KEMOLEKAN MERAPI SEBELUM IDUL FITRI

Oleh Agung Marsudi

Hari ini saya “aktornya”

BEBERAPA hari di Yogya, sambil menikmati segarnya berpuasa, saya harus menyelesaikan serangkaian agenda persiapan rencana bikin film berjudul Yogya, Rindu, Cinta. Tiga kata beda, yang istimewa.

Sabtu pagi (29/3/2025) adalah hari terakhir observasi dan hunting lokasi. Sebelumnya dari Kalasan, Prambanan. Pagi ini kali kedua acara naik ke Merapi. Baru sampai Pakem, keramaian pasar pagi memancing saya untuk mengambil beberapa sampel scene. Ada eksotika tersendiri, ketika melihat deretan pisang warna kuning, yang ditunggu ibu-ibu, tepatnya nai-nai.

Suasana makin riuh, ketika berseliweran plat mobil bukan AB yang mulai berdatangan dan parkir di ruas jalan sepanjang rumah sakit jiwa Grhasia. Agaknya mobil para pemudik.

Tak mau kalah, sayapun mulai bergaya, tas ransel hitam berisi kamera saya buka. Ambil topi NY, kamera, pasang handset nyalakan lagu “Monalisa” Lojay X Sarz. Dengan celana jeans robek di lutut saya beraksi mengambil gambar, awalnya situasi Pasar Pakem pagi hari, lalu ke utara, sepanjang trotoar. Sempat wawancara dengan beberapa orang yang berada di atas pick up, usai berbagi zakat beras.

Selama 20 menit pertama, saya sudah ambil 300 gambar gunung Merapi yang lagi mekar-mekarnya.

Dari kejauhan lekuk-lekuk tubuh Merapi memang terekspose sempurna, nampak warna putih meleleh di dinding puncak, meluncur ke bawah. Lalu dari arah barat, kabut putih berjalan perlahan seperti berpose. Cantik sekali.

Gaya saya yang _easy going_ sepertinya memancing orang-orang untuk ikutan mengabadikan kecantikan Merapi pagi ini, sepertinya ia tahu sebentar lagi sudah hari raya Idul Fitri. Merapi bersolek. Dan saya merasa menjadi aktor, orang pertama yang memprovoaksi orang-orang untuk ikutan motret.

Banyak sekali yang mendadak menjadi fotografer, merekam kemolekan Merapi melalui kamera telpon genggamnya.

Termasuk 4 orang turis asing, salah satunya seorang turis dari Perancis, yang sedang bersepeda. Ia berhenti, tepat di depan saya, lalu mengambil kamera besar lengkap dengan telenya yang panjang, ikutan memotret wajah Merapi menjelang hari raya.

Jalan di sepanjang depan rumah sakit jiwa Grhasia, Pakem pagi ini, menjadi saksi begitu banyak orang mencintai Merapi.

Saya bersyukur bisa ambil posisi di tengah, sebab filosofi cinta, katanya. Tidak boleh terlalu pakem “ke selatan”, sehingga sulit untuk “di utarakan”.

Semoga, “Yogya, Rindu, Cinta” tidak menjadi kisah yang terlupa.

Selamat Hari Raya.

*Yogya, 29 Maret 2025*