OCCRP Bukan Lembaga Kaleng-Kaleng, Citra Indonesia Dipertaruhkan
Oleh: WA Wicaksono, Storyteller, Analis Iklan dan Pencitraan
Ketika nama Mantan Presiden Joko Widodo muncul sebagai finalis dalam daftar pemimpin terkorup versi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP), reaksi di Indonesia terbelah. Jokowi menyebut tuduhan itu sebagai “fitnah” dan “framing jahat.” Namun, kasus ini tak bisa begitu saja diabaikan, mengingat kredibilitas OCCRP yang telah terbukti di dunia internasional.
Tuduhan ini tidak hanya mencoreng nama Jokowi, tetapi juga membawa dampak yang lebih luas terhadap citra Indonesia di mata dunia. Jangan sampai karena mantan presidennya,Joko Widodo dinilai terkorup, kepercayaan internasional terhadap presiden yang kini menjabat, yaitu Prabowo Subianto, ikut terancam. Apalagi putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, mendampingi Prabowo sebagai Wakil Presiden. Jangan sampai Indonesia, yang selama ini susah payah dan mati-matian mempromosikan kampanye “Dangerously Beautiful,” tiba-tiba berisiko berubah menjadi negara yang dicap “Dangerously Corrupt.” Hal ini tentu akan mengganggu posisi strategis Indonesia dalam percaturan global.
OCCRP: Lembaga dengan Kredibilitas Global
Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) bukanlah lembaga sembarangan. Didirikan oleh Drew Sullivan dan Paul Radu, OCCRP adalah konsorsium global yang mencakup 24 pusat investigasi nirlaba di Eropa, Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Dengan portofolio investigasi termasuk Panama Papers dan spyware Pegasus, OCCRP telah menghasilkan lebih dari 702 pejabat yang mengundurkan diri atau diskors, 620 dakwaan, dan lebih dari 100 reformasi korporasi di berbagai negara.
Lembaga ini didanai oleh organisasi dan pemerintah kredibel, seperti Ford Foundation, Open Society Foundations, National Endowment for Democracy, hingga Kementerian Luar Negeri Prancis dan AS. Bahkan, pada 2023, OCCRP dinominasikan untuk Nobel Perdamaian oleh Profesor Wolfgang Wagner atas kontribusinya dalam mengungkap korupsi dan kejahatan terorganisir.
Penghargaan internasional seperti Pulitzer Prize untuk Panama Papers dan pengakuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa menunjukkan bahwa laporan OCCRP bukan sekadar sensasi. Lembaga ini berdiri di garis depan dalam perang melawan korupsi global.
Respons Jokowi: Pembelaan atau Pengalihan?
Dalam pernyataannya, mantan Presiden Jokowi meminta agar tuduhan tersebut dibuktikan. Ia juga menuduh adanya fitnah dan framing jahat yang bertujuan politis. Namun, pertanyaan mendasar tetap ada: jika memang tuduhan ini tidak berdasar, mengapa pemerintah tidak segera mengambil langkah investigasi yang transparan untuk membantahnya?
Dalam kasus seperti ini, penting bagi pemerintah untuk memahami bahwa kredibilitas tidak dibangun dari klaim sepihak, melainkan melalui transparansi dan bukti. Membungkam laporan OCCRP tanpa investigasi hanya akan memperkuat anggapan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan.
Mengapa Tuduhan OCCRP Tidak Bisa Diabaikan
Banyak pihak internasional yang mendukung kredibilitas OCCRP. Profesor Wolfgang Wagner menyebut lembaga ini sebagai pilar demokrasi global. Para akademisi dan pakar hukum sepakat bahwa metode investigasi OCCRP sering kali menjadi referensi utama dalam penelitian antikorupsi.
Kasus Panama Papers yang diungkap OCCRP, misalnya, menyebabkan pengunduran diri Perdana Menteri Islandia dan Perdana Menteri Pakistan. Laporan mereka juga menjadi dasar reformasi hukum di banyak negara. Ini membuktikan bahwa investigasi OCCRP bukan sekadar opini, melainkan berlandaskan data kuat dan penelitian mendalam.
Jalan yang Harus Diambil Pemerintah
Untuk menjaga kredibilitas nasional, pemerintah Indonesia harus segera bertindak cepat untuk mengklarifikasi tuduhan tersebut, meskipun mantan Presiden Jokowi sudah pensiun, tetap saja citra Indonesia masih dikaitkan dengannya. Berikut bebeapa hal yang bisa dilakukan pemerintah:
- Menginvestigasi Laporan OCCRP: Pemerintah perlu mengundang OCCRP untuk mempresentasikan bukti-bukti yang dimilikinya. Langkah ini akan menunjukkan komitmen terhadap transparansi.
- Membuka Data ke Publik: Jika tuduhan ini memang tidak berdasar, pemerintah harus memberikan data pembanding yang dapat dipertanggungjawabkan.
- Melibatkan Lembaga Independen: Investigasi oleh lembaga independen, seperti KPK atau akademisi, akan memberikan perspektif yang lebih netral.