Ilustrasi ai | WAW

Viral Video Nasi Bungkus Super Air Jet: Layu Saat Berkembang

Oleh: WA Wicaksono, Storyteller
Sebuah video yang memperlihatkan dua orang pramugari Super Air Jet Lion Air membagikan nasi bungkus kepada penumpang di baris depan mendadak viral di media sosial. Dalam video tersebut, seorang pramugari lainnya terlihat menyerahkan kerupuk sebagai pelengkap. Tidak tampak alat makan dalam penyajian tersebut, sehingga penumpang spontan membuka meja kecil di kursi untuk meletakkan makanan mereka.
Video yang diunggah oleh akun TikTok @arabicvideo009 pada 27 Desember 2024 itu langsung menarik perhatian warnanet, postingan ini berhasil mengumpulkan lebih dari 21,7 ribu tanda suka dan ratusan komentar. Dari diskusi yang berkembang, akhirnya diketahui bahwa insiden ini terjadi saat maskapai membuka rute baru ke Sorong, Papua. Nasi bungkus diberikan kepada beberapa penumpang yang ikut penerbangan tersebut.
Seorang warganet di kolom komentar menjelaskan, “Ini yang waktu lalu keberangkatan dari Sorong ke Jakarta, pas banget duduk di belakang mereka. Cuma mereka bertiga yang dikasih nasi kuning, gue nggak.”
Reaksi Beragam Warganet
Tentu saja warganet merasa cukup kaget dengan menu nasi bungkus yang disediakan pramugari tersebut. Salah satunya menulis, “Maskapai apa ini? Pingin naik kalau bener makannya nasi bungkus.”
“Ini kearifan local, lebih merakyat.” imbuhnya yang segera disusul komentar warganet lainnya yang merasa heran, “Duh kayak di warteg saking ngiritnya nih airlines.”
Bak gelindingan bola salju pembicaraan tentang kasus ini pun semakin ramai di berbagai platform sosial media. Mulai dari platform gaul hingga platform profesional pun seperti LinkedIn tak ketinggalan untuk turut mendiskusikannya.
Sontak berbagai analisis dan kajian profesional segera mewarnainya. Ada yang menyebut ini sebagai sebuah gebrakan marketing yang Out Of The Box dan memaksimalkan kearifan local. Maskapai tersebut dianggap down the earth dan berhasil memahami gaya hidup pelaggannya tanpa perlu menjaga gengsi yang tak perlu. Mereka benar-benar dianggap berhasil menangkap insight Indonesia. Bahkan terlontar ide agar maskapai tersebut idealnya di dalam pesawatnya menyediakan stand-stand yang menyajikan pilihan jajanan rakyat, semisal: siomay, bakso malang, tahu gejrot, pempek, cendol, cincau, es doger, seblak, dsb. Bahkan musik selama penerbangan bisa digantikan dengan dangdut pantura. Uhuuuuy…
Namun tentu saja selalu ada yang tidak setuju dan berbeda pendapat terkait ini. “ini seriusan? Marcomm kalian ngaco ah!” Ada juga yang tegas menolaknya,”Totally Big No… Merakyat dan harga friendly buat passenger are good things but just giving this simple nasi bungkus without proper packing and branding, its totally Big No.. Viral seeh tapi kan gak harus sePOLOS ini.. hadeeh,” ujar seorang netizen.
Tak terkecuali ada juga yang memberikan usulan dan saran perbaikan, “Packaging kertas sebaiknya diganti dengan kotak dan diberi alat makan, supaya lebih mudah menyantap makanan (tidak perlu repot cuci tangan) dan tidak berceceran. Kalau menunya, saya rasa bagus-baagus saja, karena disesuaikan dengan selera lokal. Tidak semua orang Indonesia suka roti atau western food.”
“Kalau Buat saya, untuk segmen LCC, adanya meals on flight atau makanan itu feature yg masih bisa dikompromikan. Pemilihan nasi bungkus fine fine saja, asal dikemas baik, meski standard banget, asal QC nya tetap ketat, Higienis, Layak Makan dan Vendor Nasbung nya harus terseleksi dengan baik. Lagipula kalau soal makanan, apa sih yg bisa di harapkan terlalu banyak oleh konsumen dari segmen penerbangan yg masuk di kategori Low Cost ini. Yang MUTLAK TIDAK BISA DI DOWNGRADE adalah Flight Safety. Itu yg tak bisa di tawar tawar,” tambah pendapat yang lain.
Perbedaan pendapat yang menimbulkan perdebatan juga muncul, sesorang mengatakan, “Packagingnya aja sih yang menurut saya agak terkesan “murahan”. Cuma pakai kertas nasi. Coba dibungkus pakai dus dengan sablon yang cakep, mungkin akan lebih menarik.” Tapi jangan salah, pendapat ini ditolah mentah-mentah oleh netizen lain, “Tapi kalau begitu kurang nendang gimiknya, Mas. Moda transportasi lain sudah banyak yang mengemas dengan dus dan sablonan, contoh kereta. Menurut saya strateginya sudah bagus, cuma mungkin bisa dikasih piring atau alat makan biar gak berantakan nanti makannya.”
