Etis Tidaknya Hakim Mogok Kerja Urusan Komisi Yudisial
JAKARTASATU.COM— Pengamat hukum dan Politik Mujahid 212 Damai Hari Lubis mengatakan Ribuan Hakim mogok massal mulai 7-11 Oktober 2024. Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) menjelaskan maksud aksinya adalah tuntutan peningkatan kesejahteraan dan tunjangan yang tidak pernah naik sejak 2012, atau estimasinya 2 tahun sebelum Jokowi naik tahta. Pihak MA menyebut mogok ini sebagai cuti yang waktunya bersamaan.
“Maka para hakim minta ditingkatkan tunjangan income per kapita, artinya ketika ditingkatkan incomenya. Lalu urusan selesai. Karena indikasinya hanya berlatar belakang income per kapita atau pendapatan per kepala, namun agar diperhatikan lalu dikabulkan, para hakim melakukan penetrasi dengan pola turun rame-rame atau aksi unjuk rasa, agar permohonannya secara kolektif dikabulkan,” kata Damai Lubis kepada Jakartasatu, Selasa (8/10/2024).
“Namun, yang menjadi ganjalan pengamat, “mengapa protes dengan mogok bersama para hakim dilakukan di saat ujung kekuasaan Jokowi? Dimana Jokowi sedang bakal mendapat banyak tuntutan hukum?,” tanya Damai Lubis terhadap aksi Ribuan Hakim mogok massal.
“Selanjutnya etis atau tidaknya, masing-masing publik bebas berpendapat, sesuai sistematika hubungan hukum antara publik dengan pejabat publik Jo. UU. Keterbukaan Informasi Publik. Dan selebihnya merupakan domain Dewan Etik Hakim di Komisi yudisial di Mahkamah Agung,” tambahnya.
Namun terlepas dari itu lanjut Damai Lubis, semakin nampak oleh publik pola leadership Jokowi amburadul di banyak sisi, tidak sekedar pelanggaran di sektor politics and law enforcement saja (korupsi, kriminalisasi, gratifikasi dan nepotisme) namun juga bobrok pada bidang administrasi publik atau sistim ketatanegaraan.
Ia menegaskan Fenomena aksi dan dinamika nyata dan langka para hakim ini, merupakan jejak history of poor leadership (Jokowi miskin kepemimpinan), sehingga paska lengser Jokowi tidak patut dianugerahi tanda jasa. Kecuali menjalani proses hukum demi fungsi hukum yakni kepastian, manfaat serta keadilan.
Menurut Tempo 1/10/2024, PENGADIL YANG MENCARI KEADILAN.
Para hakim di seluruh Indonesia berencana cuti bersama. Mereka menuntut kenaikan gaji yang tak mengalami perubahan selama sepuluh tahun.
RENCANA mogok kerja massal berbungkus cuti bersama para hakim untuk menuntut perbaikan kesejahteraan harus mendapat perhatian serius Mahkamah Agung sebagai lembaga yang menaungi para pengadil.
Walau bukan satu-satunya faktor, kenaikan gaji bisa menjadi pendorong untuk mewujudkan peradilan yang bersih dan adil.
Gerakan cuti bersama ini dimotori oleh Solidaritas Hakim Indonesia. Per 27 September 2024, tercatat sudah lebih dari 1.300 dari total sekitar 7.700 hakim di Indonesia yang akan cuti selama lima hari kerja pada 7-11 Oktober 2024. Rencananya, sebagian hakim juga akan melakukan aksi solidaritas di Jakarta. Para hakim yang tak punya jatah cuti diminta mengosongkan jadwal persidangan pada periode tersebut.
Aksi para hakim mogok bersama ini merupakan hal wajar. Yang penting penyaluran aspirasi tersebut tak mengganggu pencarian keadilan di pengadilan.
Sejauh ini para hakim menjamin perkara yang penting dan mendesak tetap ditangani sesuai dengan prosedur. Artinya, hak para pencari keadilan tak lantas tersandera aksi hakim.
Dilansir Rmol, “Hakim PN Jakarta Pusat Tidak Ikut Mogok Sidang”, (8/10/2024).
Hakim-hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Kelas 1A Khusus tetap mendukung aksi Solidaritas Hakim Indonesia, meskipun tidak ikut melakukan aksi mogok sidang.
Pantauan RMOL di PN Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, Gunung Sahari Selatan, Kemayoran, Jakarta Pusat, pelayanan untuk masyarakat tetap berlangsung seperti biasanya.
Persidangan-persidangan di PN Jakarta Pusat juga tetap berlangsung, baik itu perkara tindak pidana korupsi, perkara pidana umum, maupun perkara perdata.
Kepala Humas PN Jakarta Pusat, Hakim Zulkifli Atjo membeberkan alasan para Hakim di PN Jakarta Pusat tidak ikut melakukan mogok sidang.
“Alasannya perkara tersebut telah dijadwalkan sebelumnya. Kemudian banyak perkara pidana yang harus diputus segera karena masa penahanan segera berakhir dikhawatirkan terdakwa keluar demi hukum,” kata Zulkifli kepada RMOL, Selasa, 8 Oktober 2024.
Bukan hanya itu kata Zulkifli, banyak juga perkara perdata khusus yang penyelesaiannya telah ditentukan oleh UU. Untuk itu, para Hakim di PN Jakarta Pusat tetap melakukan aktivitas seperti biasanya.
“Tapi Hakim Jakarta Pusat mendukung aksi Solidaritas Hakim Indonesia,” pungkas Zulkifli.
Pada Kamis, 3 Oktober 2024, Jurubicara Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) Fauzan Arrasyid, mengklaim bahwa telah ada sebanyak 1.730 hakim yang bakal mengikuti aksi cuti bersama. Di Indonesia, total jumlah hakim ada sebanyak 7.700 orang.
Aksi mogok sidang itu dilakukan sebagai bentuk tuntutan perbaikan kesejahteraan para hakim, seperti penyesuaian gaji dan tunjangan hakim yang tidak pernah berubah selama 12 tahun terakhir. (Yoss)