JAKARTASATU.COM– Politisi Gerindra, Fadli Zon seperti ingin menegaskan bahwa tidak adanya lockdown dan segala dampaknya adalah benar-benar tanggungjawab Jokowi selaku pengambil keputusan. Instruksi pun lahir darinya.

“Artinya kalau ternyata semakin banyak korban karena keputusan itu, maka Pak Jokowi-lah yang paling harus bertanggungjawab. Begitu, kan?” demikian cuitan Fadli, Ahad (22/3/2020), ketika mengomentari berota di salah satu media dengan judul: “Doni Monardo: Presiden Jokowi Instruksikan Tidak Akan Ada Lockdown”.

Lockdown, secara harafiah artinya dikunci. Jika istilah ini digunakan pada masa pandemi penyakit seperti sekarang, lockdown bisa diartikan sebagai penutupan akses masuk maupun keluar suatu daerah yang terdampak. Tiongkok sudah mengeluarkan kebijakan lockdown untuk kota Wuhan sejak episentrum pertama kasus itu menunjukan lonjakan kasus secara signifikan.

Sekarang, beberapa negara pun sudah memberlakukan kebijakan lockdown untuk mencegah penyebaran virus corona lebih jauh lagi. Demikian dikutip sehatq.com.

Negara-negara yang sudah melakukan lockdown

Saat Tiongkok perlahan-lahan sudah mulai bangkit dan kembali ke kesehariannya, beberapa negara di Eropa dan Asia Tenggara justru sedang berjibaku melawan penyebaran virus corona. Pergerakan virus ini secepat kilat. Membuat banyak negara kewalahan untuk merawat begitu banyak orang yang sakit secara bersamaan.

Di Italia, misalnya. Hanya dalam dua minggu angka positif pasien bisa melonjak begitu drastis.

Provinsi Hubei melaporkan tidak ada kasus infeksi COVID-19 baru di wilayahnya. Provinsi Hubei merupakan area pusat penyebaran virus corona, dengan Wuhan sebagai ibukotanya.

Sebaliknya, secara nasional, angka infeksi virus corona di Tiongkok masih bertambah sebanyak 34 kasus. Namun, sebagian besarnya merupakan imported case atau berasal dari orang yang baru pulang dari luar negeri.

Lantas, apakah ini satu-satunya jalan? Jawabannya adalah belum tentu. Negara seperti Singapura dan Korea Selatan sejauh ini tidak memberlakukan lockdown dan mereka tetap mampu menahan laju persebaran dengan tingkat kematian akibat COVID-19 yang rendah.

Namun, tentu kedua negara tadi juga melakukan pencegahan tersendiri. Korea Selatan misalnya, menjadi negara dengan jumlah pemeriksaan COVID-19 paling banyak per kapita di dunia. Negara ini sudah melakukan tes virus corona pada kurang lebih 290.000 orang warganya.

Cara ini rupanya efektif untuk menekan angka penyebaran. Sebab, banyak kasus bisa diketahui sejak dini melalui langkah ini. Sehingga, pasien positif tersebut tidak sempat menyebarkannya ke orang lain.

Dari data yang dilansir Reuters, jumlah pasien baru positif corona di Korea Selatan per 18 Maret 2020 turun drastis menjadi 93 orang per hari, setelah dua minggu sebelumnya menyentuh angka 909 infeksi baru per hari.

Jadi, jika ditanya manakah yang paling efektif, rasanya itu semua tergantung dari keseriusan langkah pencegahan itu sendiri, apapun metodenya.

Sebelumnya, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, menegaskan bahwa pemerintah tidak akan melakukan penguncian wilayah atau lockdown untuk mengatasi penyebaran Covid-19 yang disebabkan virus corona.

Ia mengatakan, keputusan untuk tidak melakukan lockdown merupakan instruksi Presiden Joko Widodo. Dikutip kompas.com.

Doni mengatakan, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah imbauan kepada masyarakat terkait pencegahan virus corona.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana ini meminta masyarakat mematuhi imbauan pemerintah.

Salah satu imbauan itu adalah dengan menjaga jarak atau social distancing dan menghindari kegiatan yang berkerumun. RI-JAKSAT