AWAL MULA MUNCULNYA ISTILAH  “PENG – PENG” (PENGUASA MERANGKAP PENGUSAHA) ALIAS “WASIT MERANGKAP PEMAIN” !

Oleh : Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST

Istilah “Peng – Peng” adalah Satire/Parodi yang di lontarkan oleh MenKo Marinvest 2014 – 2019 Rizal Ramli ke orang orang seperti  JK, Dahlan Iskan, Luhut Binsar P,  Erick Tohir, Sandi Uno dll yang selama ini dikenal sebagai Pejabat/Penguasa yang sekaligus merangkap sebagai Pengusaha (khususnya Kelistrikan) alias “Wasit Merangkap Pemain” !

PROYEK PEMBANGKIT 35.000 MW.

Pada era 2014 – 2019 terjadi debat hangat antara Wapres JK melawan Menko Marinvest Rizal Ramli terkait Kapasitas Terpasang Proyek  35.000 MW tersebut. Disatu sisi Wapres JK yang dibantu Konsultan mengatakan bahwa guna merespon Pertumbuhan Kelistrikan (khususnya Jawa-Bali) musti dibutuhkan Pembangkit 35.000 MW. Sementara Rizal Ramli sebagai Menko Marinvest juga memiliki estimasi sendiri, apalagi mengingat sebelumnya ada “Fast Track Program” I (FTP I) sebesar 10.000 MW dan FTP II 10.000 MW juga. Sehingga Rizal memprediksi hanya butuh penambahan 20.000 MW (bukan 35.000 MW).

Dan menurut SP PLN cukup 18.000 MW saja !

Karena latar belakang Proyek 35.000 MW, FTP I 10.000 MW dan FTP II  10.000 MW, sementara Wapres JK terlihat “Insist” dengan sikapnya. Apalagi Kontraktor2 JK juga terlibat aktif dalam pembangunan FTP I dan II bahkan tidak hanya “Power Plant Project” saja, tetapi juga dalam  Pembangunan Proyek Transmisi dan P3B (Pusat Pengatur dan Penyalur) Beban, maka Rizal Ramli “terpancing penasaran” dan berucap Kelompok “Peng Peng” ( Penguasa Merangkap Pengusaha) atau “Wasit Merangkap Pemain” terhadap oknum semacam JK, Dahlan Iskan, Luhut Binsar P, Erick Tohir, Sandi Uno dll. Dan siapapun “Oknum”  yang faktanya selama ini memiliki “Garis Komando” secara langsung maupun tidak langsung terhadap PLN !

TERJADINYA PASAL-PASAL “AMBIGU” !

Terjadinya jurus “Peng Peng” seperti diatas kemudian memunculkan pasal2 “Ambigu” di Kontrak PPA (“Power Purchase Agreement”) nya ! Seperti terjadinya TOP “Clause” yaitu Pembangkit IPP Kerja gak Kerja dibayar minimal 70%. Dan juga terjadinya “Unit Price Contract” yang “Over Pricing” karena anak buah takut kepada atasannya yang DIRUT PLN/Menteri/Wapres  bila sebuah IPP ternyata ada saham “Peng Peng” nya.

Kasus kasus seperti diatas lah yang terjadi di Indonesia yang Pejabatnya mestinya berposisi sebagai “Wasit” tapi ternyata prakteknya juga ada yang sebagai “Pemain” !

KESIMPULAN :

Praktek “Peng – Peng” di PLN semacam inilah yang harus di setop ! Kalau tidak, akan semakin “menggelembung” kan Subsidi Listrik yang pasti suatu saat Pemerintah tidak akan mampu  mengatasinya !

Saat sekarang saja Laporan Keuangan dan Laporan Statistik PLN di “kamlufase” , agar publik “bias” menilai PLN !

Dan faktanya sesuai Seminar Serikat Pekerja di lingkungan Anak Perusahaan PLN (SP PJB dan PP IP pada akhir September 2020, dengan Pembicara Utama Mantan DIRUT PLN Djiteng Marsudi) saat itu Pembangkit IP dan PJB sudah RSH (“Reserve Shutdown”) alias “Mangkrak” 25.000 MW karena “tersingkir” oleh peran IPP (terutama milik “Peng Peng).

INNALILLAHI WA INNA ILAIHI ROOJIUUNN !!

JAKARTA , 18 JUNI 2024.