Skandal Perselingkuhan RK: Semoga Isu Seks Sekadar Jadi Cemilan Tanpa Ganggu Menu Utama
Oleh Wahyu Ari Wicaksono, Storyteller
Dunia politik itu seperti restoran bintang lima. Ada menu utama yang penuh gizi—kebijakan publik, pembangunan, kesejahteraan rakyat. Lalu ada juga cemilan—gosip, skandal, drama personal. Nah, sayangnya, di negeri ini, cemilan sering lebih laris daripada menu utama. Orang lebih doyan ngemil kisah-kisah selangkangan ketimbang mengunyah perdebatan kebijakan. Dus, kasus perselingkuhan Ridwan Kamil (Rika) dengan Lisa Mariana? Jelas, ini masuk kategori gorengan krispi.
Mari kita akui, skandal perselingkuhan pejabat adalah semacam keniscayaan dalam politik. Sejak zaman Romawi, para pemimpin berkuasa selalu dekat dengan triumvirat klasik: uang, kekuasaan, dan seks. Julius Caesar jatuh bukan hanya karena Brutus, tetapi juga karena Cleopatra. Bill Clinton nyaris terjungkal karena Monica Lewinsky, bukan karena perang di Timur Tengah. Sejarah mengajarkan satu hal: birahi adalah oposisi yang tak pernah bisa sepenuhnya dikendalikan.
Namun, pertanyaannya: apakah skandal ini sungguh-sungguh terjadi, atau hanya sekadar alat pengalihan isu? Sebab, seperti kata Edward Bernays, bapak propaganda modern, “Opini publik itu seperti adonan roti, mudah dibentuk dengan panas yang tepat.”
Mari kita ingat-ingat, berapa kali kita disuguhi skandal seks justru di saat ada perkara lebih besar yang mengintai? KPK sedang bongkar mega korupsi? Tiba-tiba ada video panas selebriti. Ada kebijakan kontroversial? Eh, ada berita penggerebekan pejabat di hotel. Seperti kata Joseph Goebbels, propaganda itu bukan soal benar atau salah, tapi tentang siapa yang lebih nyaring berteriak.
Apakah ini semua bagian dari honey trap? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Terkadang, politisi dijebak. Terkadang, mereka yang menjebakkan diri sendiri. Blunder yang disengaja, atau keteledoran yang hakiki? Sebuah misteri yang, sayangnya, lebih sering menarik perhatian ketimbang revisi kebijakan pajak yang lebih krusial.
Tentu yang paling malang dalam situasi ini adalah tokoh utama skandal. Apakah ia benar-benar seorang pelaku yang ‘disiapkan’ sebagai tumbal untuk digoreng sewaktu-waktu? Atau ia hanya korban narasi, diceburkan ke dalam kubangan kontroversi untuk mengalihkan fokus masyarakat dari sesuatu yang lebih besar? Seperti kata Machiavelli, “Lebih baik ditakuti daripada dicintai,” tapi dalam politik modern, mungkin lebih baik ‘digunjingkan’ daripada diteliti rekam jejaknya.
Kita semua tahu, masyarakat kita doyan drama. Mungkin karena lelah dengan realitas yang tak kunjung membaik. Tapi semoga kali ini kita sudah cukup pintar untuk tidak mudah terkecoh. Semoga kita tahu bedanya berita penting dan sekadar snack gossip untuk menemani kopi sore.
Jadi, mari kita nikmati skandal ini dengan kesadaran penuh: sebagai hiburan belaka. Tapi tentu saja setelah buka puasa nanti. Jangan jadikan gossip murahan batalkan pahala puasa kita. Jadikan saja cemilan Ketika nanti sudah waktunya berbuka. Dan ingat, jangan sampai cemilan ini membuat kita lupa menyantap menu Utama yang bergizi dan bermanfaat bagi badan kita. Tabik.
HARI RAYA "MAGELANGAN" PUNYA RASAOleh Agung MarsudiKarena hidup perlu banyak rasaHARI RAYA pertama di warung girli maksud hati menikmati lotek, gado-gado, es jeli, es...
Update pendampingan korban perampasan tanah oleh PIK 2 (1/4):
1. Perkara Charlie Chandra
Sudah ada SPDP (Surat Perintah Dimulai Penyidikan) lanjutan pasca keluar putusan praper PN...
Jokowi eks Presiden Tantang The Real Prabowo Buktikan Ijazah S.1 nya Palsu
Damai Hari Lubis
Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
Sesuai konstitusi Prabowo Subianto selaku...
BONGKAR TERUS DAN SERIUS IJAZAH JOKOWIby M Rizal FadillahBahwa foto copy ijazah S1 UGM Joko Widodo yang beredar di berbagai media memiliki kejanggalan pada...
MAKLUMAT YOGJAKARTA
Tentang :
Pelantikan Presiden Dan Wakil Presiden Ilegal
Indonesia adalah negara hukum, sesuai Psl.1 ayat (3) UUD 45 ( sebelum di amandemen ) bahwa Negara Indonesia...