APA SANDIAGA UNO INGIN MENCIPTAKAN MAFIA SAMBIL MENGHANCURKAN INDUSTRI PARIWISATA?
Oleh William win Yang – business strategust, best selling author of Taipan trilogy
Siang kemarin, tetiba saya mendapat pesan WA dari seorang sahabat. Dia mengeluh pada saya atas masa depan bisnisnya yang gelap, karena peraturan baru pemerintah.
Peraturan apa itu? Tanya saya… Rupanya adalah rencana kenaikan pajak sampai 75%… saat itu saya belum ngeh tentang apa yang terjadi, walau berita tentang Inul dan Hotman Paris yang menjerit kadang berseliweran di linimasa saya.
“Apa 75%?” Tanya saya
“Pajak”
“hah?”
Dan mulailah saya mencari tahu, dan sayapun langsung merasa ngeri, dan sayapun membuat artikel ini, karena mohon maaf, saya merasa negara saya dalam keadaan bahaya. Oh ya, perlu diketahui, kawan saya adalah pedagang minuman beralkohol yang merupakan industri yang setahu saya memiliki pijakan moral rendah setiap kali dizolimi.
Kesan terhadap industri ini adalah industri para mafia, industri yang merusak moral, dan industri yang memiliki margin keuntungan sangat tinggi… buktinya?
Tuh pemiliknya biasanya glamor gitu. Kalau ga untung gede, mana mungkin bisa begitu?
OK, saya tidak akan membahas keseluruhan industri pariwisata yang terancam ini, tapi akan lebih fokus ke industri minuman keras yang dijalani teman saya.
Biarlah yang lain jadi urusan Hotman Paris dan Inul. Ada satu kesan dalam bisnis ini, yaitu kaya raya dan untungnya besar, maka itu layak untuk diperas lebih banyak, dan dipersulit ini itunya. Well, frankly speaking, banyak pebisnis dunia ini masih engap-engapan mencicil, tambal sulam kerugian dengan utang dan pembiayaan kreatif lainnya.
Dia memang selalu tampil glamor, tapi itu suatu keharusan dalam industri ini, namun bukan berarti tampil glamor bisa bertahan terus diperas. Besok kalau sudah tidak kuat lagi mencicil, sudah pasti akan gulung tikar. Tapi peduli apa?
Bukankah mereka industri rendah moral, dan mafia? Bagus dong bangkrut? Ya ya ya, kalau anda berpikir begitu, kenapa tidak sekalian saja ditutup sejak awal? Sekarang, mari kita bayangkan, apa yang terjadi jika pajak 75% sungguh diterapkan?
Sederhananya, akan menyebabkan satu dampak sistemik yang menghancurkan keseluruhan industri pariwisata yang sedang kita bangun dengan tertatih setelah pandemi, dan tentu saja membuat competitor kita tersenyum (yes sadarlah kita punya kompetitor- Singapore, Filipina, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan tentu saja Timor Leste).
Ini karena tidak ada industri pariwisata yang sukses tanpa alkohol. Yes, mark my word : tidak ada industri pariwisata yang sukses tanpa keberadaan alkohol. Kalau ada yang merasa sukses tanpa alkohol, silahkan bandingkan diri anda dengan industri pariwisata yang menyertakan alkohol, dan anda akan melihat sendiri betapa jauh beda omzetnya.
Tapi jangan juga bandingkan dengan industri pariwisata bertema religi yang populer. Tidak semua tempat mampu memiliki daya tarik seperti Mekkah, Vatican, atau Borobudur. Banyak wisata religi di dunia ini berjalan tapi omsetnya keciiiiiiiillllll sekaliiiii..
Kita bicara industri pariwisata pada umumnya. Demikian juga jangan bandingkan dengan wisata kesehatan… memangnya kita mau mengandalkan wisata kesehatan saja? Marketnya cukup banyak ga? Ingat saingan kita Pineng dan Singapore. Dan kenapa juga tidak menjalankan keduanya? OK, kembali ke laptop.
Jika harga kita menjadi mahal, maka logikanya, turis yang ingin bersenang-senang di Asia Tenggara akan lebih memilih Thailand dan Filipina tentunya daripada Indonesia, dan mereka akan tersenyum lebar karena di subsidi oleh Indonesia dengan cara menaikan pajak pariwisata setinggi langit. Turis yang datang tidak hanya berasal dari bule-bule yang ingin pesta-pesta, tapi juga masyarakat Indonesia (akuilah, harga di Thailand sangat murah).
