Tantangan Guru Besar Hukum Pidana UGM Substantif KEPADA TPUA
H. Damai Hari Lubis, SH., MH
Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
Bahwa TPUA/ Tim Pembela Ulama dan Aktivis merupakan Kelompok yang mewakili pendapat publik yang sependapat, dengan bukti action nyata, pernah mengajukan litigasi (gugatan perdata melalui PN Jakarta Pusat dan pelaporan/ pengaduan pidana melalui Mabes Polri) terkait Jokowi Ijazah Palsu dari Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada/ UGM
Tuduhan publik melalui TPUA bertambah kuat saat ini ketika ahli forensik digital, Dr. Rismon Hasiholan Sianipar, asli lulusan UGM, oleh Rismon, dari hasil analisa ilmiahnya, dinyatakan bahwa Ijazah Jokowi 100 milyar persen palsu.
Dan jauh sebelumnya sudah ditengarai bahwa Jokowi Ijazah palsu oleh eks menpora era SBY Dr. Roy Suryo ahli telematika dan IT yang juga asli alumni UGM.
Namun Jokowi ‘bergeming’, tidak ngotot mempertahankan harga dirinya, hanya sekedar menantang para penuduh membuktikan kepalsuan Ijazahnya, justru rektor yang membelanya Prof Ova, bak cacing kepanasan sambil malu-malu kucing, tidak ilmiah, yang nampak agak merampang justru dari guru besar hukum pidana UGM Prof. Marcus Priyo Gunarto yang bukan lawyer Jokowi, juga bukan ‘dosen asli Jokowi’ dan perspektif ‘eksepsinya terhadap dakwaan publik’ pemahamannya justru “amat membagongkan” (membingungkan), karena langsung seolah dirinya adalah Sang Hakim atau Pengacara Terdakwa Jokowi, yang mengilustrasikan sedang bersidang, lalu menanyakan terkait sistim hukum pidana formil (KUHAP) atas dakwaan yang dibuat Dr. Rismon yang seolah JPU, adalah kabur (obscuur), karena dipertanyakan oleh guru besar “apakah tuduhan Dr. Rismon 100 milyar persen Ijazah Jokowi palsu, terkait Jokowi memalsukan ijazah atau memalsukan karena ijazah miliknya hilang, lalu (Jokowi) membuat sendiri ijazah, itu keduanya juga palsu, palsu yang mana tuduhan Dr Rismon?”
Oleh karena logikanya, orang yang membantah Jokowi ijasah Asli melainkan Palsu secara resmi melalui ranah hukum adalah TPUA. Maka substantif yang ditantang oleh Prof Marcus, nota bene adalah TPUA.
Maka, cukup aneh dari konteks intelektualtas guru besar hukum pidana Marcus ini, jika membacanya dari sisi profesionalitas dunia advokat, bahwa nampak trick kepengacaraan (murahan) sedang dipraktikan oleh Marcus selaku akademisi, maka deskripsinya adalah, ‘Guru Besar dimaksud mirip kucing garong sedang mempertahankan area kaplingnya (zona)’.
Menurut penulis sebagai koordinator Pengacara TPUA, meyakini sosok akademikus, dari kalimat pertanyaan yang disampaikannya tersebut, telah mengakui bahwasanya Ijasah Jokowi memang palsu dibuat oleh Jokowi, namun seolah karena Ijazah Jokowi yang asli hilang, sehingga dipalsukan oleh Jokowi atau suruhan Jokowi?
Secara hukum, TPUA dan Publik sementara sudah benar menuduh Jokowi berijazah palsu, karena patut disimpulkan UGM melalui Marcus sang guru besar pidana UGM sudah mengakui Ijasah Jokowi palsu Hanya untuk membuktikan ijasah Jokowi asli dan secara kebenaran materil bajhwa Jokowi selesai kuliah, ikut ujian, kost 5 tahun di Jogja, dan ikut wisuda tepat pada hari wisuda, dipastikan UGM akan membuat kepalsuan-kepalsuan lain yang sulit dibenarkan berdasarkan pembuktian melalui teknologi sains (penerapan Iptek).
Oleh karenanya terhadap “gugatan TPUA kepada Jokowi tentang objek perkara Ijazah S.1 Jokowi Palsu” tentu menjadi bertambah kuat bobot terhadap dalil hukum pembuktiannya, disebabkan keterangan kesaksian publik oleh dua orang pakar IT Dr Rismon dan jauh hari sebelumnya dari Dr Roy Suryo yang publis di berbagai media. Terlebih diketahui dan sepengetahuan umum (notoir feiten notorius) Jokowi adalah seorang pembohong besar.
Secara hukum causalitas pernyataan Prof. Marcus merupakan penguatan terhadap objek materi gugatan hukum TPUA (perdata dan pidana) ditambah adanya justifikasi terhadap gugatan TPUA yang didapat secara informal (diluar ranah peradilan) namun tetap bernilai ilmiah karena disampaikan oleh 2 (dua) pakar IT, sehingga mengandung kebenaran, selain ilmiah juga dinyatakan dihadapan publik, berani dan transparansi, selebihnya publik umumnya mengetahui Jokowi adalah seorang Raja Bohong (King of lip service).
Al hasil dimata publik harga diri Jokowi eks presiden ke 7 RI ini cacat moralitas serendah tanah dan tinggal menunggu proses seiring waktu yang bakal terus mengejarnya.