Eksil (2024): Menyingkap Tabir Sejarah Bangsa Melalui Lensa Marxisme
By Nurisha Kitana
(Ilmu Politik. FISIP UI)
Di tengah-tengah momentum pesta demokrasi yang diwarnai berbagai dinamika politik, sebuah film yang menyingkap tabir sejarah bangsa muncul di layar lebar. Eksil, sebuah film dokumenter yang disutradarai dan diproduseri oleh Lola Amaria akhirnya tayang di bioskop pada 1 Februari 2024 setelah penantian selama hampir dua tahun dan sebelumnya hanya tayang terbatas. Film ini sontak memantik percakapan panas mengenai kisah kelam politik Indonesia. Para mahasiswa Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) bahkan mengadakan acara khusus untuk menonton bersama film Eksil di Plaza Senayan pada 28 Februari 2024 yang relevan dengan bidang studi yang dipelajari.
Eksil menceritakan imbas peristiwa 1965 terhadap pemuda-pemudi Indonesia yang mendapatkan beasiswa untuk studi ke luar negeri, khususnya ke negara yang beraliran kiri seperti Uni Soviet dan Tiongkok. Ketika peristiwa Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) terjadi, sekelompok mahasiswa tersebut dicampakkan dan dicabut kewarganegaraannya. Bahkan, anggota keluarganya yang berada di Indonesia ikut terseret dan dipenjara.
Pencabutan kewarganegaraan secara paksa oleh pemerintahan Orde Baru tidak hanya mengorbankan kesehatan mental, pikiran, dan materi para eksil, tetapi juga kebutuhan personalnya. Terdampar selama tiga dekade di luar negeri dan terpaksa berpindah-pindah negara membuat salah satu eksil sampai harus berkali-kali menikah dengan perempuan yang berbeda. Ironisnya, para eksil justru masih mencintai Indonesia hingga detik ini.
Demi mendapatkan footage dan informasi yang akurat untuk film Eksil, Lola Amaria melakukan tur ke Eropa dan mendatangi para eksil yang menjadi narasumber satu per satu. Dalam acara MACAN KineTalk bertajuk “Eksil: Suara dari Pengasingan” yang diselenggarakan Museum Modern and Contemporary Art in Nusantara (MACAN) di Jakarta pada 9 Maret 2024, Lola mengungkapkan bahwa para eksil awalnya menyambutnya dengan hangat. Namun, ketika ia mengeluarkan peralatan rekamannya, para eksil sempat mengira Lola adalah intel.
Setelah melalui proses negosiasi, Lola akhirnya dapat menyajikan rekaman visual yang menggambarkan keseharian para eksil secara natural, mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Terdapat sepuluh eksil laki-laki yang kisahnya diangkat dalam film dokumenter ini. Lola mengatakan bahwa sebetulnya ada pula sejumlah eksil perempuan yang ia temui. Akan tetapi, ia memutuskan untuk hanya menampilkan cerita dari para eksil laki-laki karena beberapa eksil perempuan keberatan untuk diangkat ceritanya.
