#NGOPISORE: MITOMANIA POLITIK & RUNTUHNYA AKAL SEHAT PUBLIKMITOMANIA POLITIK & RUNTUHNYA AKAL SEHAT PUBLIK

DI tengah zaman digital yang penuh gemuruh informasi, satu fenomena gelap merayap naik ke permukaan demokrasi kita: mitomania politik. Ini bukan hanya soal politisi yang suka berbohong. Ini soal tokoh publik yang membangun kebohongan sistematis, mempercayainya, dan memaksa publik untuk ikut hidup di dalam narasi palsu itu.

Mitomania dalam psikologi adalah kelainan—obsesi patologis untuk berbohong dan menciptakan realitas fiktif. Namun ketika mitomania dipelihara dalam politik, ia menjadi lebih berbahaya. Ia berubah menjadi mesin propaganda pribadi. Ketika tokoh-tokoh publik dengan sadar atau tanpa sadar menelan kebohongannya sendiri, publik tak hanya dikaburkan—tapi juga diindoktrinasi.

Narasi Dusta yang Disulap Jadi Kebenaran

Seorang politisi bisa gagal. Tapi ketika ia memanipulasi kegagalan sebagai pengkhianatan terhadap dirinya, ketika ia membungkus kebohongan dengan narasi moralitas, maka yang sedang terjadi bukan sekadar pencitraan—melainkan kultus kebohongan.

Seperti kata George Orwell: “The further a society drifts from the truth, the more it will hate those that speak it.” Masyarakat mulai membenci mereka yang mengungkapkan kebenaran, karena sudah terlalu lama dimanjakan dengan ilusi. Inilah strategi utama mitomania politik:

Repetisi: kebohongan yang diulang berkali-kali terasa seperti kebenaran.

Framing: kegagalan disebut sebagai ujian, skandal disebut konspirasi.

Victim playing: pelaku korupsi bisa tampil sebagai martir.

Overload informasi: membuat publik lelah memilah mana fakta dan mana manipulasi.

Politik Drama, Bukan Etika

Tokoh mitomania tak lagi bicara data atau integritas. Mereka memainkan drama. Dengan wajah penuh air mata palsu, mereka menuduh semua lawan politik sebagai jahat. Mereka menuduh media sebagai penyebar hoaks, padahal merekalah pabriknya. Mereka menggunakan agama, nasionalisme, bahkan penderitaan rakyat sebagai perisai terakhir kebohongan.

Mereka menciptakan dunia sendiri—dunia di mana mereka adalah pahlawan yang terus difitnah, dan yang lain hanyalah musuh yang iri. Dalam dunia itu, fakta tak lagi penting. Yang penting adalah bagaimana perasaan publik diarahkan.

#ngopisore…

Mengapa Ini Berbahaya?

Mitomania politik adalah virus yang membunuh akal sehat publik. Ketika masyarakat terlalu sering dibohongi, mereka bisa kehilangan daya kritis. Dan ketika itu terjadi, demokrasi tinggal kulitnya saja. Pemilu tetap berjalan, media tetap siaran, tapi kebenaran dikurung dalam ruang hampa.

Dan saat kebenaran dikaburkan, maka pemimpin yang lahir bukanlah yang jujur dan cakap. Tapi mereka yang paling lihai memainkan cerita.

Kita Harus Melawan

Bukan dengan teriak kosong atau fanatisme baru. Tapi dengan pengetahuan, literasi, dan keberanian menyuarakan fakta. Kita tidak boleh menyerah pada gelombang narasi palsu. Kita harus jernih melihat mana pemimpin sejati dan mana pembohong profesional.

Mitomania politik harus dilawan, bukan diolok-olok saja. Ia harus ditelanjangi dengan data, ditantang dengan logika, dan dilawan dengan suara-suara yang berani berdiri tegak di atas kebenaran.

Karena sekali publik menyerah pada kebohongan, maka masa depan bangsa ini akan digenggam oleh mereka yang paling pandai bersandiwara.

JAKARTASATU.COM – AENDRA MEDITA