Polisi gerebek pabrik ponsel ilegal di Penjaringan Jakarta Utara yang pekerjakan anak di bawah umur - Foto: Ist.

JAKARTASATU.COM –  Berada di kawasan Ruko Toho, Penjaringan, Jakarta Utara, sebuah pabrik ponsel illegal sudah dua tahun beroperasi dengan memperkerjakan pekerja anak di bawah umur. Keberadaan pabrik ponsel illegal tersebut terungkap ketika pihak kepolisian menggerebek lokasi tersebut.

Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto kepada wartawan mengatakan, pengungkapan itu berawal dari kecurigaan polisi akan seringnya ada aktivitas bongkar unduh ponsel di lokasi tersebut. Setelah pengawasan dilakukan Unit Krimsus Polres Metro Jakarta Utara selama dua minggu, polisi lantas menggeledah tempat tersebut.

“Setelah kami melakukan penggeledahan, ternyata betul ada aktivitas HP dan setelah kami cek, perizinannya ternyata tidak memiliki postel,” ujar Budhi di lokasi.

Menurut penjelasan Kombes Budhi Herdi Susianto, pabrik ponsel ilegal tersebut setidaknya sudah meraup keuntungan Rp 12 miliar.

“Kurang lebih melakukan perakitan dua tahun, jadi omzet yang sudah diraup sampai selama melakukan perakitan kurang lebih Rp 12 miliar,” kata Budhi di lokasi pabrik ponsel ilegal, Senin (2/12/2019).

Kemudian Budhi merinci, 29 pegawai pabrik ponsel ilegal tersebut setidaknya mampu memproduksi 200 unit ponsel setiap harinya dan beredar di seluruh wilayah Indonesia karena tersangka menjual produk rakitannya itu secara online.

Setidaknya dari 70 jenis ponsel yang mereka produksi, tersangka yang akhirnya diketahui berinisial NG bisa mendapat keuntungan antara Rp 500.000 hingga Rp 1.000.000.

“Mereka cukup banyak produksi dari handphone ini. Kalau kita lihat, dengan harga yang cukup murah, kemudian spesifikasi yang cukup tinggi untuk handphone yang murah, jadi banyak peminat sehingga memasarkannya mereka tidak kesulitan,” ungkap Budhi.

Dari pendalaman diperkirakan sparepart ponsel ilegal tersebut mereka impor dari China. Bermodal sparepart tersebut, tersangka rata-rata memproduksi replika ponsel merek China.

Usai dilakukan penggerebekan dan penangkapan, polisi menetapkan NG sebagai tersangka, sementara 29 pegawainya masih berstatus saksi.

Setidaknya dari bukti yang terungkap, NG bisa dikenakan beberapa pasal, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, pasal 32 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam penggerebekan yang terjadi pada siang ini, polisi turut mengamankan 18.000 unit ponsel ilegal dengan 17 jenis yang berbeda. (WAW)