Teror nDhas Babi dan nDhas Tikus Belum Juga Terang, Jangan Sampai Jadi “Unsolved Mystery” atau Indonesia Makin Gelap

Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes

Catatan awal, Saya sengaja menggunakan Diksi “nDhas” (= Kepala, bahasa Jawa) sebagai judul tulisan ini, dibandingkan menggunakan kata “Kepala”, karena memang kata “nDhas” rasanya lebih tepat digunakan untuk hewan Babi dan Tikus, dibandingkan dengan kata “Kepala” yang terkesan lebih tepat digunakan untuk Manusia. Bahkan sesungguhnya kalaupun mau digunakan untuk manusia, seharusnya dalam bahasa Jawa lebih tepat lagi dipakai diksi “Sirah” dibanding “nDhas” (Saran dan Kritik ini sekaligus untuk sosok tertentu yang sering menggunakan diksi “nDhasmu” / Kepalamu untuk manusia sebelumnya).

Saat tulisan ini diketik tentu sudah menggunakan sistem operasi yang sesuai dengan jamannya, yakni Windows 11 (yang sudah release semenjak 05/10/21 lalu) dan Microsoft 365 serta Program pengolah kata MS Office 2024. Huruf yang digunakan-pun sudah bisa memakai font jenis terbaru bernama “Aptos” yang menggantikan font “Calibri” (dimana telah digunakan selama hampir 20 tahun terakhir). Sebagai referensi tambahan, Font “Aptos” sebelumnya dikenal sebagai “Bierstadt” dan merupakan salah satu dari lima font yang dikembangkan Microsoft pada tahun 2021 (bersama dengan “Grandview, Seaford, Skeena, dan Tenorite”. Setelah periode uji coba dan umpan balik dari pengguna, Aptos dipilih sebagai font default baru untuk Microsoft 365.

Alinea diatas sengaja juga saya tulis untuk memperkuat Analisis saya lima tahun silam, tepatnya Senin dan Selasa (24-25/02/20) dalam Akun X / Twitter @KRMTRoySuryo2 pukul 13.27 dan 14.43 WIB, yang akhir-akhir ini dijelaskan kembali oleh Dr. Rismon Hasiholan Sianipar (RHS) untuk menyatakan hipotesisnya “Ijazah dan Skripsi Jkw 1000 Milyar Palsu”. Oleh karena itu ditegaskan sekalilagi bahwa saya mendukung penuh Hipotesis RHS dan Rencana Acara “Halal bil halal” TPUA (Tim Pembela Ulama dan Aktivis) yang akan berkunjung ke Kampus UGM di Jogja hari Selasa 15/04/25 dan ke Rumah JkW di Solo hari Rabu 16/04/25 yang akan datang.

Fakta 2 (dua) cuitan analisis saya itu masih dapat dibaca melalui Bukti link x.com/KRMTRoySuryo2/status/1232209584216920065 yang berisi 4 (empat) lampiran, masing-masing Foto “Drs. JkW” (bergelar “Drs”) saat kunjungan di Pabrik Sritex bersama Alm. HM Lukminto 20/09/06, Foto dengan titel “Ir. JkW” bersama pak FX Hadi Rudiyatmo, “Akta Kelahiran JkW” –seharusnya tahun 1961- yang baru dibuat tahun 1988 (?) dan Skrinsut DetikCom tahun 2017 yang memberitakan pergantian nama “Mulyono jadi JkW”. Cuitan bersambung ke link x.com/KRMTRoySuryo2/status/1232190348916453377 yang juga menampilkan 4 (empat) lampiran, masing-masing Halaman “Buku Wisuda” tahun 1985 yang memuat Foto Orang lain namun ditulis dengan nama “JkW”,  Copy “Ijazah JkW”  yang tidak pernah bisa dibuktikan keaslian dan bahkan bentuk Fisik Aslinya hingga saat ini, Skrinsut dari laman Online Public Acess Catalog (OPAC) opac.lib.ugm.ac.id dan tentu saja Sampul luar berikut “Halaman pengesahan” yang sesuai hipotesis RHS saat ini.

Artinya Font “Aptos” alias “Bierstadt” -bersama “Grandview, Seaford, Skeena, dan Tenorite”- jelas masuk akal bila saya gunakan saat ini, karena sudah direlease Microsoft empat tahun lalu, namun menjadi hil yang mustahal (bahasa Srimulat untuk hal yang mustahil) jika sudah muncul dan dipakai sebelum tahun 2021. Hal ini jelas mengingatkan kita pada jenis huruf “Times New Roman proportional” pada True Type Font Microsoft Word di OS Windows 3.11 atau WordStar 5.5 dan 6.0 di OS MS-DOS yang jelas-jelas belum muncul di akhir tahun 1985, saat Halaman Pengesahan tanpa tanggal  “Skripsi JkW” itu disyahkan (?) oleh Prof Dr Ir Achmad Soemitro dan Prof Dr Soenardi Prawiroatmodjo. Jadi mau dibela dengan tipu muslihat apapun (sebagaimana yang sudah biasa dilakukannya selama satu dekade sebelumnya oleh Para BuzzerRp dan CebokerRp), sangat tidak logis alias tak masuk di akal sehat orang waras.

