EDITORIAL JAKARTASATU.COM: Oligarki, Politik Indonesia & “Mereka Menguasai”?
POLITIK Indonesia: Maju, Tapi Masih Dikuasai “Mereka”. Ini Indonesia disebut sebagai negara demokrasi benar nggak ya…, tapi realitanya siapa pun yang berkuasa tetap mereka-mereka juga. Dari satu rezim ke rezim lain, yang berubah hanyalah wajah, tapi kepentingan tetap dikendalikan oleh oligarki, trah politik, dan elite lama yang terus bercokol.
Rakyat selalu diberi ilusi perubahan, padahal yang terjadi hanyalah daur ulang kekuasaan. Demokrasi yang hanya sekadar ritual setiap pemilu, rakyat dipertontonkan drama politik yang seolah-olah menawarkan pilihan baru.
Faktanya?
Pemain utama tetap dari lingkaran yang sama. Lihat saja bagaimana trah politik semakin menguat. Anak pejabat menjadi pejabat, keluarga elite politik menguasai jabatan strategis, (masuk komisaris) dan oligarki bisnis terus menancapkan kukunya di pemerintahan.
Oposisi?
Jangan harap. Oposisi di Indonesia lebih banyak berperan sebagai pelengkap demokrasi semu. Bisa disebut oposisi jadi-jadian. Awalnya berteriak keras, lalu perlahan merapat ke kekuasaan karena dapat jabatan empuk, mendapat bagian, dan diam.
Kritik terhadap pemerintah lebih banyak datang dari masyarakat sipil atau individu-individu berani yang akhirnya justru dikriminalisasi.
Rakyat Dijadikan Penonton, Elite Politik Berbagi Kue Kekuasaan
Setiap ada pergantian kekuasaan, rakyat berharap perubahan. Tapi yang mereka dapatkan?
Kenaikan harga kebutuhan pokok, regulasi yang lebih memihak korporasi, dan janji-janji manis yang menguap begitu saja. Gas pun dimainkan Korupsi seperti sudah dimainkan…
Mereka yang berkuasa terus berpesta, sementara rakyat hanya disuguhi drama politik tanpa substansi. Ketika ada kandidat independen atau tokoh baru yang mencoba masuk ke sistem, mereka dihantam habis-habisan.
Aturan dibuat sedemikian rupa agar hanya mereka yang punya modal besar dan koneksi kuat yang bisa bertahan. Politik transaksional bukan rahasia lagi, dan mereka yang punya uang serta pengaruh akan selalu menang.
Kemajuan yang Dikendalikan Segelintir Orang Jangan salah, Indonesia memang mengalami kemajuan dalam berbagai bidang.
Infrastruktur dibangun, ekonomi tumbuh, teknologi berkembang. Tapi pertanyaannya: siapa yang menikmati kemajuan ini?
Jika kemajuan hanya memperkaya segelintir orang sementara rakyat tetap terhimpit beban ekonomi, maka demokrasi kita hanya menjadi alat bagi oligarki untuk semakin mengukuhkan kekuasaannya.
Lihat saja bagaimana kebijakan dibuat. Kepentingan rakyat sering kali dikesampingkan demi kepentingan segelintir elite. Kebijakan investasi, pengelolaan sumber daya alam, hingga regulasi digital, semua lebih menguntungkan mereka yang punya kuasa.
Mau Sampai Kapan? Indonesia bisa saja maju secara fisik, tapi kalau politiknya tetap dikendalikan oleh mereka-mereka juga, apakah itu bisa disebut kemajuan?
Demokrasi seharusnya tentang rakyat, bukan tentang keluarga politik dan para taipan yang terus berbagi kue kekuasaan. Kalau pola ini terus dibiarkan, kita hanya akan terus menjadi penonton di negeri sendiri. Apakah kita akan membiarkan politik ini tetap dikuasai oleh mereka yang itu-itu saja?
Oligarki di terima di ruang besar dan Rakyat Tetap Jadi Penonton kekuasaan bukan sekadar soal siapa yang menduduki kursi presiden atau menteri, tapi siapa yang mengendalikan uang dan kebijakan dari belakang layar.
Selama ini, Naga yang dikenal sebagai kelompok taipan yang mengontrol sektor ekonomi dan politik, memastikan kepentingan mereka selalu diakomodasi. Tapi kini, jika benar mereka akan “katanya” akan tergeser oleh kelompok baru, siapa mereka? Tanya alias si Bossman itu.
Jika ya…maka ini bukan kemenangan rakyat—ini hanya rotasi kekuatan dalam oligarki. Bukan Perubahan juga, Tapi Pergantian Pemilik Kekuasaan Banyak yang berharap perubahan ini bisa membawa angin segar bagi ekonomi nasional, tapi jika alasan bahwa kelompok ini lebih “nasionalis” dibandingkan taipan lama.
Semoga realistis: di politik dan bisnis, nasionalisme sering kali hanya jargon kosong. Yang terjadi bukan revolusi, melainkan hanya distribusi ulang kekuasaan. Kelompok Naga sudah lama mengakar di dunia bisnis, mengendalikan perbankan, properti, media, dan komoditas strategis.
Mereka bertahan bukan hanya karena modal besar, tapi juga karena kedekatan dengan elite politik. Jika sekarang mereka harus mundur, berarti ada kepentingan yang lebih besar sedang dimainkan. Kelompok baru ada pengusaha haji, jika benar akan menggantikan, pasti punya agenda sendiri. Ini bukan soal ingin membangun ekonomi rakyat, tapi bagaimana memastikan akses terhadap sumber daya dan kebijakan tetap berada di tangan mereka.
Jika benar mereka sedang menyiapkan langkah besar, maka rakyat hanya akan menyaksikan pergeseran kekuatan tanpa dampak nyata bagi kehidupan mereka.
Politik Oligarki: Siapa Kuat, Dia Menang Di Indonesia
Bisnis besar dan politik adalah dua sisi dari koin yang sama. Tidak ada taipan yang bisa bertahan tanpa perlindungan politik, dan tidak ada politisi yang bisa naik tanpa dukungan finansial dari kelompok bisnis. Jika memang kabar Bossman bahwa kelompok 9 Naga akan berganti mulai terpinggirkan, itu berarti ada perubahan di lingkaran kekuasaan.
Bisa jadi pemerintahan yang sekarang lebih nyaman dengan kelompok Haji, atau ada kesepakatan baru yang menguntungkan para pemegang modal ini. Namun, yang jelas adalah: siapa pun yang berkuasa, aturan main tetap sama.
Oligarki tidak akan membiarkan rakyat mengambil kendali. Setiap perubahan yang terlihat hanyalah ilusi, karena struktur ekonomi dan politik tetap dikendalikan oleh elite yang berputar di lingkaran itu-itu saja.
Akhirnya semoga saja Rakyat Tetap yang harus kuat dan jangan Jadi Korban. Sebab kita tahu jika Kebijakan Tetap Berpihak ke Elite • Jangan berharap ada perubahan yang benar-benar pro-rakyat. Jika ada kebijakan yang tampak berpihak kepada masyarakat, itu hanya bagian dari strategi besar untuk mengamankan kepentingan oligarki baru. Tabik…!!! (ed-jaksat)