KEMEWAHAN KAPAL VAN DER WIJCK

Oleh : Suroto
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) l

Beberapa waktu lalu, sahabat saya Farid Gaban, jurnalis senior ini baru selesai lakukan sebuah ekspedisi naik motor keliling Indonesia bersama tiga orang tim lainya dalam Ekspedisi Indonesia Baru. Saat perjalanan hampir selesai sempat singgah di Jakarta dan senang rasanya bisa ketemu denganya.

Satu hal yang menarik yang ingjn saya tahu segera adalah bagaimana perbandingan antara kondisi tempat tempat yang dulu pernah dikunjungi sebelumnya dalam Ekspedisi Khatulistiwa tahun 2009 dibandingkan Ekspedisi Indonesia Baru 2022 / 2023 yang baru diselesaikanya. Dikatakan Om Farid Gaban bahwa kondisi kerusakan lingkungan alam dan sosial ekonomi masyarakat menjadi sangat buruk. Kondisinya semakin parah dan eskalatif.

Film ekspedisi Indonesia Baru beberapa telah saya tonton. Dari cerita Silat Tani, Angin Timur dan Dragon For Sale ( 1). Semua tentang cerita masyarakat kecil yang dibuldoser dan dipiting piting dimana mana. Penyingkiran atau aleniasi masyarakat kecil yang lemah. Senua demi satu kepentingan keserakahan bisnis kongkalikong pejabat teras di republik ini dan pengusaha besar. Bahkan pengusaha pengusaha itu telah diangkat menjadi menteri di kabinet Presiden Jokowi – Maruf Amin saat ini.

Kasus Rempang adalah contoh arogansi kekuasaan san bisnis yang paling vulgar baru baru ini. Sesungguhnya terlalu banyak kasus serupa yang tak terungkap di ruang publik. Sebut misalnya kasus Rembang, Sangihe, Talaut, Urut Sewu, Tumpang Pitu, Papua dll. Sangat mengerikan, dan mirisnya, semua terjadi di era reformasi dan pemerintahan yang katanya dipilih oleh rakyat secara demokratis.

Muncul di benak saya, kenapa demokrasi dan semangat reformasi tak juga mampu rombak pola kepemimpinan di republik ini. Kenapa arogansi pemimpin dan penggencetan terhadap rakyat kecil terus masih terjadi?. Apa yang salah dari semua itu.

Padahal, kita sesungguhnya begitu banyak memiliki stok anak anak muda yang baik, riil membangun dan membela rakyat dengan tulus dimana mana. Tapi kenapa yang lahir selalu kualitas pemimpin yang mentalnya bobrok, korup dan kejam?. Negara dan rakyat jatuh di bawah hegemoni kekuatan korporasi besar nasional maupun multi nasional.

Menurut saya, perangai pemerintah yang jatuh lemah tertawan oleh kekuatan oligarki dan juga tak adanya kemampuan kelompok elit intelektual organik baik para aktifis sosial, akademikus untuk mendorong perubahan adalah sebuah pertanda buruk. Pertanda bahwa kita sedang berada dalam kapal besar yang mau karam. Fenomena kebohongan yang lahir dari orang orang kampus juga tanda buruk terjadinya kerusakan peradaban serius.

Negara (pemerintah) telah kehilangan fungsi untuk menjaga kepentingan publik. Kepentinganya adalah menjaga keberlangsungan dari kongkalikong. Menjaga hubungan patronase pebisnis dan penguasa negara. Apa yang baik untuk kepentingan bisnis adalah dianggap baik untuk seluruh masyarakat.

Sebut saja proyek proyek strategis nasional seperti sepuluh obyek wisata Bali Baru, tambang, tol, IKN, dan lain lain tak lagi pentingkan apakah akan menjadi beban fiskal negara di masa datang, tak pertimbangkan kepentingan partisipasi dan kesejahteraan masyarakat setempat , tak pedulikan kerusakan lingkungan dan habitat, dan lain lain. Semua tertuju pada jalan menuju kemegahan fisik, sesuatu yang material ekonomistik, walaupun rapuh, palsu dan keropos dan minus kepentingan umum.

Menurut saya, republik ini sedang karam pelan pelan. Seperti kapal Van der Wijck, kita sedang membangun kemewahan yang salah. Sampai semua penumpangnya semua lupa dengan kemewahanya itu dan ketika kapal bocor, kita tak lagi mampu menanggulanginya.

Jakarta, 21 September 2023

Suroto