Kembali pada bahasan utama soal Teror nDhas Babi dan 6 nDhas Tikus, kedua hal yang dialami oleh Media Tempo kemarin sebenarnya bukan yang pertama. Dalam catatan saya setidaknya sudah terjadi. 6 (enam) kali dialami Tempo, misalnya hari Selasa 06/07/10 terjadi Pelemparan Bom Molotov yang mengakibatkan kerusakan gedung. Kemudian Minggu 05/08/24 Kaca mobil Hussein Abri Dongoran (HAD) dipecah di Jalan Pattimura, disusul Selasa 03/09/24 kembali Kaca Mobil HAD dipecah saat berada di Pos Polisi Kukusan Beji Depok. Sesudah itu bulan Maret 2025 beberapa Jurnalis Tempo mengalami Doxing (penyebaran informasi rahasia pribadi oleh pihak lain yang tidak bertanggungjawab) sebelum Teror nDhas Babi yang dikirimkan kepada Francisca Christy Rosana (FCR / Cica) hari Rabu 19/03/25 dan Teror 6 nDhas Tikus tiga hari sesudahnya Sabtu 22/03/25.

Dalam data yang pernah direlease resmi oleh AJI (Aliansi Jurnalistik Indonesia) sebelumnya di tahun 2023, sudah terdapat 89 (delapan puluh sembilan) Teror untuk media dengan 8 (delapan) kategori yang pernah ada, yakni 4x Kriminaliasi dan Gugatan Perdata, 5x Kekerasan Seksual, 5x Perusakan atau Perampasan Alat Kerja, 7x Penghapusan Hasil Liputan, 10x Larangan Liputan, 14x Serangan Digital (ini konsentrasi saya), 18x Kekerasan Fisik dan 26x Teror, Intimidasi dan Ancaman.Data diatas ini belum termasuk 2x Pemecahan Kaca Mobil yang dialami oleh HAD, Doxing beberapa Awak Media Tempo dan Teror nDhas Babi kepada FCR / Cica dan Teror 6x nDhas Tikus sesudahnya.

Menariknya, AJI juga mencatat para pelaku Teror yang pernah ketahuan dan terungkap selama ini terdiri atas 2 (dua) kategori, yakni Aktor Negara dan Aktor Non-negara. Secara lebih detail, Aktor Negara dapat didefinisikan lagi menjadi (Para Oknum) 1x Jaksa, 5x TNI, 13x Aparatur Pemerintah dan 17x Polisi. Sedangkan untuk Aktor Non Negara didefinisikan menjadi 1x Partai Politik, 4x Ormas, 4x Pekerja Profesional, 7x Perusahaan dan 13x Warga. Total dua kategori diatas (36 + 29) adalah 65 (enam puluh lima), sehingga tersisa 24 (dua puluh empat) pelaku Teror dari total 89 sebagaimana data sebelumnya diatas yang sampai dengan data AJI direlease tidak ketahuan siapa dan darimana pelakunya alias menjadi seperti “Unsolved Mystery” dan dimasukkan kedalam “Daftar Hitam Teror yang tidak terpecahkan” sampai sekarang.

Hal lain yang justru “mendukung” alias menambah teror-teror diatas justru muncul dari sikap Pejabat di Republik ini, bagaimana tidak? Celotehan yang samasekali tidak bermutu dari Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan / KKK (tapi bukan Ku Klux Klan), Hasan Nasbi yang sebelumnya ditengarai memiliki akun X / Twitter “Tukang Sayur” @datuakrajoangek yang cuitan-cuitan Hatespeechnya sangat menghina Pak Prabowo (mirip dengan kelakuan yang dilakukan oleh Akun KasKus “Fufufafa” yang sudah terbukti 99,9% milik si SamSul yg sangat Kampungan dan Rasis / SARA itu. Kalimatnya soal Teror nDhas Babi “… Dimasak Aja …” sungguh sangat kampungan dan tidak mencerminkan seorang yang pernah menempuh pendidikan, benar-benar 11/12 alias identik dengan Fufufafa, Terwelu.

Kesimpulannya, teror nDhas Babi dan nDhas Tikus yang sudah terjadi lebih dari seminggu lalu (Rabu 19/03/25 dan Sabtu 22/03/25) hingga saat tulisan ini dibuat belum ketahuan samasekali Siapa dan Apa motifnya. Apalagi ditambah celotehan yang keluar dari mulut si Hasan Nasbi (bahkan terakhir ada juga komentar senada dari Wakil Rakyat) bernama Muhammad Rahul, Kapoksi Gerindra Komisi 3 DPR-RI yang malah seperti menduga Tempo melakukan “Playing Victim” (?), Terwelu juga. Jangan sampai dua kasus terakhir ini sama statusnya dengan 24 (dua puluh empat) kasus “Unsolved Mystery” sebagaimana data Teror ke Media yang sudah direlease oleh AJI diatas, katena kalau itu yang terjadi maka #IndonesiaGelap akan makin terjadi, Apalagi tuntutan Rakyat Indonesia selama ini soal #AdiliJokowi dan #MakzulkanFufufafa belum juga terealisasi …

)* *Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes – Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen – Jakarta, Kamis 27-Maret-2025*