Nama Lin Che Wei memang sempat menjadi fenomena diama pada 2003an dirinya yang mengaku Analis pasar modal Lin Che Wei akan mengadukan kasus korupsi yang dilakukan Bank Lippo ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. Data-data dan bukti lengkap akan disertakan dalam pengaduan tersebut nama dia mencuat bahkan Lin Che Wei Ungkap Siasat Penjarahan ala Bank Lippo di Kejagung Laman hukumonline.com menulis Analis pasar modal Lin Che Wei melaporkan Bank Lippo ke Kejaksaan Agung (Kejagung) atas dugaan penjarahan keuangan negara. Tidak tanggung-tanggung, berbagai tokoh anti korupsi dan pengamat ekonomi mendampingi Lin Che Wei ke Kejagung.
Padahal sebelumnya, Lin telah dilaporkan Lippo ke Mabes Polri oleh Bank Lippo melalui wakil komisarisnya, Rudy T. Bachrie. Kala itu, Lippo melaporkan Lin ke Mabes Polri atas dugaan pencemaran nama baik Lippo, yang dilakukan Lin melalui tulisannya yang dimuat harian Kompas.
Lin Che Wei ke Kejagung (25/2/13) sejumlah pengacara dan para aktivis LSM anti korupsi, seperti Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten Masduki, Bambang Widjoyanto, serta pengamat ekonomi Faisal Basri dan Dradjat Wibowo. Mereka ditemui langsung Direktur Ekonomi dan Keuangan pada Jamintel Kejagung, Edwin P. Situmorang dan Kapuspenkum Kejagung Antasari Azhar (belakang jadi Ketua KPK dan tersandung zaman Rejim SBY).
Menurut Lin, tindakannya melaporkan Bank Lippo ke Kejagung akibat dari tindakan Rudy T. Bachrie yang mengadukan dirinya ke Mabes Polri dalam kasus pencemaran nama baik Bank Lippo atas analisinya yang dimuat harian Kompas. Selain itu, mencoba menuntut terjadinya perbaikan terhadap penerapan dan peraturan-peraturan yang berlaku di pasar modal, akutansi, perbankan, dan corporate governance.
Paling tidak, tambah Lin, tindakan Bank Lippo yang melaporkan dirinya ke Mabes Polri merupakan usaha dari pihak Bank Lippo untuk mengeser fokus persoalannya yang ada. Bank Lippo diduga telah melakukan manipulasi publik serta berbagai tindakan Bank Lippo yang bisa berpontensi merugikan publik (masyarakat).
Menanggapi laporan Lin ini, Kejagung menurut Edwin mengaku bahwa persoalan Bank Lippo ini sangat rumit, baik itu dilihat dari aspek yuridis maupun aspek non-yuridis. Untuk itu, ia meminta agar tetap terbuka bantuan teknis apabila pihak Kejagung kesulitan untuk memahami kasus bank Lippo ini.
Kembali ke siapa Lin ini yang licinnya bagai belut itu?
