Kantor Pusat Jiwasraya/IST

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan akan mencabut status blokir rekening efek dari sejumlah perusahaan untuk menghindari dampak yang lebih serius terhadap industri pasar modal.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah menyampaikan akan melakukan klarifikasi terlebih dahulu dengan pemilik rekening untuk kepentingan penyidikan terhadap kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) atau AJS.

“Nanti kami klarifikasi kalau tidak terkait ya kami cabut. Kalau terkait dimana kepentingan penyidikan terhadap rekening-rekening yang terkait tersebut,” kata Febrie di Jakarta, Jumat (14/02/2020) dilansir CNBC.

Sebelumnya Kejagung sempat menyebutkan memblokir sekitar 800 rekening efek yang terkait dengan skandal Jiwasraya. Pemblokiran rekening tersebut sempat membuat pelaku pasar saham gelisah, karena terdapat sejumlah rekening yang tidak terkait secara langsung dengan kasus Jiwasraya juga ikut diblokir.

Febrie menyampaikan hari ini Kejagung memanggil 20 pihak yang merasa keberatan dengan pemblokiran rekening. Namun Febrie tak bisa menyebutkan sudah berapa pihak yang sudah datang ke Kejagung.

“Nah itu kita buka diri yang merasa tidak ada transaksi. Kita periksa tapi yang kita yakini yang (tetap) diblokir itu memang ada kaitan dengan transaksi sahamnya,” jelas Febrie.

Senin (17/2/2020), Kejagung akan memanggil 50 pihak lagi untuk diminta klarifikasi. Hal itu, dilakukan Kejagung agar tidak berdampak ke pasar saham.
Artinya ada 70 pihak yang akan dipanggil Kejagung untuk klarifikasi terkait masalah rekening efek yang diblokir. Semua rekening tersebut atas nama perusahaan.

Dalam pemeriksaan, lanjut Febrie, akan disesuaikan data rekening efek dengan single investor identification (SID) atau Acuan Kepemilikan Sekuritas. Bisanya, kata Febrie, satu SID punya banyak rekening efek.

“Dia (investor) punya tidak cuma satu rekening (efek) ada banyak rekening di dalamnya untuk memisahkan, mana rekening yang terkait dan mana yg tidak perlu klarifikasi oleh karena itu diundang semua,” ujar Febrie.

Pengamat Pasar modan dan ekonomi yang juga  Bejana Investidata Globalindo (BIG) Melihat kenapa begitu? Yanuar menyebut ada 11 Point. Berikut adalah pointnya karena:

1. Kasus dimulai dari Laporan Menteri BUMN ke Kejaksaan Agung…

2. Menteri BUMN adalah kuasa pemegang saham Negara di BUMN, maka isu yang dilaporkan pastinya terkait kerugian negara

3. Kerugian negara akan terjadi, jika sudah “makan” modal negara, yaitu Rugi tahun berjalan sudah menjadi penyebab Ekuitas Negatif di Neraca Korporasi

4. Ekuitas negatif membutuhkan tambahan modal, khususnya di Asuransi soal rasio indikator kecukupan modal (RBC: Risk Based Capital)

5. Sebagai BUMN, Jiwasraya juga jadi objek Audit BPK. JADI, poin kerugian negara terkait korporasi

6. Kasus ini jadi politis, karena skala alokasi investasi sampai 41T dan Rugi berjalan 13 T serta gagal bayar ke nasabah

7. Dalam poin 6, OJK diam saja menikmati drama Tipikor dari Kejagung

8. Dampaknya, Kejagung memblokir seluruh populasi rekening efek yang menjadi lawan transaksi Jiwasraya (langsung) maupun tak langsung melalui manajer investasi (reksadana)

9. Kalau populasi, maka skema rekonstruksi transaksi yang dilarang manipulasi pasar (pasal 91 dan 92) dan atau informasi orang dalam serta perfagangan orang dalam (pasal 95-96) UU No 8 tentang pasar modal tidak direspon oleh OJK

10. Kacau balau, harusnya OJK melakukan penyidikan pidana inti dan menyerahkan ke Kejagung sudah ranah penuntutan

11. Penyidikan diambil alih oleh Kejagung tak hanya soal Tipikor, tapi juga pidana inti, harusnya membuat OJK malu. Karena, industri keuangan dibuat politis justru ama Otoritasnya sendiri. |ATA