JAKARTASATU.COM – PT Tirta Investama selaku produsen AQUA dihukum Mahkamah Agung (MA) untuk membayar denda sebesar Rp 13,8 miliar karena terbukti secara hukum telah melakukan praktik monopoli usaha.
Seperti yang dilansir detikcom (28/11/2019), PT. Tirta Investama tidak sendiri. Bersamanya juga ikut didenda juga yaitu PT Balina Agung Perkasa selaku distributor AQUA dengan jumlah denda sebesar Rp 6,2 miliar.
Bagaimana awal mula perusahaan Aqua tersebut bias kena denda? Kasus tersebut dimulai saat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyelidiki praktik usaha tidak sehat yang disinyalir telah dilakukan oleh AQUA selama beberapa waktu lamanya. Akhirnya penyelidikan tersebut terus berlanjut ke sidang KPPU dan digelarlah pembuktian terkait dengan hal itu.
Kemudian, pada 19 Desember 2017, KPPU memutuskan AQUA telah melakukan pelanggaran Pasal 15 ayat (3) huruf b dan Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Pasal 15 ayat 3 huruf b berbunyi: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok
Pasal 19: Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa:
a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau
b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu;
KPPU memutuskan AQUA menghukum Terlapor I denda sebesar Rp 13,8 miliar dan Terlapor II denda sebesar Rp 6,2 miliar.
Sebagai pertimbangan tuntutannya, KPPU bahkan menyatakan tindakan anti persaingan itu telah terjadi pada tahun 2016. Yaitu di wilayah jangkauan distribusi satu pemasaran Terlapor II dalam pemasaran produk yang meliputi, Cikampek, Cikarang, Bekasi, Babelan, Pulo Gadung, Sunter, Prumpung, Kiwi, Lemah Abang, Rawagirang, Cibubur, Cimanggis.
KPPU menilai pasar bersangkutan dalam perkara a quo adalah Produk Air Minum dalam Kemasan (AMDK) Air Mineral di wilayah distribusi atau pemasaran Terlapor II pada Tahun 2016. Bentuk nyata dari tindakan anti persaingan yang terjadi tersebut berupa adanya degradasi kepada sub distributor karena menjual produk Le Minerale.
Terkait putusan yang diberikan KPPU tersebut, pihak AQUA menyatakan tidak terima dan mengajukan banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Pada 7 Mei 2019, PN Jaksel memutuskan mengabulkan permohonan keberatan dari Para Pemohon Keberatan untuk sebagian.
AQUA berhasil membuat PN Jaksel membatalkan Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) No 22/KPPU-I/2016, tertanggal 19 Desember 2017 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat terhadap Para Pemohon Keberatan.
Namun sengketa belum selesai begitu saja. Terkait vonis tersebut maka KPPU gantian yang tidak terima dan kembali mengajukan kasasi. Ternyata KPPU unggul. Kasasi yang diajukan KPPU ternyata dikabulkan MA.
“Kabul kasasi, batal putusan judex factie dan MA mengadili sendiri dengan menguatkan putusan KPPU,” kata juru bicara MA, hakim agug Andi Samsan Nganro seperti yang dikutip detikcom (28/11/2019).
Pada perkara itu bernomor 806 K/Pdt.Sus-KPPU/2019 tersebut, duduk sebagai ketua majelis hakim agung yaitu Hamdi. Sedangkan anggota majelis kasasi yaitu hakim agung yaitu Panji Widagdo dan Sudrajad Dimyati.
Dengan keluarnya putusan MA di atas, maka mau tak mau AQUA tidak bisa berkelit lagi. Mau tidak mau AQUA harus membayar denda yang dikenakan kepadanya. Baik untuk produsen maupun distributornya. Semoga kasus ini menjadi pelajaran agar persaingan usaha di Indonesia semakin sehat dan fair (WAW|dari berbagai sumber).