MEMBACA ISU PULAU REMPANG DARI PERSPEKTIF GEOPOLITIK
Oleh: M Arief Pranoto
Menyimak isu dan kegaduhan di Pulau Rempang – Galang, Batam, Kepulauan Riau/Kepri dari perspektif geopolitik, kita seperti membaca ulang praktik teori ruang (living space) alias lebensraum ala Xi Jinping di pelbagai belahan dunia. Yaitu pola serta model ekspansi wilayah (teritori) dengan menggunakan power ekonomi (investasi).
Adapun prinsip dasar dari teori ruang alias living space adalah: “Manusia butuh negara, dan negara membutuhkan ruang hidup”.
Tatkala penduduk China telah berjumlah 1,8 miliar bahkan nyaris dua miliar, maka diperlukan ‘ruang lain’ di luar China agar di internal tidak timbul ledakan penduduk khususnya ‘bom waktu’ berupa pengangguran dan lapangan pekerjaan yang mampu men- downgrade kekuasaan.
Lho, katanya China hebat lagi kaya raya, kenapa masih mempekerjakan warganya di luar? Begitu logika geopolitiknya.
Tampaknya, Xi Jinping cukup cerdas menyikapi ledakan demografi di negerinya. Ia menerbitkan kebijakan —semacam RPJPN— yang dinamai OBOR (One Belt One Road) atau istilahnya kini diubah menjadi Belt and Road Initiative (BRI). Sebenarnya OBOR merupakan pengembangan dari String of Pearl, yakni konsep pengamanan jalur energy security China dari Laut China Selatan – Selat Malaka – Lautan Hindia, hingga Teluk Arab. Melingkar seperti untaian kalung (String of Pearl).
Dan OBOR lebih luas lagi besar daripada String of Pearl karena sifatnya lintas negara dan antarbenua termasuk programnya. Entah program pembangunan infrastruktur transportasi laut, darat dan udara, contohnya, atau the Digital Silk Road, Maritime Silk Road, the Health Silk Road, dan lain-lain.
Di setiap investasi, lazimnya China selalu menerapkan skema Turnkey Project Management, sebuah investasi dimana mulai top managemet, marketing, money, materiil bahkan sampai ke metode serta kuli-kuli semua diboyong dari China. Itulah sisi menarik (kalau tak boleh dikatakan sisi gelap) OBOR-nya Xi dalam rangka mencari ruang hidup. Kenapa begitu, siapa berani menjamin bahwa kuli-kuli itu bukan tentara merah?
Sekali lagi, “Manusia butuh negara, dan negara membutuhkan ruang hidup”. Itu prinsip dasarnya.
Kembali ke geopolitik. Bahwa power concept dalam geopolitik meliputi tiga aspek. Antara lain yaitu: 1) aspek militer, 2) aspek ekonomi, dan 3) aspek politik.
Berbasis pengalaman para adidaya dalam mengamalkan teori ruang, terdapat variasi model yang dikembangkan. Jepang, misalnya, praktik power concept lebih menonjolkan ekonomi dibanding aspek lainnya. Amerika Serikat (AS) lain lagi. Ia kerap memakai ketiga aspek secara simultan dengan intensitas berbeda. Kadang militer di depan seperti di Afghanistan dan Irak (2001 – 2021), atau melalui (tekanan) politik via gerakan massa (nirmiliter) semacam Revolusi Warna, Arab Spring dst. Ataupun, ketiga aspek dijalankan secara bersama – sama sebagaimana konflik di Ukraina.
Tak bisa dipungkiri, ciri praktik lebensraum ala Xi Jinping cenderung menonjolkan ekonomi di depan. Akan tetapi, aspek ekonomi tersebut didukung oleh politik dan aspek militer di belakang. Tidak text books memang. Bahwa implementasi lebensraum tergantung objek serta target yang hendak dicaplok.