Lalu karena kekurangan turis secara signifikan, investor kita yang terlanjur investasi di bangunan hotel megah yang masih dicicil dan memiliki biaya operasional bulanan tinggi akan bangkrut (atau terseok-seok), efeknya yang paling pertama adalah pengurangan karyawan secara signifikan, kemudian supplier ke hotel atau café itu akan di cut, yang efeknya mereka akan kurangi karyawan juga, dan selain memecat karyawan, mereka juga akan cut order dari supliermereka, teruuussss begitu seperti lingkaran setan.
Dan jangan lupa, karyawan yang dipecat akan kehilangan daya beli, yang akibatnya akan mengurangi omset dari restoran, toko, atau apapun itu yang biasa para karyawan itu belanja, yang efeknya akan memecat karyawan mereka, memecat suplier mereka, mengobral stok mereka, dan terrrruuuuussssssss kebawah, hingga menghancurkan keseluruhan industri pariwisata kita.
Yang terlilit hutang bank akan disita, kemudian barang akan diobral oleh bank, dan akhirnya harga-harga property di pusat-pusat wisata akan jatuh ke dasar bumi, untuk kemudian diborong oleh mereka yang masih punya duit dengan harga sangaaaatttttt murah. Pada saat ini mungkin yang paling merasa terzolimi adalah Bali, dan mereka dapat segera menuntut merdeka dari NKRI TERLALU EXTREME ?
Mungkin juga, tapi sadarilah, kita ga punya kuasa untuk seluruh industri alkohol. Hanya di Indonesia aja. Kita tutup, sementara kompetitor kita akan kasih diskon dan promo.
But, this is not the worst part
Lalu apa yang akan terjadi pada pelaku industri pariwisata yang mau bertahan? Mereka akan berusaha kreatif :
1. Mereka akan berkolusi dengan pejabat pejabat pajak busuk untuk mengurangi pajak mereka
2. Mencari supplier alkohol seludupan yang biasanya di backing oleh para pejabat dan aparat korup Yang efeknya :
1. Mafia-mafia akan kaya raya
2. Mafia-mafia akan gunakan kekayaannya untuk mempengaruhi jalannya politik
3. tanpa kita sadar, negri kita akan berubah jadi Gotham City dalam kisah Batman.
4. Daaaaan tidak lupa menyuburkan praktik money loundry (jasa ini akan banyak peminatnya) Ini pernah terjadi di Amerika, jaman pelarangan alkohol dulu.
Dan itulah yang membangkitkan Al Capone dan generasi mafia di Amerika. Inilah yang membuat saya berpikir, apa yang ada di otak Sandiaga Uno (mungkin ada pejabat lain terlibat, tapi karena dia di garda paling depan, maka dia yang paling gampang ditunjuk) ? dia kan seorang Taipan dan businessman sukses, kok ga bisa mikir kemari sih?
Apa dia bodoh? Atau mungkin ada alasan lain? Mari kita tebak-tebak :
1. Dia antek asing? Dia mata-mata Thailand dan Filipina untuk menghancurkan industri pariwisata Indonesia? Atau mungkin dia bukan mata-mata seperti spy dalam film James Bond, tapi sekedar pejabat korup yang disuap dengan uang maha besar?
2. Mungkinkah dia punya bisnis di negara pesaing Indonesia yang diuntungkan dengan hancurnya industri pariwisata Indonesia?
3. Apa mungkin dia mau jadi mafia? Dia mau menyuburkan mafia? Dimana dia jadi raja mafia, yang mengambil rente dari jaringan mafia pariwisata dan pajak, yang membuat dia super kaya raya, yang akan digunakannya untuk mengendalikan politik Indonesia dan menjadi shadow government?
4. Mungkin dia mau mengumpulkan dana kampanye? Makanya dia buat ini pas menjelang pemilu, agar orang panik, kemudian melobby dirinya dan menyuapnya dengan sejumlah besar uang untuk membatalkan keputusannya?
5. Atau mungkin karena PPP suaranya terus merosot dan terancam tidak masuk parlementary treshold? Jadinya dia ingin cawi-cawi ke umat Islam?
