Merawat Sangsaka

Oleh: Taufan S. Chandranegara, praktisi seni

Syair zaman, kehidupan mencipta peradaban. Bertumbuh makhluk hidup seirama waktu alam raya. Ragam bahasa memesona, menjalin komunikasi antar bangsa. Sebagaimana seharusnya pertumbuhan pohon, daun  gugur dari tangkai akibat musim cuaca pancaroba. Tak satupun tahu rahasia Ilahi.

Mempertimbangkan tradisi; melihat kembali sejarah tanah lahir sejak awalnya, hingga pertumbuhan kehidupan bermasyarakat lampau, kini akan datang. Kembali memutar kaleidoskopis keindahan tanah negeri. Merangsang ingatan melihat nomor dramatik antar zaman lebih luas lagi. Peradaban melampaui kini menuju akan datang.

Salah satu pelajaran membahagiakan cara pandang pola pikir kesantunan, kesenian, politik, ekonomi, kebudayaan, tekno, sains, bekal pencerahan akal budi. Bukan pola pemikiran jungkir balik dari isme impor seakan primadona pujaan politik modern dunia disulap efektif atas nama planet bumi dengan satu alibi absurd.

Bahkan atas nama isme impor itu, mampu melakukan tindakan invasi, rasisme politik di negara berlabel modern. Penghancuran artefak seni budaya adab peradaban penanda sebuah bangsa sebagai sejarah awalnya. Bagaikan pagebluk tak sirna jua, penyakit lipstik-isme rekayasa invasi militer-represif atas nama modern isme impor.

Perang horizontal-teknologi vertikal. Memusnahkan situs sejarah negara jazirah di benua jauh. Musnah, entitas artefak antropologis penanda identitas peradaban sebuah bangsa, akibat invasi militer membumihanguskan keadaban peradaban bangsa itu-pagan sejak abad kenabian; terjadi lagi invasi anti humanisme.

Terkadang pula artefak sulit kembali ditemukan. Artefak, sebagai penanda zaman, sekalipun di tengah hutan belantara ataupun di sebuah museum modern beradab.

Bersyukur kehadirat Ilahi.; negeri hamba ini di bawah pengawasan Pancasila. Mengumandang lagu Indonesia Raya berkibar Sang Dwiwarna di angkasa.

Seiring waktu, bertemulah kehidupan kemanusiaan sebagaimana dibicarakan oleh sementara kalangan cerdik pandai, setelah sekian lama berevolusi sejarah peradaban manusia dengan kelompok masyarakatnya. Tesis versus anti tesis kompetitif mencapai perubahan pertumbuhan asal muasal manusia berbagai versi keilmuan.

Merumpun silang pendapat merujuk tanggapan keilmuan, peradaban manusia paralel hikayat kebudayaannya di lingkaran siklus ragam pola laku, merembes kepermukaan bumi, pesona pilihan warna-isme di galeri perilaku manusia. Syair Sangsaka, pelajaran budi pekerti, sebaiknya tetap tertulis di langit pendidikan.

Menulis halus seiring perasaan berbudi luhur. Dasar keutamaan estetika filsafat dari makrifat kearifan. Lupakan aklamasi anonim, sebab di sana barangkali tengah bersembunyi kawanan bara kan memanggang kaki langit, membangun peristiwa api. Kewaspadaan berkah Ilahi; sumber hakikat menjaga mata air taman hati.

Lantas apa pasalnya pula oknum manusia koruptor tumbuh di ranah modern demokrasi dunia, ketika musim manusia berakal sehat. Apakah akibat teori ke.isme.an tertentu, atau akibat iman salah arah, atau pula akibat kesadaran hedonisme amburadul. Gegar budaya drama korupsi di atas keprihatinan nasional.

Ketika negeri tercinta ini tengah terus berjuang sekuat daya upaya, bersama kesederhanaan hidup bersama. Patuh pada disiplin sosial publik, upaya menjaga kesehatan publik sekuat keutuhan bangsa peduli sesama anak negeri tercinta. Serentak gotong-royong mampu melewati musim pagebluk dalam bentuk apapun.

Kebudayaan; tumbuh tradisi di ranah kemodernan revolusi evolusi estetika. Tapi sayangnya gelegar korupsi sangat mengganggu pertumbuhan negara-bangsa. Korupsi wajib dibasmi tegas-kewajiban keadilan negara. Seharusnya pula keadilan berani tampil beda membumi berbudi demi merawat peradaban negeri Sang Dwiwarna.

***

Jakartasatu, Juli 06, 2024.

Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.