Elit Politik Yang Protes PPN 12 % Kompor Meleduk
JAKARTASATU.COM– Baru-baru ini masyarakat Indonesia kembali dibuat heboh dengan kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto terkait perpajakan. Pro dan kontra di kalangan masyarakat dalam menyikapi kebijakan tersebut.
“Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik menjadi 12 persen dari sebelumnya 11 persen. Tak sedikit masyarakat yang menyayangkan keputusan Pemerintah dalam menaikkan tarif PPN dikala kelesuan ekonomi dan turunnya daya beli masyarakat serta penurunan masyarakat berpendapatan menengah sepanjang 2019-2024, warga kelas menengah berkurang sebanyak 9,48 Juta Orang menjadi hanya 47,85 Juta. Kini proporsinya hanya sebesar 17,13 % dari total populasi, turun dari 21,45 % pada lima tahun silam,” kata Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono kepada wartawan pada Jum’at, (27/12/2024).
Di sisi lain, menurut Arief Poyuono sebagian kecil masyarakat juga setuju dengan kebijakan pemerintah terkait kenaikan tersebut dengan berbagai pertimbangan seperti kondisi dunia yang sedang mengalami krisis, subsidi yang terlalu membebani keuangan negara, pembiayaan pembangunan infrastruktur peninggalan Jokowi, hingga pemerintah yang sedang berusaha memulihkan perekonomian negara.
“Terlepas adanya Pro dan Kontra di tengah masyarakat, pada akhirnya masyarakat dengan usaha dan perekonomian pas-pasanlah yang dipaksa harus kembali menelan pil pahit,” ujar Arief Poyuono.
Harapan masyarakat memaksa mereka untuk percaya kepada pemerintah bahwa kebijakannya akan selalu memihak masyarakat kecil bukan justru sebaliknya.
Dikemukakan Arief sebenarnya kenaikan PPN dari 11 ke 12 bukanlah kebijakan baru dimana saat Undang-undang nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau lebih dikenal dengan UU HPP Bab IV pasal 7 ayat (1) tentang PPN. Sedangkan dalam pasal 7 ayat (3) dijelaskan bahwa tarif PPN dapat diubah paling tinggi 15 Persen dan paling rendah 5 Persen dan perubahan tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Lanjut dia, di undang-undangkanlah maka Tarif PPN ini mengalami kenaikan sebesar 1 Persen dimana sebelum perubahan ditetapkan sebesar 10 Persen menjadi 11 Persen pada April tahun 2022 di era pemerintahan Jokowi dimana PPN naik dikala masa pandemi Covid-19 yang masih menjadi bayangan hitam untuk perekonomian masyarakat, belum lagi harga BBM yang naik dan kelangkaan minyak goreng.
Ia menjelaskan Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) pada tahun 2023 mencapai sebesar Rp 764,3 Triliun, atau 40 % dari Penerimaan pajak Indonesia pada tahun 2023 mencapai sebesar Rp 1.869,23 Triliun dan Penerimaan PPN walaupun naik 1 Persen dari 10 Persen ke 11 Persen justru mengalami pertumbuhan mencapai 11,2 % dibandingkan tahun 2022.
“Nah salah satu kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 Persen kebijakan untuk menaikkan tarif PPN merupakan salah satu usaha pemerintah Prabowo Subianto untuk meningkatkan jumlah penerimaan negara di sektor pajak dalam pembiayaan untuk program-program yang dijanjikan dalam kampanye yakni salah satu program makan gratis dan bayar utang negara yang menumpuk yang selanjutnya memang pajak tersebut dikembalikan lagi untuk kepentingan masyarakat,” terang Arief.
Arief mengatakan perlu dicatat bahwa rata-rata PPN di seluruh Dunia sebesar 15 Persen, termasuk negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan yang lain-lain, Indonesia di 11 Persen dan nantinya 12 Persen pada tahun 2025 masih berada di bawah Rata-rata PPN dunia.
“Hal ini memberikan celah untuk meningkatkan tarif tersebut guna menambal beban keuangan negara serta memperkuat pondasi perpajakan, karena pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar saat ini,” tegas Arief.
“Tentu saja Presiden Prabowo dalam pengambilan kebijakan ini tentu saja tidak terburu-buru dan didasarkan oleh azas Keadilan dan tepat sasaran guna menjaga kepentingan masyarakat tetap dikedepankan,” ungkap Arief.
Ia menegaskan tentu kebijakan ini merupakan transformasi dari segi perpajakan di Indonesia terutama dalam peningkatan penerimaan negara, Kita semua berharap kebijakan ini mampu menjadi salah satu jalan baik menuju Kesejahteraan serta Kemakmuran Rakyat Indonesia.
“Dan kenaikan pajak PPN memang akan punya dampak terhadap perekonomian nasional namun percayalah nantinya akan terjadi keseimbangan dalam perekonomian dan sistim pasar di Indonesia, contoh saja saat subsidi BBM di kurangi dan harga BBM dinaikkan oleh Jokowi, toh akhirnya pasar dan perekonomian rakyat mencari keseimbangan dan Kemiskinan justru menurun juga,” beber Arief.
“Jadi kita harus bijak dalam menyikapi kenaikan PPN 12 Persen ini, dan elit politik yang justru lebih tahu keadaan keuangan negara tidak perlu jadi kompor meleduk karena saat naik dari 10 ke 11 Persen kok tidak Protes,” tandas Arief Poyuono. (Yoss)