Sekilas perbandingan pola negeri pendatang. Di Afrika, China lebih menonjolkan aspek ekonomi, namun di dukung militer. Terbukti dengan berdirinya pangkalan militernya di Djibouti. Sedangkan Rusia mengkedepankan militer (via Wagner Group) dan aspek ekonomi secara bersamaan melalui pembebasan utang, misalnya, atau bantuan biji-bijian gratis kepada beberapa negara Afrika yang sukses mengkudeta ‘boneka Barat’. Sementara Barat sendiri cq Prancis dan AS lebih mengkedepankan sisi militer dan politik melalui isu ISIS, HAM, demokrasi, al Qaeda, dan lain-lain.
Pertanyaan menggelitik muncul, “Manakah di antara pola dan modus para adidaya yang lebih efektif lagi sukses?” Masih unda-undi. Namun, inilah yang sekarang tengah berproses secara masive baik pada konflik Ukraina maupun di beberapa negara Afrika khususnya Mali, Niger, Chad, Burkina Faso, dan lainnya.
Kembali ke laptop sesuai judul catatan ini. Pertanyaannya, “Apakah Anda kira isu Pulau Rempang – Galang di Kepri baru kali pertama terjadi di Indonesia?”
Pulau seluas 165 Km akan dikosongkan (dari penduduk) sebab Pulau Galang akan diubah menjadi kota wisata dan kawasan industri. Isu Pulau Repang diawali dengan penandatanganan MoU antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan kaca Xinyi Glass tanggal 26 Agustus 2023 di China guna membangun industri pasir kwarsa (bahan baku kaca). Nah, dari titik itulah, pengosongan penduduk dimulai, lalu viral karena muncul perlawanan para warga yang ingin tetap tinggal di tanah leluhurnya.
Mundur sejenak. Kasus Pulau Rempang sebenarnya mirip dengan projek Reklamasi PIK 1-3, misalnya, atau projek Kampung Aquarium, Labuan Bajo dan projek-projek lain yang ‘meminggirkan’ penduduk setempat. Intinya apa? Ada upaya dari pihak otoritas mencabut penduduk dari mata pencarian serta akar budayanya atas nama investasi, tanpa melibatkan warga selaku objek. Itu poin intinya.
Kalau sudah begini, penulis teringat Proposal Kenegaraan yang diajukan oleh Ketua DPD RI, LaNyalla Mattalitti, dalam Pidato Kenegaraan tanggal 16 Agustus 2023 di Senayan. Garis besar proposal Nyalla ialah, selain mengembalikan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara, juga dihidupkannya kembali Utusan Daerah di MPR dan nantinya diisi oleh perwakilan sultan, raja-raja dan suku adat yang masih eksis dimana para utusan tersebut diberikan ruang berpendapat terhadap kebijakan publik yang akan diterbitkan. Hal tersebut, selain lebih bersifat utuh dan niscaya diterima karena melibatkan seluruh perwakilan (politik, golongan dan daerah), dan paling utama bahwa bisa meminimalisir dampak negatif serta kerugian rakyat di wilayah sebagaimana terjadi di Pulau Rempang, Bajo, Aquarium dan lain-lain.
Secara geopolitik, Proposal DPD RI selaras dengan teori Bung Karno tentang ruang hidup:
“Bahwa orang dan tempat tidak dapat dipisahkan, rakyat dan bumi yang ada di bawah kakinya tidak dapat dipisahkan”. Demikianlah adanya, demikian sebaiknya.
Geo politik China ini berkorelasi terhadap bangkitnya Neo PKI, hal ini dapat dilihat dari :
1. Lahirnya Kepres 17/2023. Inpres nomor 2/2023 dan Kepres 4/2023 yang baru di keluarkan Presiden saat ini ; Adalah fakta empirik bahwa KGB (Komunis Gaya Baru), Sah sudah eksis dan bangkit dari dalam kuburnya.
Meski ada 12 kasus pelanggaran HAM berat yang di munculkan, namun yg paling utama “the great target” nya adalah kejadin tragedi 1965.
2. Point utama nomor 1 di atas adalah ; Bagaimana secara tegas pemerintah telah membalik fakta sejarah, menjadikan PKI sebagai korban pelanggaran HAM berat yang pelakunya adalah TNI dan ummat Islam.
