SASTRA GEMOY
Matdon – Rois ‘Am Majelis Sastra Bandung
Rekan saya Hawe Setiawan seorang budayawanberseloroh,bahwa jika Prabowo Subianto menjadi PresidenIndoensia maka kehidupan sastra akan semakin baik, karenajoget gemoy yang dipopulerkan oleh Prabowo akanmenggoyang pikiran kita, sehingga gerakan kebudayaan kedepan termasuk sastra akan semakin berkembang ke arahyang positif.
Lalu beberapa jenak saya berpikir dan mengingatkembali saat kampanye Pemilu 2024 yang belum lama berakhir dan sudah menghasilkan siapa pemenangnya. Ya, saat kampanye pemilu 2019 Prabowo bersifat keras merubahdirinya menjadi “baru”, Ia dan timnya mengambil strategiberbeda, yakni lebih menggemaskan dengan teknis “Jogetgemoy”.
Istilah gemoy bukan hal baru, biasa digunakan anakmuda untuk menggambarkan tingkah laku seseorang yang menggemaskan atau menggelitik. Tak ayal lagi, joget gemoymelekat pada diri Prabowo, apalagi melihat perawakannyayang tambun dan menggemaskan.
Joget gemoy Prabowo dilakukan mungkin di bawahsadar, sama ketika kebanyakan penyair mengaku menuliskarya sastra di bawah sadar. Subyektivitas ini berdasarkanpengalaman masa lalu Prabowo yang suka nonton wayangkulit. Disana ada gerak para wayang yang menginspirasinyasaat berjoget.
Jika melihat fenomena ini, saya kemudian mengaminiHawe Setiawan, dan mengatakan bahwa gerakan spontanmenjadi kelembutan akan berpengaruh pada kebaikan hati, kebaikan hati ini lantas dijunjung tinggi akan meghasilkansejumlah kebijakan yang positif .
Kehidupan sastra di tanah air memang mengalamipasang surut, gelombang cobaan dari berbagai kubu yang sengaja atau tidak mengganggu stabilitas sastra. Untuglahpara penggiat sastra begitu tangguh menghadapinya.
Para sastrawan Indonesia sudah faham cara melawannya, dengan gerakan “men-ggemoykan” sastra enjadi sebuahkeyakinan, bahwa kehidupan politik dan ekonomi tak mampumemelihara akhlak manusia, sastra lah yang andil nyatasebagai fungsi sebagai “agama” dan kontrol sosial bagimanusia. Sastra menjadi harapan yang bisa merawatkebudayaan di muka bumi. Salah satu kebudayaan itu ialahkelembutan hati manusia dalam berbuat santun pada manusialainnya.
Tepat sekali jika Pemilu 2024 menjadi tonggakkesadaran pemerintah bahwa sastra sama pentingnya ataumungkin lebih Penting dari Pemilu, setelah dunia sastra pada beberapa tahun terakhir diramaikan lagi dengam postinganajakan menulis cerpen atau puisi dan rencana dibukukandalam sehari.
Sastra selalu ramai diperbincangkan dalam riuh maupunsunyi, sastra selalu gemoyi untuk diperbincangkan, sampaiakhirnya ada pertanyaan apakah sastra masih kontekstualdengan persoalan masa kini. Tentu, walaupun harus disadaribahwa sastra bukan merupakan teori yang bisa dipraktekkanseketika, ia gerak dan digerakan, hidup dan dihidupkan oleh sesuatu yang tidak disadari namun terjadi, jadi sastra disempurnakan oleh fenomana kejadian alam. Dan yang paling harus kita fahami bahwa sastra bukan lahir begitu sajatanpa pemikiran intelektual, ia lahir dari cermin kehidupan.
Sastra Kemarin
Hiruk pikuk sastra dua atau tiga tahun terakhirdihebohkan dengan munculnya tokoh yang bisa membuatpuisi lima menit, menulis novel dalam satu jam sertapersoalan Denny JA yang keukeuh ingin disebut tokoh sastra berpengaruh di Indonesia. Sastra nampaknya tengah digoyangoleh ketergesaan manusia ingin segera terkenal secara instan.
Memang perkembangan bahasa dan sastra sudah tidakbisa dibendung lagi. Internet, merupakan salah satu kenapasastra makin banyak diminati. Di grup-grup Facebook hampirsetiap minggu ada pelatihan nulis puisi ber– ISBN, ajakanuntuk membuat buku antologi bersama. Di Grup Whatsappjuga demikian, ada sejumlah orang yang memiliki lebih daritiga grup menulis puisi, belum lagi di IG. Yang menarik adaaplikasi HAGO yang isinya sejumlah grup baca puisi dan musik, setiap malam ada grup “Hago Sastra”.
Mereka membaca puisi dari jam delapan malam sampaisubuh. Di aplikasi ini juga hampir sebulan sekali digelarlomba baca puisi secara live, dengan hadiah jutaan rupiah. Pesertanya anak muda semua dari mulai karyawan dan mahasiswa.
Manusia akan bertemu dengan hal-hal yang bersipattransendental. Joget gemoy juga demikian, ia adalah gerakantransendental yang ramai dan sunyi, lajir dari bawah sadarPrabowo. Bayangkan jiget gemoy tersebut mendapatsentiment positif
Jika begitu, maka gemoy dan puisi itu memasuki wilayahtransendental, Gemoy memasuiki tubuh yang memuisi, jiwanya memuisi, bukan sekedar gerak politik. Tapi nanti, ketika Prabowo sudah dilantik menjadi presiden, akankahgerakan gemoy itu menjadi penanda sastra akan gemoy juga.?
Prabowo harus bertangungjawab dengan jogetgemoynya, karena pada dasarnya manusia adalah mahlukyang sangat gemoy dan puitis, maka Prabowo harussenantiasa menjungjung nilai-nilai estetik dan mengajarkanmanusia itu sendiri agar mencapai puncak kebenaran jatidirinya.