ilustrasi /ist

Sebuah pandangan soal yang namanya kritik janganlah dianggap nyinyir. Kritik ya..kini jadi kegelisahan bagi dan –sekaligus yang kini sedang saya alami tentang memaknai– kata kritik dan ini sebuah “upaya” koreksi.

Dalam beberapa bulan ini, terlebih dalam dalam hampir sembilan tahun terakhir soal kritik ini mengitari pikiran banyak pihak. Tapi kita harusnya sadar jika melihat dan membaca buku Mochtar Lubis -Wartawan Jihad. Mochtar Lubis adalah sosok seorang jurnalis. budayawan dan pernah menjadi pemimpin redaksi Indonesia Raya.

Ia juga pengarang terdepan Indonesia. Saya teringat kisahnya peran sebagai seorang pemimpin redaksi. Mochtar telah jadi simbol kebebasan pers. Itulah yang membuat kita aka takjub.  Ia kerjanya bisa dikatakan mempunyai kebijakan kuat dalam redaksional Indonesia Raya. Mochtar berkali-kali melakukan kritik terhadap pemerintah.

Gaya jurnalisme Mochtar berani, tajam, dan tidak dapat digoyahkan oleh siapapun dan menjadi inspirasi bagi banyak media lain di era itu, demikian David T.Hill menyebutnya Mochtar Lubis adalah prisma dalam buku Jurnalisme dan Politik di Indonesia (Yayasan Pustaka Obor Indonesia – Juli 2011).

Hill juga kemudian menyebutkan bahwa melaluinya, kita bisa melihat pergulatan sebuah bangsa yang sedang mencari jatidiri pasca kemerdekaan. Pergulatan yang merentang di bidang politik, ideologi, jurnalisme, sampai kebudayaaan ketika dunia masih dilanda perang dingin. Hill juga mengungkapkan perjalanan Mochtar tentu saja gaya jurnalisme jihad bukan tanpa resiko.

Kembali ke soal Kritik. Kritik Mochtar yang kuat dari sebuah harga mahal harus ditanggung Indonesia Raya. Media yang dipimpin Mochtar dibredel sampai dua kali.

Nah kalimat yang sangat kuat dari Mochtar adalah “Kenapa kita harus takut kalau kita yakin bahwa yang akan kita kemukakan itu adalah benar, untuk kepentingan masyarakat, untuk kepentingan bangsa.”

Inilah yang menjadikan saat ini kenapa bahasa kritik selalu dikaitan dengan hinaan atau nyinyir? bahkan tak sedikit kasus kritik ini masuk ranah hukum bahkan dikaitkan dnegan UU ITE, apakah kita sudah hilang akan sehat? Tak tahulah itu yang terjadi….Tabik…(a)