Kejagung Beri Petunjuk Unsur Korupsi Kasus Pagar Laut, Optimis Atau Sekedar Sarana Melegitimasi Sinetron Penyelamatan Aguan?
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat
Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)
Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia meminta penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengusut dugaan tindak pidana korupsi dalam perkara pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Jawa Barat (27/3). Hal itu menjadi catatan penting pihak Kejaksaan, saat mengembalikan berkas kepada Penyidik Bareskrim Mabes Polri.
Sejumlah pihak, ada yang menilai tindakan kejagung ini menjadi harapan sekaligus titik terang pengungkapan kasus secara tuntas hingga ke kasus korupsinya. Sementara penulis, justru khawatir dengan masa depan kasus ini, jika publik tidak mengawasinya secara jeli.
Apa yang penulis khawatirkan, bukan berangkat dari asumsi atau sekedar berpraduga. Sejumlah fakta dan rangkaian peristiwa, jika dibaca secara seksama justru makin menegaskan, tindakan kejagung ini patut diduga sebagai bagian dari skenario untuk menyempurnakan sinetron pagar laut, dalam rangka menyelamatkan kepentingan Agung Sedayu Group (Aguan).
Telaah kritisnya adalah sebagai berikut:
Pertama, kasus pagar laut yang ramai dikritik masyarakat sejak Desember 2024 lalu (3 bulan yang lalu), hingga saat ini tidak diketahui siapa yang memasangnya dan apa motif/kepentingannya. Klaim Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono yang menyebut pagar laut adalah tanggung jawab Arsin dan Tarsin tidak dapat diterima oleh akal sehat.
Pagar laut sepanjang 30,16 KM mustahil dibuat Arsin. Biaya membuat pagar laut ini bisa mencapai puluhan miliar rupiah. Darimana Arsin memiliki dana, dan untuk kepentingan apa Arsin memagari laut?
Dua pertanyaan mendasar ini, jika dijawab Arsin, apapun jawabannya tidak akan nyambung.
Karena sejatinya, pagar laut ini milik Agung Sedayu Group dan untuk kepentingan (tujuan) Reklamasi Laut memanfaatkan Pasal 66 PP No 18 tahun 2021, sebagai asas untuk membangun industri properti PIK-2 milik mereka.
Arsin sendiri, telah membantah melalui pengacaranya, bahwa dirinya tidak pernah menyatakan selaku pemagar laut dan siap membayar denda Rp 48 miliar.
Berbeda dengan kasus pagar laut di Bekasi. Pelakunya sudah diketahui dan dihukum untuk mencabut sendiri pagar laut.
Sebagaimana diketahui, PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) telah membongkar pagar lautnya sendiri di Perairan Kampung Paljaya, Desa Segara Jaya, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, pada Selasa (11/2/2025). Pembongkaran ini melibatkan satu eskavator dan 13 pegawai yang bertugas mencabut dan membongkar tanggul buatan di perairan yang kini disegel oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
Logika sederhana yang dapat dibangun adalah: jika pelaku pagar Laut perairan Tangerang Utara saja tidak bisa diungkap, apalagi kasus korupsinya?
Kedua, petunjuk dari Kejagung kepada Bareskrim Polri untuk mengusut korupsi di kasus pagar laut ini terkesan aneh. Karena sebelumnya, Bareskrim sendiri melalui Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri telah menangani perkara dugaan korupsi dalam kasus pagar laut di perairan Tangerang, Banten. (18/3).
Bahkan, Kakortas Tipikor Polri Irjen Cahyono Wibowo mengaku telah memeriksa 34 saksi, diantaranya dari Kementerian ATR/BPN hingga kepala desa.
Artinya, tanpa petunjuk Kejagung pun kasus dugaan korupsi pagar laut sejatinya sudah diusut oleh Bareskrim. Lalu, untuk apa Kejagung memberikan petunjuk agar kasus pagar laut disidik perkara kerupsinya?
Penalaran yang paling logis adalah karena Kejagung sedang membangun argumentasi atas sikapnya, yang beberapa waktu lalu mundur dari perkara korupsi pagar laut. Saat itu, Kejagung berdalih mundur menangani kasus korupsi pagar laut karena sudah ditangani Bareskim, dan jika nantinya ada unsur korupsi bisa ditindak oleh Bareskrim.
Nah, konteks pengembalian berkas kasus pagar laut ke Bareskrim adalah untuk melegitimasi sikap Kejagung yang dulu sudah mundur dari perkara korupsi pagar laut (16/2). Kejagung, saat itu tak memiliki dasar untuk mundur dan dikritik oleh masyarakat karena dianggap takut menangani kasus korupsi pagar laut.
Petunjuk Kejagung kepada Bareskim untuk menyidik kasus korupsi ini adalah sarana untuk melegitimasi tindakan Kejagung sebelumnya, yang telah mundur dari perkara korupsi pagar laut.
Ketiga, puncak dari sinetron penegakan korupsi pagar laut adalah nantinya akan dijadikan sarana untuk menutup kasus ini, dengan menumbalkan sejumlah pihak tertentu, dan menyelamatkan kepentingan Aguan dan Anthony Salim di proyek PIK-2.
Jika kasus sertifikat laut dan pagar laut, telah dilokalisir di Desa Kohod dan hanya menumbalkan Arsin. Maka, kasus korupsinya pun nantinya patut diduga akan didesain selesai di tingkat Desa, atau paling tinggi ke oknum BPN.
Sementara Agung Sedayu Group selaku pemilik 263 sertifikat laut di wilayah pagar laut, akan selamat dan akan dibangun narasi playing victim, seolah-olah Agung Sedayu Group adalah pembeli yang beritikad baik, yang menjadi korban dalam kasus pagar laut.
Diluar skenario ini, adakah yang masih percaya hukum akan ditegakkan secara tuntas dalam kasus pagar laut? *Adakah, yang masih memiliki kepercayaan, walau hanya sekedar imajinasi, bahwa nantinya Aguan, Ali Hanafiah Lijaya, Eng Cun alias Gojali dan Mandor Memet akan diusut dan diproses hukum dalam perkara ini?*
Karena itu, mari awasi dan kawal kasus ini sampai tuntas. Jangan diberi celah sedikitpun, Agung Sedayu Group lari dari tanggung jawab. [].