, justru akan memotivasi warga datang berbondong ke bilik suara. Setidaknya mereka meyakini dan tahu figur caleg yang akan mewakili di parlemen.
Profil yang dibuat para caleg, bukan tak mungkin dengan riwayat hidup yang direka-reka. Lain halnya yang dibuat KPU, karena ada tanda-tangan di atas meterai.
Terlepas dari itu semua, kita berharap Pemilu 2024 adalah pemilu yang berkualitas dalam menghasilkan wakil yang berkualitas pula. Para pemegang hak pilih hendaknya tidak asal pilih. Tidak asal pilih yang dapat diartikan ibarat “beli kucing dalam karung”.
Jangan patah arang bagi para caleg yang sedari awal sudah niat berjuang untuk masyarakat. Utamanya “gender” yang semata pemenuhan kuota. Bahkan cenderung untuk “mejeng”. Masyarakat sudah cerdas. Tidak ada lagi istilah “beli kucing dalam karung”.
Kata teman saya yang “pituin” Kota Bandung. Proses tidak akan membohongi hasil. Jadi teruslah bekerja walau anda kategori caleg SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu). Hehe…
– Hari Sinastio
Pemerhati sosial politik.