6. Ataaauuuu mungkin dia terpaksa melakukannya? Dia diperintah untuk menambah pendapatan pajak bagaimanapun caranya? Dan karena dia kalap, diapun sembarangan menaikan pajak (bukannya mikir menambah jumlah wisatawan).
7. Tapi mungkin juga ternyata dia melakukannya demi bangsa dan negara, karena dia tahu yang tidak kita tahu, dan beberapa waktu kemudian ternyata kebijakan ini malah memakmurkan Indonesia? (Maybe) Kalau yang ada adalah no 7, maka segeralah mas sandi melakukan klarifikasi.
Kalau tidak isi akan menjadi liat dan bahaya Kalau yang terjadi adalah no 1,2,3,4 maka presiden Jokowi harus segera menertibkannya. Tangkap dan penjarakan dia sebagai pengkhianat negara, juga koruptor kelas kakap yang tindakannya membahayakan keberlangsungan NKRI.
Kalau nomor 5 yang terjadi, maka mungkin semuanya ini hanya pura-pura saja, dan setelah pemilu semuanya akan balik ke kondisi normal? Atau mungkin juga tidak. Jika ini yang terjadi, maka para pelaku wisata harus memperkuat lobby-lobby dan menekan mas Sandi untuk membatalkan keputusannya itu. Jika yang terjadi adalah nomor 6, maka seluruh pelaku pariwisata harus bersatu melobby dan menekan pemerintah untuk mengubah keputusannya.
Kalian harus mulai membuat konsorsium, kemudian bergerak dengan demo-demo, disertai lobby-lobby. Daaaan, karena ini adalah masa pemilu, maka lawan politik bisa mengangkat ini sebagai isu :
“PEMERINTAH SUDAH BERLAKU ZOLIM, PILIH KAMI, MAKA KAMI AKAN BATALKAN PAJAK PARIWISATA”
Ingatlah pepatah : Yang tertinggi didunia ini adalah golok pembunuh naga (kekuatan rakyat) Barang siapa yang menguasainya akan menguasai dunia (liat tuh Jokowi) Dia tidak akan ada tandingannya di dunia ini,
Hanya pedang langit (Tuhan/Karma) yang mampu menandinginya William Win Yang Diintisarikan dari buku The Dragon Slayer Strategy
Kemudian setelah menang, yang dilakukan pertama adalah menuduh semua orang yang terlibat, kemudian memenjarakan mereka dengan tuduhan pejabat negara. Terlalu extreme? Maybe, tapi ini suatu hal yang bisa dipertimbangkan. In the end, mau lanjut atau tidak, bagi saya sama saja. Life must go on.
Apa yang terjadi bagi saya semua baik. Jika keputusan batal, maka saya akan tersenyum karena ekonomi pariwisata kita membaik, namun jika ekonomi pariwisata hancur seperti yang saya ramalkan diatas, maka saya akan membeli tanah di beachfront atau di cliff yang paling elite di Bali. Saya selalu menginginkannya, namun harganya sudah terlalu mahal, atau tidak ada barang yang dijual. Kehancuran karena jasa mas Sandi akan saya manfaatkan untuk meraih impian saya itu.
Saya akan duduk di villa impian saya di beachfront atau cliff Bali, sambil menikmati minuman segar dan makanan mewah yang mungkin harganya sangat teramat murah, karena ga laku. Dan pada saat itu mungkin ada para pelaku pariwisata miskin yang kepepet akan menawarkan saya alkohol murah yang dibelinya dari para mafia yang dijualnya dengan margin tipis hanya sekedar untuk menghidupi keluarganya, dan saya dengan murah hati berderma dengan membelinya, kemudian menikmati perbuatan baik saya dengan meminumnya sambil melihat sunset di Kuta atau Cliff Uluwatu yang katanya adalah sunset terindah di dunia.
Dan saat semuanya berada di titik terendah, mungkin akan ada politkus dari Bali yang melakukan perubahan, maju paling depan, melakukan revolusi, mencabut aturan 75% yang dia sebut sebagai pengkhianatan Sandi (mungkin saja), kemudian entah bagaimana dia memulihkan pariwisata Indonesia, dan seketika property yang saya beli di Bali dengan harga murah harganya naik ke langit, dan seketika saya jadi Taipan juga seperti mas Sandi.
Sebagai penutup, ijinkan saya ambil quotes dari seorang scamer :
Ada lu ga ada lu, bisnis jalan terus.