SERATUS KEBOHONGAN

by M Rizal Fadillah

Di pesawat saat umroh terbaca berita unik di surat kabar Arab News “Two held in Makkah over black magic”. Seorang perempuan Sudan dan seorang laki-laki Saudi ditangkap dan bersiap diadili karena melakukan praktek perdukunan di distrik Rusaifah Makkah.

Bukan saja aktual tetapi mengglobal. Kehidupan yang semakin panas dengan persaingan yang semakin keras membuat orang menjadi mudah hilang akal dan sesak dada. Lalu panik dan mencari jalan mistik. Mereka merasa butuh pertolongan dan pelindung serta jalan menuju harapan.

Mereka terdiri dari masyarakat jelata, artis, pengusaha, hingga pejabat tinggi. Menteri juga ada. Dukunnya bisa bergelar mbah, eyang, ki, bahkan ada juga ustadz dan kyai. Sesungguhnya Dukun itu menyampaikan berita oplosan langit kepada orang berkebutuhan, tertipu, serta merasa yakin atas nasehat dan mantra-mantranya.

“Sesungguhnya para Malaikat turun dari langit lalu menyebut perkara yang diputuskan langit, kemudian Jin mencuri pendengaran dari Malaikat tersebut, kemudian ia sampaikan kepada para dukun. Padahal berita itu telah dicampur dengan seratus kebohongan dari Jin itu sendiri” (HR Bukhori Muslim).

Dahulu wajah dukun itu menyeramkan berpakaian hitam dan berbau kemenyan dari dupa di depannya. Atribut sekitarnya mencitrakan suasana magis dan gelap. Kini berbeda, sang dukun berpakaian biasa dan tak jarang berjas dasi, iket putih, bersorban atau berpeci.

Berpraktek di area perkantoran dan tak aneh menerima klien pun di hotel berbintang. Mobil bagus adalah kendaraannya. Sebagai kawan Jin yang gurunya itu Syetan, maka pada hakekatnya ia pandai menipu dan merayu. Mencelakakan dan menjauhkan dari agama.

“Barangsiapa mendatangi dukun lalu mempercayai apa yang diucapkannya, maka ia telah kafir terhadap apa yang dihukumkan Muhammad” (HR Abu Dawud dan Ahli Sunan yang empat, disahihkan oleh Hakim).

Orang yang percaya dan terpengaruh oleh seratus kebohongan Jin akan mudah tertular untuk menjadi pembohong atas sesamanya.
Bukan hanya seratus tetapi seribu kebohongan.

*) Pemerhati Politik dan Keagamaan

Bandung, 2 April 2025