Dari Wikipedia bahasa Indonesia nama Lin Che Wei sebagai berikut Lin Che Wei 林彻伟 Lahir di Bandung 1 Desember 1968 Kebangsaan Indonesia Pendidikan 2000 : Chartered Financial Analyst – Association of Investment Management & Research 1992 – 1994 : Master of Business Administration – National University of Singapore (Recipient of Asian Development Bank – Government of Japan Scholarship Programme) 1986 – 1990 : Industrial Engineer, Trisakti University – Indonesia Organisasi IRAI Pasangan Syenny Setiawan Situs web http://irai.co.id/ memulai kariernya sebagai analis keuangan di beberapa perusahaan asing antara lain WI Carr, Deutsche Bank Group dan Société Générale. Analisisnya yang kontroversial di dalam membongkar skandal Bank Lippo menyebabkannya berurusan dengan pengadilan dan dituntut sebesar Rp 103 miliar oleh pengurus Lippo Group. Kasus ini menyebabkan Lin Che Wei mendapatkan penghargaan Tasrif Award dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Lin Che Wei merupakan penerima penghargaan Indonesian Best Analyst dari AsiaMoney Magazine dan The Most Popular Analyst Award” untuk tahun 2002 dan tahun 2004. Lin Che Wei pernah menjabat sebagai Presiden Direktur dari Danareksa (Perusahaan Investment Banking terbesar milik Pemerintah Indonesia) dari 2005 sampai pertengahan 2007. Ia juga pernah menjabat sebagai staf khusus dari Menteri Negara BUMN, Sugiharto dan Staf Khusus dari Menko Perekonomian Aburizal Bakrie. Mulai terlibat dengan pemerintahan setelah menjadi salah seorang panelis di dalam debat Calon Presiden pada tahun 2003. Lin Che Wei menjadi panelis dari pasangan calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla. Lin Che Wei menjadi sekretaris team perundingan antara Pemerintah Indonesia dengan Exxon di dalam mencari penyelesaian ladang minyak di Cepu yang berhasil diselesaikan pada tahun 2006. Pendidikan S1 – Universitas Trisakti dan MBA dari Universitas Nasional Singapura. Sejak Agustus 2007 sampai 2008, Lin Che Wei menjabat ebagai CEO dari Sampoerna Foundation, sebuah yayasan pendidikan yang didirikan oleh Putera Sampoerna.
Mendirikan perusahaan di bidang corporate advisory dan research di bawah bendera PT Independent Research Advisory Indonesia. Pada 2012, Lin Che Wei bersama Metta Dharmasaputra, Heri Susanto, dan Ade Wahyudi terlibat dalam pendirian Katadata, situs http://www.katadata.co.id/.
Sejak 2013, Lin Che Wei menjadi CEO PT Pembangunan Kota Tua Jakarta yg bertugas merevitavilasi bangunan di Kota Tua Jakarta. bersama PT Jakarta Old Town Revitalization Corps (JOTRC), mengaku oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama untuk merevitalisasi kawasan Kota Tua. PT JOTRC adalah konsorsium penanggung jawab revitalisasi.
“Kata Pak Ahok, ‘Kalau dua tahun enggak selesai, awas’. Pak Ahok cuma bilang gitu,” kata Wei seusai menandatangani kerja sama dengan PT PPI tentang penyewaan aset PT PPI di Kota Tua Jakarta, Selasa (31/3/2015, Kompas).
Ia juga menjabat sebagai Oversight Comittee PT Pelindo II (Persero). Sejak 2014, Lin Che Wei menjadi Policy Advisor (anggota Tim Asistensi) dari Menko Perekonomian Sofyan Djalil. Kemudian menjadi Policy Advisor Menteri PPN/Bappenas dan policy advisor Menko Perekonomian Darmin Nasution. Namun sejak kasus BPN sertifikat yang oleh Anies pemilik galeri seni Sarasvati di Bandung dan Majalah Sarasvati ini nyaris tak terdengar bahkan akun twitternya @linchewei1 tak berkicau sejak 20 Desember 2017.
Jika pernah ingat bahwa kasus Jilbab Hitam ada nama Lin Che Wei juga disana disebut-sebut, ini kami kutip sebagian penggalan:
“Tiba-tiba, masuklah proposal kepada divisi Corporate Secretary dan Humas Bank Mandiri dari Kata-Data. Itu lho lembaga barunya Metta Dharmasaputra (eks-wartawan TEMPO) yang didanai oleh Lin Che Wei (eks-broker Danareksa). Gua kira Kata-Data murni bergerak di bidang pemberitaan. Eh, nggak taunya Kata-Data juga bergerak sebagai lembaga konsultan. Jadi Kata-Data menawarkan jasa solusi komunikasi kepada Bank Mandiri untuk berjaga-jaga apabila isu SKK Migas meluas dan mengaitkan Bank Mandiri sebagai fasilitator aksi suap,” ungkapnya.
