Demo Mahasiswa Jangan Dikecam, Hendrajit: Tungku Perapian Yang Tak Boleh Padam
JAKARTASATU.COM— Maraknya demonstrasi mahasiswa menolak Revisi Undang-undang TNI meskipun pemerintah dan DPR telah resmi mensahkan, namun aksi penolakan tetap berlangsung di berbagai di beberapa daerah di Indonesia. Demo mahasiswa tidak terelakkan terjadi anarkis melawan aparat yang mencoba menghalau demo tersebut. Aksi anarkis terjadi di kedua belah pihak antara mahasiswa dan aparat.
Demo-demo mahasiswa tersebut mendapat sorotan publik pro dan kontra dari masyarakat dan para analis. Diantaranya anarkis geopolitik Hendrajit.
“Aksi demo mahasiswa yang kerap keluar rel dan jadi anarkis, jangan dikecam atau dihakimi. Tapi diluruskan. Kasih wawasan dan pandangan. Aksi demo mahasiswa seperti juga jenis-jenis aksi lainnya, bahan bakarnya adalah kepedulian sosial dan rasa empati dan kepekaan terhadap lingkungannya,” kata Hendrajit kepada Jakartasatu.com, Kamis (27/3/2025).
“Nah, kepedulian sosial dan kepekaan pada lingkungan di kalangan mahasiswa itu harus tetap jadi tungku perapian yang tetap menyala dan tidak boleh padam,” imbuh wartawan senior ini.
Dikemukakannya, kepedulian dan kepekaan sosial pemuda dan mahasiswa inilah yang jadi fondasi adanya negara kesatuan republik Indonesia sekarang. Karena merekalah yang punya ide dan gagasan sehingga beragam suku bangsa, agama, bahasa dan golongan menjadi kesatuan bangsa, merupakan sesuatu yang mungkin terjadi. Dan ternyata, memang benar benar terjadi.
“Jadi ketika para mahasiswa dalam aksi unjuk rasa berubah jadi anarkis, orang orang tua di lingkar kekuasaan bukannya memadamkan bahan bakar dan tungku perapian kaum muda. Melainkan mendorong kaum muda untuk menjadi kekuatan sosial yang kreatif, inovatif dan kritis,” terang pimpinan The Global Review ini.
“Kodrat pemuda dan mahasiswa sejatinya merupakan penyair yang mana karya puisinya punya dua misi suci:,” jelas dia sambil menyinggung dua poin yakni:
1. Menciptakan dunia baru dengan melemparkan masa kini ke masa depan.
2. Membuka pintu pintu masa kini untuk menerawang masa depan.
Hendrajit menegaskan, meluruskan aksi mahasiswa berarti, menggugah dan mengingatkan kaum muda bahwa unjuk rasa harus bisa menyengat jiwa dan imajinasi masyarakat.
Lanjut dia, bahwa terciptanya dunia baru itu merupakan hal yang mungkin terjadi. Bahwa membuka pintu-pintu masa kini memungkinkan kita memandang masa akan datang. Bahwa yang akan datang itu sesuatu yang baru bagi yang ada sekarang.
Hendrajit mengajak untuk membaca kembali sejarah pergerakan pemuda di masa kemerdekaan Republik Indonesia.
“Tak percaya? Tengoklah ikrar Pemuda 28 Oktober 1928. Kami putra dan putri Indonesia, berbangsa satu, berbahasa satu dan bertanah air satu, Indonesia. Puisi ini adalah karya kaum milenial kita pada zamannya. Dan 17 tahun kemudian, karya puisi kaum muda ini, jadi fondasi Indonesia. Tercipta dunia baru bagi yang ada kala itu seperti Jong Jawa, Jong Sumtra, Jong Ambon dan Jong Sulawesi,” tuturnya.
“Jadi, kodrat dan kekuatan alami kaum mahasiswa adalah bahasa dan gagasan. Bukannya unjuk kekuatan fisik. Dan bangga ketika benturan dengan aparat yang sejatinya sama-sama bekerja untuk kemaslahatan bangsa,” tandas Hendrajit. (Yoss)