Aendra Medita/ Ands-csri

CATATAN Aendra MEDITA, Analis & Strategi, Pusat Kajian Komunikasi Politik Indonesia (PKKPI) Jakarta

Ada “Negeri Para Pengerus” ini sebuah  frasa yang menggambarkan suatu tempat atau kondisi di mana individu-individu yang mengaku sebagai pemimpin atau penggerak bangsa sebenarnya lebih banyak merusak daripada membangun. Ngeri juga ya…Jika konteks ini diarahkan kepada “pentinggi bangsa,” frasa tersebut mungkin menyiratkan kritik terhadap elite yang gagal menjalankan tanggung jawabnya dengan baik. Siapa itu? Kita tak akan bahas namun sudah tahu banyak orang-orang itu di tanah air ini.

Saya inin sampaikan pesannya berupa refleksi jelang akri tahun ini:

Adanya Kepemimpinan yang Gagal – Ketika pemimpin lebih sibuk dengan kepentingan pribadi, keluarga atau kelompok daripada kemaslahatan untuk rakyat.

Rusaknya Sistem – Bagaimana tindakan para pemimpin tertentu memperkeruh masalah yang subtandi, alih-alih menyelesaikannya.

Harapan untuk Perubahan – Jauh panggang dari api sebuah panggilan untuk introspeksi dan transformasi pada level kepemimpinan bangsa.

APA YANG DIMAKSUD NEGERI PENGERUS

Di sebuah negeri yang seharusnya menjadi mercusuar harapan masa depan untuk rakyatnya hidup makmur, para pengerus berkuasa di singgasana kebijakan. Kelompok mereka bicara lantang tentang kemajuan, amun tangan mereka menggerus setiap fondasi pembangunan. Para pentinggi bangsa berdiri megah di podium kehormatan, namun pijakan mereka rapuh oleh kepalsuan yang terus dilakukan. Janji manis mengalir seperti sungai tanpa muara ini bikin muak. Hanya menghilang di lautan retorika.

Rakyat bertanya, di mana keadilan? Di mana kesejahteraan yang pernah dijanjikan Jawabannya terkubur dalam tumpukan birokrasi yang penuh olarit (cuap semata) Di antara angka-angka yang tak pernah sampai pada nasib rakyat yang dukannya meninabobokan.

Padahal Negeri ini tak kekurangan pemimpin loh…,namun kehadiran mereka lebih banyak meninggalkan luka.

Bukan karena tak ada harapan, tapi karena mereka lebih sibuk menimbun kekuasaan. Namun rakyat tak akan selamanya diam. Di balik derita, ada bara yang menyala. Negeri para pengerus sudah  berganti wajah, tapi tetap rindu tampil, dan selalu ingin tampil.

Ketika suara kebenaran bangkit dari segala arah. Saat itu, negeri ini sebetulnya tak lagi dirusak, melainkan dibangun dengan kasih dan amanah. Karena bangsa ini terlalu besar untuk jatuh, bangsa ini kaya dan makmur. Dan terlalu mulia untuk terus tertunduk lesu, atau dibodohi oleh yang tak jelas arahnya.

Mari bangun kesadaran, bukan bicara semata, Kesadaran bukanlah sekadar kata, tapi kesadraan makna.  Kesadaran bukanlah  pula retorika yang disulap menjadi karya. Ia hadir dari hati yang terbuka, dari tindakan nyata, bukan janji tanpa makna.

Banyak bicara hanya menghasilkan gema, berputar-putar tanpa arah yang nyata. Mulai meroket tapi tak ada bukti. Kesadaran lahir dari kejujuran, jika sering bohong niscaya akan jadi tong kosong.

Dari langkah kecil yang konsisten dalam kebenaran, bangsa ini tak butuh pahlawan berslogan, yang hadir di layar, tapi hilang di lapangan. Tampil dilaoangan hanya lempar-lempar bantuan seprti para kolonial zamn penjajah itu. Yang dibutuhkan adalah mereka yang bekerja asli nyata bukan kerja-kerja hanya slogan.

Dalam sunyi, tapi menciptakan perubahan nyata. kesadaran awal pintu masuknya adalah pendidikan, bukan kepalsuan. menggugah pikiran, membangun harapan. Ini bukan tentang siapa yang paling keras bicara, tapi tentang siapa yang diam-diam menyalakan cahaya.

