Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya; pemerintahan rakyat.

Kemudian, demokrasi juga diartikan KBBI sebagai gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.

Demokrasi atau kerakyatan adalah bentuk pemerintahan yang keputusan-keputusan penting, baik secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari masyarakat dewasa.

Nah masyarakat dewasa yang di maksud adalah dia yang sudah layak jadi pemimpin bukan jadi pemimpin karbitan bahkan merusak konstitusi. Jika itu terjadi maka akan rusak kedepannya bangsa dan negera.  Demokrasi akan menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Makanya kekuatan semua adalah rakyat.

Para ahli  sangat beragam melihat demokrasi.  Sidney Hook filsuf Amerika aliran pragmatis dalam teori politik dan etika, Hook kemudian dikenal atas kritiknya terhadap totalitarianisme dari fasisme dan Marxisme-Leninisme dan ia mendefinisikan demokrasi sebagai bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan pemerintahan yang penting, baik secara langsung atau tidak langsung, didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.

Mantan presiden Amerika ke 16 Abraham Lincoln mendefinisikan demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Mohammad Iqbal, melihat sebagain satu kritikan terhadap demokrasi yang berkembang juga dikatakan oleh intelektual Pakistan  M. Iqbal ini, sejalan dengan kemenangan sekularisme atas agama, demokrasi modern menjadi kehilangan sisi spiritualnya sehingga jauh dari etika. Demokrasi yang merupakan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat telah mengabaikan keberadaan agama. Parlemen sebagai salah satu pilar demokrasi dapat saja menetapkan hukum yang bertentangan dengan nilai agama kalau anggotanya menghendaki. Karenanya, menurut Iqbal Islam tidak dapat menerima model demokrasi Barat yang telah kehilangan basis moral dan spiritual. Atas dasar itu, Iqbal menawarkan sebuah konsep demokrasi spiritual yang dilandasi oleh etik dan moral ketuhanan. Jadi yang ditolak oleh Iqbal bukan demokrasi an sich. Melainkan, prakteknya yang berkembang di Barat. Lalu, Iqbal menawarkan sebuah model demokrasi sebagai berikut:
– Tauhid sebagai landasan asasi.
– Kepatuhan pada hukum.
– Toleransi sesama warga.
– Tidak dibatasi wilayah, ras, dan warna kulit.
– Penafsiran hukum Tuhan melalui ijtihad.

Dan hal ini juga menurut Muhammad Imarah bahwa Islam tidak menerima demokrasi secara mutlak dan juga tidak menolaknya secara mutlak. Dalam demokrasi, kekuasaan legislatif (membuat dan menetapkan hukum) secara mutlak berada di tangan rakyat. Sementara, dalam sistem syura (Islam) kekuasaan tersebut merupakan wewenang Allah. Dialah pemegang kekuasaan hukum tertinggi. Wewenang manusia hanyalah menjabarkan dan merumuskan hukum sesuai dengan prinsip yang digariskan Tuhan serta berijtihad untuk sesuatu yang tidak diatur oleh ketentuan Allah.

Jadi, Allah berposisi sebagai al-Syâri’ (legislator) sementara manusia berposisi sebagai faqîh (yang memahami dan menjabarkan) hukum-Nya. Demokrasi Barat berpulang pada pandangan mereka tentang batas kewenangan Tuhan. Menurut Aristoteles, setelah Tuhan menciptakan alam, Dia membiarkannya. Dalam filsafat Barat, manusia memiliki kewenangan legislatif dan eksekutif. Sementara, dalam pandangan Islam, Allah-lah pemegang otoritas tersebut. Allah befirman
Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. (al-A’râf: 54).

Pandangan yang beragam soal demokrasi ini menarik. Dan sastrawan Indonesia Iwan Simatupang bahkan menulis bahwa demokrasi adalah kaki langit. Iwan menambahkan bahwa kaki langit itu semakin didekati, semakin menjauh.

“Ia garis yang memberitahukan senantiasa perihal jauh dan tiada batas. Ia abstrak sedang kekrertannya barulah ditemui tak ada, apalagi kita menjadi pandir dan mencoba mendekati dengan dambaan terhadap pancaindra. Kaki langit bagi Iwan adalah puisi sedang pancaindra adalah kenyataan dari kedua  belah kaki  berpijak di bumi,” tulis Iwan dalam kumpulan esainya 2004.

Nah jika lihat tahun politik (pilpres) saat ini adalah ada upaya ke demokrasi model demokrasi acak kadut karena sudah di nodai dengan merusak tatanan hukum indonesia yang berpanduan ke arah sana telah di nodai dan robohkan dnegan merusak konstitusi yang dengancara demokrasi keluarga seakan paling bagus, padahal inilah yang telah kehilangan basis moral dan spiritual sebernarnya. Tabik…!!! (am)