“Setuju dengan mas, Ini ide yang unik banget dan berpotensi viral, namun bisa backfire. Jika pun ingin dengan nasi bungkus bisa dilakukam dengan: 1. Cara bungkus yang berbeda (sudah ada banyak contoh di internet) 2. Sajikan dengan nampan 3. Stamped dengan brand maskapainya. Karena se-lowcost apapun, airline tetap perlu jaga imagenya, karena di benak masyarakat, moda transportasi ini jadi pilihan yang lebih mahal dari moda lainnya,” ujar netizen lain mengaminkan.
Kejutan Klarifikasi
Lucunya pesta perdebatan kreatif yang seru dan panas itu akhirnya harus usai. Akhirnya, Danang Mandala Prihantoro, Corporate Communications Strategic PT Lion Air Group memberikan klarifikasi yang membuat perdebatan segera usai.
“Selamat pagi, Izin memperkenalkan diri, Saya Danang Mandala Prihantoro, Corporate Communications Strategic Lion Air Group.
Terkait konten yang menunjukkan pramugari Super Air Jet membagikan makanan dalam penerbangan rute baru Sorong – Jakarta pada 20 Desember 2024, izinkan saya memberikan klarifikasi untuk mencegah potensi salah paham atau opini yang kurang tepat dari pihak yang tidak mengetahui konteks sebenarnya.
Sebagai informasi faktual:
Makanan tersebut adalah pesanan pribadi dari tiga tamu di kursi nomor 1 (paling depan) yang dititipkan sebelum keberangkatan.
Makanan diberikan setelah tanda kenakan sabuk pengaman dimatikan (off), sesuai prosedur, karena tamu tidak diizinkan makan atau mengambil makanan langsung dari dapur pesawat (galley).
Makanan ini bukan bentuk kompensasi keterlambatan maupun pemberian resmi dari maskapai.
Salah satu tamu merekam momen tersebut dan mengunggahnya ke media sosial sebagai story tanpa keterangan konteks atau fakta yang lengkap. Potongan video ini berpotensi menimbulkan interpretasi yang kurang tepat.
Kami menegaskan bahwa kejadian ini tidak terkait strategi marketing atau komunikasi yang dirancang oleh maskapai.
Terima kasih atas pengertian rekan-rekan atas penjelasan ini.”
Akhirnya perdebatan memang harus usai. Klarifikasi ini telah menegaskan bahwa pembagian nasi bungkus tersebut bukanlah gimmick marketing sang maskapai.
Namun setidaknya kasus ini memberikan pelajaran penting bagi jenama dalam memanfaatkan kearifan lokal, menciptakan gebrakan out of the box, dan mengantisipasi risiko salah persepsi. Setidaknya ada beberapa perspektif yang bisa diteladani seperti:
1. Perspektif Marketing
Menurut Philip Kotler dalam Marketing 4.0, relevansi budaya adalah kunci untuk menarik perhatian pasar lokal. Strategi berbasis kearifan lokal seperti nasi bungkus dapat menjadi pembeda yang unik jika dilakukan dengan baik.
Pilih elemen kearifan lokal yang sesuai dengan identitas target pasar. Gabungkan storytelling yang emosional untuk memperkuat hubungan dengan konsumen.Pastikan kualitas penyajian tetap terjaga, misalnya melalui kemasan yang menarik dan higienis.
2. Perspektif Kehumasan
James Grunig dalam Excellence Theory menegaskan pentingnya komunikasi dua arah untuk menghindari salah persepsi.
Lakukan social listening sebelum meluncurkan gebrakan kreatif. Siapkan narasi komunikasi yang jelas untuk mengantisipasi reaksi negatif. Respon cepat dengan klarifikasi jika muncul kesalahpahaman, seperti yang dilakukan Lion Air Group.
3. Perspektif Advertising
David Ogilvy mengingatkan bahwa kreativitas harus tetap relevan dengan citra brand. Gebrakan kreatif harus sejalan dengan ekspektasi pelanggan terhadap kualitas dan profesionalisme.
Gunakan focus group discussion untuk menguji ide kreatif. Hindari kesan “murah” dengan memaksimalkan elemen branding seperti logo di kemasan makanan.
4. Perspektif Ekonomi
Joseph Schumpeter dalam teori creative destruction menekankan pentingnya inovasi yang memberikan nilai tambah tanpa mengorbankan nilai yang sudah ada.
Gabungkan elemen lokal dengan teknologi modern, misalnya aplikasi pemesanan makanan di pesawat. Tetap jaga keseimbangan antara efisiensi biaya dan persepsi kualitas.
Memang diskusi hangat terkait kreativitas gimmick strategi marketing ini terpaksa “layu saat berkembang” karena klarifikasi pihak Lion Air Group yang begitu mengejutkan. Ternyata itu bukanlah gimmick atau strategy marketing. Namun harus diakui bahwa sejatinya gebrakan kreatif berbasis kearifan lokal memang memiliki potensi untuk menarik perhatian publik dan menciptakan nilai tambah bagi brand. Hanya saja, penting bagi perusahaan untuk merencanakan strategi dengan matang, memastikan komunikasi yang jelas, dan mempersiapkan mitigasi risiko agar tidak terjadi salah persepsi yang dapat merusak citra. Dengan pendekatan yang terstruktur, momen viral seperti ini dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk memperkuat brand di mata konsumen. Tabik. []