Memang membangun negeri bukan hanya tugas para pemimpin, Ia ada di tangan setiap insan yang ingin bangkit mandiri dan tulus.

Mari kita jadikan  mata rantai perubahan, jika satu bergerak, lainnya mengikut dalam kebersamaan. Jangan berhenti pada kata-kata yang hanya absurd, tanamkan asa. Bangun kesadaran dari jiwa ke jiwa, hingga bangsa ini benar-benar jaya. Masa Lalu Culas Harus Dihapus. Karena culasnya masa lalu adalah bayang hitam yang tak boleh dibawa maju. Keserakahan yang pernah menancap lupakan.

Serakah harus dihancurkan hingga tak lagi meresap. Sejarah mengajarkan, kesalahan yang diulang adalah penghancuran. Ketidakjujuran, korupsi, dan pengkhianatan,hanya akan jadi  luka yang tak boleh menjadi kebiasaan. Bangsa ini terlalu besar untuk dihancurkan oleh orang tak bermoral, Kita terlalu kaya untuk dibiarkan miskin karena akal-akalan yang begitu akut. Jadi masa lalu culas harus dihapus, bukan sekadar dimaafkan tanpa putus jejak sampai tuntas.

Mari belajar dari luka sejarah, menatap masa depan dengan langkah penuh berkah. Karena kejujuran adalah fondasi pembangunan, makmur tak akan tumbuh dari penghancuran. Jangan ulang lagi kebodohan yang lalu, jangan izinkan pola culas, tamak mencuri masa depan bangsa.

Indonesia bangkit dengan hati yang bersih, melangkah maju, meninggalkan culas yang telah tersisih. Maju Terus, Pandang Mundur Indonesia Kaya dan Makmur, namun jangan lupa pandang ke belakang sejenak.

Ada sejarah yang jadi pelajaran, ada perjuangan yang tak boleh dilupakan. Indonesia, negeri kaya raya, Gunung menjulang, lautan luas, hutan lebat. Tanah subur tempat benih harapan ditanam, namun seringkali lupa diolah dengan kebijaksanaan. Makmur bukan sekadar angka di atas kertas, bukan hanya gedung tinggi atau jalan bebas hambatan. Namun makmur adalah perut rakyat yang kenyang, adalah pendidikan yang merata dan terang. Mari maju dengan tekad yang bulat, menghapus luka-luka lama, menyulam harapan baru. Indonesia punya segalanya untuk jaya, asal kita bersatu, bekerja tanpa henti, tanpa jeda. Pandang mundur untuk belajar dari salah,

Tapi jangan biarkan masa lalu mengikat langkah, masa depan ada di depan mata, Indonesia kaya, Indonesia makmur, itulah cita kita.  Dan ini ada kutipan yang baik dan jelas dari Haji Oemar Said Tjokroaminoto (HOS Tjokroaminoto), yang dikenal sebagai Guru Bangsa, tokoh besar dalam pergerakan nasional Indonesia.

Ia adalah mentor bagi banyak pemimpin seperti Soekarno, Kartosuwiryo, hingga Tan Malaka. Kutipan inspirasionalnya:

“Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator.” ini sebuah pesan ini menggambarkan pentingnya kemampuan komunikasi dan penulisan untuk menggerakkan massa dan menyampaikan ide-ide besar ada lagi   “Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat.” , Tjokroaminoto menekankan keseimbangan antara ilmu pengetahuan, keimanan, dan strategi dalam perjuangan membangun bangsa. atau yang yang saya suka “Janganlah kita menjadi bangsa kuli, tetapi jadilah kuli yang berbangsa.” .

Sebuah peringatan untuk mengangkat martabat bangsa, agar tidak terus-menerus menjadi bawahan bangsa lain. jadi  “Bergeraklah terus dengan penuh kesadaran, meskipun harus menempuh jalan yang sulit.” 

Jadi HOS Tjokroaminoto adalah simbol perjuangan dengan visi besar untuk keadilan sosial dan kebebasan bangsa. Dan kita memang tak perlu menjadikan para pemimpin di Negeri Para Pengerus ini, karean masanya sudah lewat, tinggal yang saat ini mimpin harusnya cepat membuat langkah nyata yang lebih berjiwa bangsa. Tabik…!!!

Sukabumi – Jakarta, 20 Desember 2024