DALAM tak lama yaitu Jumat lalu, 13 Januari 2024 kami turunkan soal tulisan Paradoks dimana kita tahun sebuah pernyataan yang seolah-olah bertentangan atau berlawanan dengan asumsi umum, tetapi dalam kenyataannya mengandung sebuah kebenaran.

Nah ada soal menyatakan aspirasi yang disampaikan melalui Menkopolhukam Mahfud MD  yang juga wacapres 2024 dari petisi 100 dimana aspirasi itu usulan pemakzulan yang artinya  usulan ini jelas namun karena jadi paradoks makan ada sejumlah pihak kebakaran jenggot. Dan inilah cermin dari sikap takut kalah dalam Pilpres.

Dalam ilmu sastra, paradoks termasuk ke dalam kategori kewaktu yang luas terkadang orang lupa tapi terkadang juga suka seenaknya memandang waktu. Lebih dari itu banyaknya orang biasa dianggap sendiri dan dia kesepian, bahkan kaget

Paradoks adalah sebuah pernyataan yang seolah-olah bertentangan atau berlawanan dengan asumsi umum, tetapi dalam kenyataannya mengandung sebuah kebenaran. Dalam ilmu sastra, paradoks termasuk ke dalam kategori ketidaklangsungan ekspresi yang berwujud penyimpangan arti. Nah terkadang orang lupa dan ingatnya sendiri sehingga bertentangan.

M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan menulis jelas bahwa, “Kejahatan politik ini harus dicegah dan diantisipasi serius. Pemilu tanpa Jokowi menjadi opsi rasional. Konsekuensinya adalah Jokowi harus dimakzulkan. Mengemuka hangat saat mendekati Pilpres sebagai akibat penghianatan yang semakin nyata Jokowi atas Pemilu yang semestinya jujur, adil dan bersih,” tulisnya.

Rizal menrinci Ngawurnya Jimly, Yusril, dan Istana berdasarkan fakta sebagai berikut :

Pertama, isu pemakzulan bukan baru sebulan menjelang Pemilu akan tetapi Petisi 100 telah mengajukan penyampaian sejak 8 (delapan) bulan yang lalu tepatnya 20 Mei 2023 dan penerimaan seorang anggota DPD RI pada 20 Juli 2023.

Kedua, jauh sebelum diterima Menkopolhukam surat permohonan untuk bertemu dengan Pimpinan DPR dan MPR RI telah diajukan pada tanggal 20 Mei 2023. Hingga kini sama sekali tidak mendapat tanggapan. DPR/MPR dinilai “buta” dan “tuli” atas aspirasi rakyat.

Ketiga, konten Petisi berujung pada dua tuntutan yaitu pemakzulan Jokowi dan pemulihan kedaulatan rakyat. Petisi 100 mengajukan 23 (dua puluh tiga) alasan politik dan hukum agar memenuhi ketentuan Pasal 7A UUD 1945.

Keempat, keliru jika usulan pemakzulan Presiden Jokowi itu dianggap inkonstitusional. Alasan dengan berdalih Pasal 7B tidak relevan karena hal itu menyangkut mekanisme. Usulan Petisi 100 memiliki argumen hukum yang sangat kuat. Memenuhi ketentuan Pasal 7A sebagai bahan bagi mekanisme Pasal 7B UUD 1945.

Kelima, usul pemakzulan Petisi 100 tidak bertendensi pada peningkatan elektabilitas Paslon siapapun. Bahwa ide dan narasi Petisi 100 itu memberi manfaat politik bagi siapapun menjadi persoalan lain. Tendensi aspirasi Petisi 100 adalah penyelamatan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemulihan demokrasi akibat penghianatan kaum oligarki.

Penyampaian aspirasi kepada Menkopolhukam di samping karena adanya Desk Pengaduan Pelanggaran Pemilu, juga sebagai bukti bahwa apa yang dikhawatirkan dan menjadi keprihatinan Petisi 100 atas “cawe-cawe” jokowi ternyata semakin faktual dan brutal.

“Pemilu tanpa Jokowi” menegaskan bahwa Petisi 100 konsisten pada penyelenggaraan Pemilu. Hanya fenomena yang terindikasi adalah bahwa kekacauan dan kekisruhan Pemilu 2024 ini disebabkan oleh sikap politik Jokowi sendiri.

Jimly, Yusril dan Ari Dwipayana dengan membela keberadaan Jokowi sesungguhnya telah melibatkan diri atau ikut serta dalam proses kejahatan politik yang telah dilakukan oleh Jokowi. Jimly, Yusril dan Istana kebakaran !, tegas Rizal

Makanya banyak yang terjebak, sehingga  paradoks dapat diartikan sebagai sebuah pernyataan atau pendapat yang bertentangan dengan kebenaran atau pendapat yang beredar di umum.

Nah apakah semua mengalami bisa ya bisa tidak. Jadi silakan saja lihat para tokoh, politikus bahkan pemimpin yang saat ini banyak langkah yang paradoks, dan soal Ngawurnya pemakzulan dianggap inkonstitusional, bahkan harusnya mereka sadar bahwa saran majunya pun sudah porakporandakan yang namanya Mahkamah Konstitusi (MK) yang langgar etika, amat bangsa dan  kini masayarakat tahu bahwa ada ruang jahat rusak konstitusi demokrasi yang bohong dalam demokrasi  ini jadi di hacurleburkan dan KPU kok ikutan ya….…Tabik.? (am)