Foto: bendera PBNU

JAKARTASATU.COM– Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU Ulil Abshar Abdalla merespons serangan negatif sentimen yang didapat organisasi akhir-akhir ini di media sosial. Respons ini ditujukannya untuk nahdliyin yang belakangan resah akan hal di atas.

Berikut respons Ulil, lewat akun X-nya, Senin (22/7/2024), dikutip jakarsatu.com:

Saya merasa akhir2 ini ada keresahan di sebagian teman2 nahdliyyin yg bermain medsos. Sebabnya adalah serangan dan “negatif sentiment” terhadap PBNU dan Gus Yahya.

Cuitan kali ini hendak saya tujukan kepada teman2 NU untuk sedikit “ngedem2” dan melerai perasaan mereka.

1. Serangan “virtual” atas PBNU dan Gus Yahya akhir2 ini bisa saya pahami. Ada perkembangan2 krusial menyangkut NU yg bisa menjadi bahan “bakar” untuk serangan: konsesi tambang, keberangkatan lima anak NU ke Israel,  bahkan Gus Yahya sendiri jg pernah pergi ke sana, dll.

3. Yang lebih krusial lagi adalah “posisi politik” PBNU yg saat ini dekat dg Pemerintah Jokowi pada saat presiden kita ini sudah tidak lg menjadi “hero” bagi kelas menengah seperti tahun2 lalu. Setiap kubu yg berpihak pada Jokowi saat ini sudah pasti rentan menjadi obyek kritik dan serangan. Ini hal yg biasa dlm setiap pertarungan politik.

4. NU adalah ormas besar. Setiap dinamik apapun yg terjadi di dalam dan pada organisasi ini, pasti akan memantik reaksi dan komentar dari publik. Kita harus memaklumi hal ini. Komentar2 itu, baik positif atau negatif, harus dimaknai sebagai pertanda bahwa “NU matters”; NU penting, karena itu menjadi pusat perhatian.

5. Dalam percakapan personal, Gus Yahya jg kadang membicarakan soal sentimen negatif terhadap NU hari2 ini. Salah satu komentar dia yg saya suka kira2 begini: “Saya ini bukan politisi yg peduli elektabilitas. Jadi, saya kurang begitu peduli pada reaksi publik. Saya hanya melakukan sesuatu yg saya anggap benar dan tepat. Reaksi publik seperti apa, monggo saja.”

6. Jadi, teman2 NU tidak usah resah dengan sentimen negatif terhadap NU di medsos hari2 ini. Reaksi seperti ini kita maklumi saja. Jika ada sesuatu yg bisa dijelaskan, ya kita jelaskan, seperti soal kunjungan lima teman NU ke Israel itu. Kalau sudah dijelaskan kok masih dicerca terus, ya dibiarkan saja. Namanya juga netizen. Kalau tidak ada cercaan memang tidak seru.

7. Teman2 NU tidak usah terlalu risau dengan sentimen di medsos. Memang percakapan di medsos tidak bisa diabaikan.  Tetapi jg jangan terlalu “terfiksasi” atau terpaku oleh isu di medsos. Isu di medsos cepat datang dan pergi. Dan apa yg terjadi di medsos tidaklah mencerminkan realitas sehari2.

8. Teman2 NU tetaplah aktif seperti biasa, memperkuat organisasi di segala tingkatan. Kritik2 dari luar harus kita anggap sebagai “pupuk” penyubur semangat.

9. Terakhir: belum pernah NU sebagai jam’iyyah solid dan kokoh dari pusat sampai ke bawah seperti di zaman Gus Yahya saat ini. Kaderisasi berjalan begitu intensif saat ini di seluruh Indonesia. Pembenahan lembaga dan banom sedang berlangsung dg serius saat ini.

Dengan segala kekurangannya, PBNU di bawah Gus Yahya berjalan kompak dan solid saat ini. Serangan2 kepada PBNU saat ini justru mengingatkan saya pada era Gus Dur dulu. Di zaman Gus Dur dulu, NU mengalami situasi serupa: menjadi sasaran kritik dari begitu banyak pihak, karena Gus Dur berani mengambil keputusan yg kadang kontroversial, dan berani berpikir “non-linier”.

Alhamdulillah, “bakat” berani bertindak non-linier ini diwarisi anak2 NU sejak dulu hingga sekarang. Ini positif karena bisa menghidupkan diskusi, perdebatan, polemik, kontroversi. Suasana jadi hidup. Islam pun jadi dinamis.

Kalau ingin tidur nyaman dan tidak kontroversial, ya diam saja dan jadilah sosok yg menyenangkan semua pihak. Tetapi dengan begitu, anda tidak menjadi apa2.

Sekian. (RIS)