ig@aniesbaswedan
ig@aniesbaswedan

Lelucon Politik: Menohok dengan Olok-olok

Oleh: WA Wicaksono 
Analis Iklan dan Pencitraan
Usai menunaikan “Debat Capres Pilpres 2024” yang digelar KPU yang sempat berlangsung panas, Anies Baswedan, Capres dari pasangan No Urut 1 (AMIN) bertemu dan curhat kepada Ustadz Abdul Somad (UAS).
Konon saat acara debat dengan berbagai seremonialnya, Anies merasakan adanya hal aneh yang terjadi saat itu. Namun dia tidak menyadari apa keanehan yang mengganggu perasaaannya tersebut. Akhirnya Anies abaikan saja perasaan mengganjal tersebut dan terus melaksanakan debat sesuai dengan aturan yang diterapkan KPU.
Keesokan harinya, Anies baru menyadari dan menemukan apa yang dirasanya aneh pada saat debat tersebut. Ternyata dari seluruh rangkaian acara debat yang digelar, tidak ada acara doa bersama yang biasanya galib dilakukan pada acara-acara resmi di Indonesia.
Pada debat capres Pilpres 2024 tersebut, acara doa digantikan dengan agenda acara mengheningkan cipta saja. Jadi tidak ada tokoh yang memimpin doa yang biasanya diaminkan bersama-sama, melainkan para peserta dan undangan sekedar menundukkan kepala dan melakukan doa sendiri-sendiri dalam diam.
Tentu saja Anies dan UAS tertawa bersama karena kisah tersebut. Dengan halus mereka pun menyindir bahwa acara doa diganti dengan mengheningkan cipta agar tidak perlu ada ucapan “AMIN” yang notabene saat ini melekat pada pasangan capres dan cawapres no urut 1 yaitu Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
Ternyata, di tengah ramainya alat peraga kampanye (APK) yang disebar, lelucon, olok-olok, sindiran, joke atau unsur komedial lainnya di saat kampanye bisa menjadi salah satu senjata kampanye yang menarik dan ampuh dalam menyasar dan mengedukasi target pemilih. Apalagi unsur komedial tersebut tidak hanya mampu menarik dan menggelitik semata, tetapi juga mudah dicerna, diingat dan menjadikan semua mengerti dalam tawa, bahkan bisa menyerang dan menjatuhkan lawan dengan telak.
Lelucon politik bisa menjadi senjata yang cukup ampuh untuk menarik perhatian dan menciptakan hubungan emosional dengan pemilih. Olok-olok, sindiran, dan joke ternyata dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk mencapai tujuan kampanye yang diinginkan.
Seni Menciptakan Tawa dan Keterhubungan
Aspek-aspek komedial dalam lelucon politik merupakan pemecah kegelisahan. Pasalnya, lelucon politik mampu menjadi pelipur lara di tengah atmosfer politik yang tegang atau memanas. Melalui kepintaran dalam menghadirkan humor, maka para kontestan yang berlaga bisa mengurangi kegugupan pemilih dan menciptakan suasana yang lebih cair dan santai. Di sini humor atau lelucon dapat menjadi jembatan yang menghubungkan calon dengan pemilih, serta mengingatkan bahwa politik tidak selalu harus disajikan dengan serius dan adu urat saraf.
Humor dan lelucon politik mampu menohok dengan kejujuran tertutup. Humor atau lelucon politik sering kali mampu dijadikan media untuk menyampaikan kritik dan kebenaran melalui kata-kata yang tersembunyi bahkan di balik tawa yang menggelitik. Kandidat yang mampu menggunakan lelucon untuk menyindir kelemahan lawan secara tersamar atau masalah politik tertentu dapat menciptakan dampak yang tajam. Tentu saja ketrampilan memerlukan talenta seni untuk meramu olok-olok yang dapat menohok tanpa meninggalkan luka.
Mengapa Lelucon Politik Efektif?
Pertama karena humor atau lelucen politik itu mudah dicerna dan Diingat. Lelucon memiliki kekuatan untuk menyederhanakan dan memudahkan pemahaman khalayak terhadap kompleksitas politik. Dengan menyampaikan pesan melalui lelucon, para kandidat dapat menjadikan isu-isu yang semula terasa sulit dipahami, menjadi lebih mudah dicerna oleh pemilih. Bahkan pemilih kemudian lebih cenderung mengingat pesan-pesan tersebut dibandingkan pesan-pesan yang serius karena disampaikan melalui tawa yang tentunya bisa membawa keceriaan.
Kedua, lelucon mampu membuat politik menjadi terasa akrab. Lihat saja, dalam suasana kampanye yang sarat dengan statistik dan retorika politik, lelucon politik dapat mengubah wajah politik yang kaku menjadi sesuatu yang akrab dan dekat dengan kehidupan sehari-hari. Tentunya hal ini akan membantu para kandidat yang berkompetisi membangun ikatan emosional dengan pemilih dan meningkatkan daya tarik personal mereka.
Ketiga, humor atau lelucon politik mampu meningkatkan keterlibatan pemilih. Melalui sajian pesan yang dikemas menarik melalui lelucon yang menghibur, maka para kontestan dapat membangun hubungan yang lebih kuat dengan pemilih, membuat mereka lebih aktif dalam memahami dan tentunya mendorong keikutsertaan mereka dalam proses politik.
Lelucon Politik yang Sukses
Kesuksesan humor atau lelucon politik mungkin bisa dilihat dalam dua faktor berikut. Pertama humor sebagai alat persatuan. Lelucon politik yang sukses adalah yang mampu menggugah tawa tanpa adanya unsur-unsur yang merendahkan atau menghina. Di sini lelucon berfungsi menjadi alat persatuan yang membawa berbagai kelompok pemilih bersama-sama, tanpa meninggalkan perasaan eksklusivitas atau merugikan pihak lain.
Faktor kedua yaitu lelucon yang mampu mengeksplorasi kreativitas dan konteks lokal. Tentu saja Lelucon politik yang efektif juga harus mengandung unsur kreativitas dan memperhatikan konteks lokal agar dirasa dekat dan mengena. Karena itu, mengenali keunikan dan kebiasaan yang dimiliki setiap daerah yang akan disasar dapat membuat lelucon yang dibuat menjadi lebih relevan dan menarik bagi pemilih yang ditarget.
Jadi, tak bisa dipungkiri bahwa Lelucon politik, dengan segala daya tarik dan kekuatannya, memang merupakan salah satu senjata yang potensial dalam kampanye Pilpres. Dengan mampu menyajikan lelucon yang menohok dengan olok-olok, calon-calon tidak hanya membangun keterlibatan pemilih, tetapi juga menjadikan politik lebih dekat dan mudah dicerna oleh masyarakat. Namun, perlu diingat bahwa kebijakan dan integritas tetap menjadi fondasi utama dalam membangun kepercayaan pemilih. Tabik.