3. Tidak hanya sampai di situ, ke depan, Pemerintah melalui 16 kementrian dan 3 KL, akan melakukan program2 rehabilitasi, recovery, pelurusan sejarah, serta santunan uang trilyunan untuk anak-anak PKI.Konkritnya Uang pajak masyarakat, potongan gaji pajak, uang negara di perkirakan puluhan Trilyun bahkan bisa ratusan Trilyun akan di gunakan untuk merealisasikan program ini. Apakah itu berupa pembangunan monumen2 PKI, bangun rumah, kantor, PKI yg dulu di bakar massa, uang santunan, serta otomatis merubuhkan monumen Lubang Buaya dan sejenisnya di seluruh Indonesia. Bahkan kita jangan heran sebentar lagi, akan lahir bentuk iklan, film, sinetron, kurikulum sejarah “Plying Victim” versi PKI. PKI adalah korban pembunuhan, pemerkosaan, dan pelakunya adalah Ummat Islam bersama TNI.
4. Tiga hal di atas, bagi yang paham dan sadar adalah sangat tragis dan membahayakan bagi nasib bangsa ini kedepan. Satu langkah lagi, Indonesia akan menjadi negara KOMUNIS. Sesuai dgn ROAD MAP 50 Tahun CHINA RAYA thn 1980 yang lalu. Dimana China akan melakukan soft invantion melalui program BRI (Belt Road and Initiative) ke beberapa negara termasuk Indonesia yang di targetkan tahun 2030 sudah menjadi negara protektorat nya China Komunis. Indonesia tahun 2030 sdh menjadi Indochina berhaluan Komunis.
5. Kenapa ini bisa terjadi ?? Kemana para tokoh, Ulama, intelektual, bahkan TNI/Polri/BIN seolah tak tahu atau sudah masuk dari bahagian permainan ini ??
Jawabannya adalah :
A. Dalam ilmu Geopolitik dan Geostrategi, penaklukan (kolonialisasi) suatu negara atas negara lain, tidak lagi mesti menggunakan kekuatan invansi fisik militer. Strategi baru dalam hal agenda Neo-Kolonialisasi (penjajahan gaya baru) saat ini menggunakan strategi “Asymetric War”. Perang non-fisik menggunakan jalur ekonomi, sosial budaya, politik, dan yang terbaru itu adalah melalui strategi “NEO CORTEX WAR”. Yaitu perang pemikiran dan narasi opini dalam mempengaruhi arah politik sebuah negara untuk kepentingan negara adi daya (yg lebih kuat). Strategi “Neo Cortex War” ini lazim juga di kenal dalam Harokah Islam (pergerakan islam) dengan nama “Ghouzul Fikri”.
B. Siapakah para pelaku dan agen “Neo Cortex War” ini ? Adalah di bagi dua tahapan. Tahapan pertama, 1). apabila belum berkuasa mereka akan melebur atau membuat media2 mainstream, merekrut para tokoh intelektual, aktifis, seniman, para aktris dan sutradara, hingga Partai Politik dan ciptkam tokoh publik figur, untuk menyuarakan pikiran2 ideologisnya melalui apakah itu seminar, opini, film, sinetron, dan mempengaruhi kebijakan publik. 2). Apabila sudah berkuasa, maka mereka akan gunakan instrumen kekuasaan, sumber daya negara, utk merealisasikan agenda2 politiknya.
C. Strategi diatas tentu tidak bisa lahir sim salabim. Tetapi butuh WAKTU, Kesabaran, strategi, taktik, SDM, yang terlatih dan militan. Artinya, program dan strategi hari ini adalah hasil kerja2 mereka baik secara “clandeisten” dan terbuka semenjak puluhan tahun yang lalu. Sekaranglah mereka memetik hasilnya.
D. Siapakah mereka ?? Mereka itu adalah para kader2 komunis yg lahir dari DNA para gembong PKI tahun 1965. Artinya, mereka itu ada yang memang kader komunis secara biologis dan ideologis, tetapi juga ada yang di rekrut secara oppurtunis pragmatis : yaitu mereka manusia2 tamak yang otaknya hanya cari untung dan dapat jabatan.
