OLEH: Hendrajit, Wartawan Senior.
Sayang waktu di Solo ngasih pelatihan jurnalistik tgl 5 Januari lalu, Wahyu Setiawan yang komisioner KPU itu belum dicokok KPK. Kenapa?
Sebab ini kasus paling pas buat membuktikan betapa tepatnya pendekatan deduksi atau berpikir deduktif bagi para jurnalis. Sebuah pendekatan yang saya tawarkan kepada mas Abu Bakar Bamuzaham dan kawan kawan yang mau merintis sebuah media baru dalam waktu dekat di Solo.
Kenapa Wahyu Setiawan? Sebab ini pengalaman pribadi saya dalam mengamalkan pendekatan deduksi, atau yang saya istilahkan sebagai snap judgment. Kesimpulan sekejab mendahului pembuktian. Sehingga snap judgment itu sekaligus sebagai pemandu awal untuk menyingkap agenda di balik berita.
Dalam kasus Wahyu Setiawan, ketika publik dan media yang menyorot kekisruhan KPU, Ketua Umum KPU Arif Budiman praktis jadi bulan bulanan dan sasaran hujatan dan kecaman atas ketidakbecusan dan ketidaknetralan KPU sebagai wasit. Arif Budiman semacam personifikasi kebobrokan KPU. Benarkah demikian?
Mungkin benar, di lapis kulit luar. Dalam menganalisis isi berita maupun foto foto seputar sepakterjang para komisioner, saya sontak membuat simpulan sekejab saat melihat sosok Wahyu. Batin saya bilang, pemain nih orang. Kayaknya dia simpul sebuah permainan dari sistem siluman yang ditrapkan di internal KPU. Entah apa.
Dan dari rangkaian persidangan pilpres yang digelar MK, dan sepakterjang Wahyu di dalam sesi sesi persidangan itu, simpulan seketika saya tentang Wahyu makin kuat.
Andaikan dalam pelatihan di Solo tempo hari kasus pencokokan Wahyu sudah terjadi, ini bisa saya jadikan ilustrasi nyata atas efektifnya pendekatan deduksi buat jurnalisme masa depan.
Pendekatan deduksi yang mendahului pembuktian bukanlah spekulasi atau berkhayal. Apalagi sekadar dugaan tanpa dasar. Ketepatan cara berpikir deduktif biasanya berkat akumulasi penguasaan informasi, kepekaaan analitis dalam menghubungkan aneka peristiwa dan kejadian yang seakan tidak berhubungan alias terpisah. Serta ini yang penting, peka membaca watak orang. Bahasa tubuh seseorang.
Pendekatan deduksi ini saya tawarkan sebagai strategi mengembangkan dan memperbarui berita berita yang sudah tersiar. Kombinasi daya investigasi dan daya analisis.
Tulisan ini mengajak wartawan berpikir hipotetis berdasarkan data dan fakta lewat penelusuran data yang benar…
Jangan selesai dan puas jadi wartawan doorstop saja. Sekian dulu untuk saat ini. (*)