“Rekomendasinya sih menarik, Kata-Data menawarkan agar aksi suap SKK Migas dipersonalisasi menjadi hanya kejahatan Individu, bukan kejahatan kelembagaan, baik itu lembaga SKK Migas maupun Bank Mandiri. Apalagi, Metta mengatakan bahwa tim Kata-Data juga sudah bergerak di social media untuk mendiskreditkan Rudi Rubiandini dalam isu perselingkuhan, sehingga akan mempermudah proses mempersonalisasi kasus suap SKK Migas menjadi kejahatan individu semata,” jelasnya.
“Data-data yang ditampilkan Kata-Data memang menarik, karena riset data dilakukan oleh IRAI, lembaga riset milik Lin Che Wei yang menjadi penyedia data utama Kata-Data. Kalau tidak salah, waktu itu data utang-utang grup Bakrie yang dibongkar TEMPO juga dari IRAI ya? Itu lho, yang tadinya ditawarin ke pak Nirwan dan karena ditolak kemudian dibayarin Agus Marto Rp 2 miliar untuk menghajar grup Bakrie,” papar dia.
“Kita sih waktu itu melaporkan proposal tersebut kepada para direksi Bank Mandiri. Dan selama sekitar 2 pekan, memang belum ada arahan dari direksi mau diapakan proposal tersebut. Penjelasan Pak Iskandar (humas Bank Mandiri) sih, direksi masih melakukan koordinasi dengan Kementerian BUMN dan pemerintahan. Biar bagaimanapun ini isu besar, salah langkah bisa berabe akibatnya. Gua sih yakin, saat itu bos-bos lagi memetakan dulu kemana arah isu ini sebelum memberikan jawaban terhadap proposal yang masuk. Karena selain Kata-Data juga ada dari pihak-pihak konsultan lainnya,” kata dia.
“Eeh, tahu-tahu Pak Iskandar bilang, gila, TEMPO makin jadi aja kelakuannya. Masak BHM (Bambang Harymurti) sampai menelepon langsung ke Pak Budi (Direktur Utama Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin), terkait proposal Kata-Data yang memang belum kita respon karena masih memetakan arah isunya. Secara tersirat kita tahulah telepon itu semacam ancaman halus dari BHM dan Kata-Data bahwa jika tidak segera direspon, maka data-data itu akan dipublikasi, tentunya dengan cara TEMPO mempublikasi data dong, yang selalu penuh asumsi dan bertendensi negatif,” ungkap dia.
“Menurut Pak Iskandar, meski sudah diperingatkan soal bahaya menolak tawaran (alias ancaman) grup TEMPO, dengan akan terjadinya serangan isu negatif kepada Bank Mandiri, rupanya Pak Budi (Direktur Utama Bank Mandiri) bersikeras untuk tidak takut terhadap grup TEMPO. Penolakan dengan memberikan respon cepat terhadap proposal Kata-Data pun disampaikan kepada BHM (Bambang Harymurti),” ungkap dia.
“Alhasil, terbitlah Majalah TEMPO edisi 18 Agustus 2013, dengan judul: Setelah Rudi, Siapa Terciprat? yang isinya begitu mendiskreditkan Bank Mandiri dalam kasus SKK Migas. TEMPO telah membentuk opini bahwa aksi suap Rudi Rubiandini tidak akan terjadi apabila pihak Bank Mandiri tidak memfasilitasinya,” keluh dia.
“Ini kan semacam pemerasan halus atau pemerasan ‘Kerah Putih’ dari jejaring TEMPO (Bambang Harymurti), Kata-Data (Metta Dharmasaputra, Eks-Wartawan TEMPO) dan IRAI (Lin Che Wei, Eks-Broker Danareksa dan pendana utama Kata-Data). Begitu edisi tersebut tayang, kita sih tepuk dada saja menghadapi mafia TEMPO dalam memeras korban-korbannya. Biasanya memang begitu polanya. Begitu ada kasus skala nasional, calon-calon korban seperti kita (Bank Mandiri) akan didekati oleh mereka, ditawari jasa konsultan dengan ancaman kalau tidak deal, ya di blow up. Padahal data yang mereka publish tidak sepenuhnya benar. Tapi semua orang juga tahu kalau TEMPO sangat pintar memainkan asumsi dan tendensi negatif,” keluh dia.