E. Kelompok para kader2 muda keturunan anak/cucu PKI inilah yang secara militan bergerak TSM (Terstruktur, Sistematis, dan Masive) selama puluhan tahun ini, tanpa di sadari banyak pihak. Dan saat ini “mereka” hampir menguasai 100 persen total sendi2 negara. Mulai dari : Istana, Senayan, Kementrian, Media, POLRI, BIN, TNI (simpul pimpinan), Ormas besar Islam, dst.
F. Dan mereka berkerja rapi, menyusup kedalam lapisan2 penting masyarakat, melalui taktik KKM (Kelompok Kerja Musuh). Dan memegang penuh kendali apartut negara, seperti Polri-Densus-Kejaksaan, sebagai “Tukang Pukul” bagi kelompok yang di anggap jadi penghalang tujuan politik mereka.
6. Setelah melalui proses yang panjang, hingga para agen Neo-PKI ini dapat merebut tampuk kekuasaan. Barulah mereka melakukan KONSOLIDASI sumber daya kekuatan negara menjadi Sumber daya kekuatan Politik kelompoknya. Kantung Finansial, Kendali Aparat negara (TNI/Polri/BIN), Media, Kementrian Lembaga hingga Legiskatif dan Yudikatif mereka kuasai penuh dengan menempatkan kader2 Neo PKI menjabat di dalamnya. Seperti ; Pramono Anung (SesKab), Teten Masduki (MenKop), minimal pada lapisan dua pimpinan kementrian dan KL, pasti di pegang anak-anak Neo-PKI.
7. Dimana pusat kekuatan mereka dan posisi Neo-PKI ini dalam tataran Geopolitik Global dan Regional ???
Jawabannya ; Dalam struktur Geopolitik Global itu ada TIGA tingkatan (level). Yaitu : 1. Elit Global. 2. Oligarkhi. 3. Proxy.
ELIT GLOBAL : adalah kelompok “elit minority” yang sejatinya penguasa dunia, yang mengendalikan dunia saat ini. Merekalah para kelompok yang melahirkan “The New World Order”. Yaitu kelompok City of London, Rotschil bersaudara, Rockcheveller, illuminati, dimana negara sekelas AS, Inggris, pun di bawah kendalinya.
OLIGARKHI : Adalah kelompok elit kawasan, lokal sebuah negara yang SENGAJA di bentuk oleh kelompok Elit Global tadi, untuk jadi “Bumper” kamuflase kelompok Elit Global itu.
Para oligarkhi ini di ciptakan, di rekrut, di bina, untuk sebagai pelaksana strategis dalam mengendalikan negara/kawasan/ dibawahnya. Dan kelompok Oligarkhi ini bisa berasal/berbentuk Negara, pemerintahan, organisasi lembaga dunia (PBB) seperti IMF, Kelompok Taipan, Konglomerat, Mafia, dan Raja2 bisnis bahkan Raja di sebuah negara.
PROXY : Adalah orang/figur/tokoh/pejabat/kelompok/Parpol, yang di bentuk oleh para Oligarkhi tadi. Sebagai Eksekutor pelaksana kepentingan mereka di lapangan. Para Proxy ini juga ada yg bersifay ideologis, oppurtunis ada juga yang “dunguis”. Yaitu seperti para buzzer, influencer. Para Proxy atau Jongos atau agent atau boneka ini juga ada level tingkatannya. Mulai dari menjabat sebagai PRESIDEN, menunjuk Mentri, Kapolri, hingga terus turun ke bawahnya.
8. Dalam konteks Indonesia saat ini, dimanakah posisi para kader Neo-PKI ini ??
Jawabannya ; Dalam konteks Indonesia, para kader Neo-PKI ada pada level PROXY. Sebagai ujung tombak pelaksana di lapangan. Karena para anak Neo/PKI ini paling tepat untuk menjadi ujung tombak terdepan, karena punya MOTIVASI, MILITANSI, BALAS DENDAM atas tragedi 1965. Para anak Neo-PKI ini pasti akan mau melakukan apa saja dalam mewujudkan dendam dan ambisi ideologis politiknya.
Jadi wajar, dalam pemerintahan hari ini, aura kebencian terhadap ISLAM dan mengkerdilkan TNI sangat sistematis dan besar. Karena musuh utama para anak Neo-PKI ini adalah ; ISLAM dan TNI. Di sinilah licik dan cerdiknya para Oligarkhi memanfaatkan n berkolaborasi dgn para anak2 Neo PKI dalam menguasai Indonesia.
9. Lalu apa modus, target, dari para Elit Global-Oligarkhi-Proxy terhadap Indonesia dan dunia ??
A. Target Oppurtunisnya adalah : Bagaimana mengkeruk sebesar-besarnya sumber kekayaan alam negara Indonesia. Dimana Indonesia secara sumber kekayaan alam adalah masa depan dunia yang kaya raya. Baik melalui tambang, eksplorasi migas, perkebunan, APBN, pajak, perdagangan, dan lalu lintas jasa perdagangan.
B. Target Ideologis ; Membumi hanguskan Islam, ajaran Agama dari bumi Nusantara. Karena Neo PKI itu anti Tuhan, anti Agama. Mereka ingin manusia tunduk pada aturan yang mereka buat. Tak ada boleh pengaruh agama dalam kehidupan bernegaranya.
10. Apa kekuatan utama dan senjata para Elit Global/Oligarkhi/Proxy ini ?? Sehingga mereka saat ini begitu berkuasa. Dan bagaimana posisi Islam ??
Jawabannya ;
A. Kekuatan utama mereka adalah, menghalalkan segala cara, dan tahu kelemahan utama manusia itu adalah ; HARTA-TAHTA-WANITA. Dimana semua itu adalah akidah mereka yaitu “Dialektika Matreistis-Hedonis”. Makanya salah satu amunisi dalam strategi “NEO CORTEX WAR” tadi adalah ; Bagaimana membumikan pemikiran gaya hidup matrealistis, hedonis, kemewahan, tamak uang, sex, dalam kehidupan manusia. Karena hal itu samgat ampuh melumpuhkan KEIMANAN seorang sosok manusia yang punya syahwat dan nafsu.
B. Posisinya dengan Islam adalah, benturan ideologis dan theologis. Dimana benturan ini sudah ada dan terjadi sejak dunia ini ada, sejak zaman para Nabi. Karena, Islam adalah sebuah ajaran langit (Konserfative) yang mempercayai adanya Tuhan, Syurga, kehidupan Akhirat (Ghaib). Yang membimbing ummatNYA ke arah jalan yang BENAR. Sedangkan mereka, adalah kelompok LIBERALIS. Yang tidak percaya akan adanya ajaran Tuhan, yang memisahkan Agama dari kehidupan. Dan mereka tunduk kepada akal dan syahwat nafsunya. Kelompok Islam (konserfative) itu berpondasi pada SPRITUALITAS, KEIMANAN, dan MORALITAS yang bersumberkan pada ajaran TUHAN.
Sedangkan kelompok Neo PKI, baik itu yang jadi PROXY-OLIGARKHI-ELIT GLOBAL itu berpondasi pada pemikiran MATREALISTIS HEDONIS. Yang bersumberkan pada AKAL dan NAFSU SYAHWAT.
KESIMPULANNYA ADALAH;
Kalau dalam kaca mata Theoritis, semua hal yg diatas itu adalah sejatinya benturan antara PEMIKRAN berbasis Konserfativisme Vs Liberalisme. Dan dalam kaca mata THEOLOGIS ISLAM, kalau kita terus tarik ke atasnya adalah Pertarungan antara HAQ dan BATIL. Kelompok yang percaya adanya TUHAN dan AGAMA. Dengan kelompok yang Mentiadakan Tuhan dan bersumber kepada pikiran akal dan Nafsu serakahnya sehingga wajar akan selalu membawa Kerusakan dan bertentangan dengan ajaran Agama (Islam).